Batas pengaturan Peraturan yang disepakati

perikanan yang kurang tepat, maka akan menyebabkan pada konflik antar nelayan seperti konflik teknologi dan konflik wilayah Ostrom et al. 1994. Sedangkan, ketidaktepatan pemahaman pada sumber daya perikanan oleh pemanfaat tidak langsung seperti pemerintah maupun pembuat kebijakan, maka akan mengarah kepada misleading dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan. Dan, bagaimana pelaksanaan pengelolaan sumber daya perikanan ini dapat mempengaruhi bagaiman sumber daya perikanan ini dimanfaatkan Dolsak dan Ostrom 2003. Selain pengetahuan dan pemahaman kondisi fisik sumber daya perikanan, pengetahuan dan pemahaman kondisi pemanfaat sumber daya perikanan ini yang ditekankan pada kondisi sosial dan ekonomi dari pemanfaat langsung sumber daya alam juga sangat penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Sebagai contoh, bagaimana kondisi sosial-ekonomi dari nelayan ini akan mempengaruhi bagaimana preferensi nelayan tersebut akan sumber daya perikanan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipilih dalam pemanfaatan sumber daya perikanan seperti pemilihan waktu penangkapan, pemilihan wilayah penangkapan, dan seberapa banyak sumber daya perikanan yang akan diambil dalam sekali melaut Ostrom et al. 1994. Pengetahuan dan pemahaman akan kondisi sumber daya alam dan kondisi sosial ekonomi pemanfaat sumber daya ini akan mempengaruhi bagaimana teknologi yang dipilih dalam mengambil manfaatkan sumber daya alam, seperti pemilihan jenis perahu, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan. Penggunaan teknologi ini juga dapat berdampak langsung terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan Dolsak dan Ostrom 2003. Berdasarkan informasi tersebut di atas, maka peneliti memandang penting untuk mengevaluasi dampak awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai terhadap sumber daya perikanan pantai. Pada penelitian ini, evaluasi dampak kelembagaan awig-awig terhadap sumber daya perikanan dilakukan dengan pendekatan analisis bioekonomi surplus produksi GS, analisis degradasi dan depresiasi sumber daya perikanan, dan analisis efisiensi DEA dengan mengikuti langkah-langkah yang dikembangkan oleh Anna 2003, Fauzi dan Anna 2005, Fauzi 2010, dan Fauzi 2010. 6.2 Tinjauan Pustaka 6.2.1 Ekonomi Sumber Daya Perikanan Salah satu pendekatan secara kuantitatif untuk memahami bagaimana kondisi sumber daya perikanan, kondisi pemanfaat sumber daya perikanan dan teknologi yang digunakan dalam mengambil manfaat dari sumber daya perikanan, yakni melalui pendekatan analisis bioekonomi surplus produksi yang dikembangkan oleh Gordon-Schaefer bioekonomi GS. Pendekatan bioekonomi GS ini didasarkan pada pemahaman bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan telah mengalami tangkap lebih overfishing dan tragedy of the common-Hardin. Gordon mengembangkan model biologi perikanan Schaefer 1954, yang saat ini dikenal dengan konsep maximum sustainable yield MSY, dengan memasukkan faktor-faktor ekonomi ke dalam model seperti harga dan biaya Gordon 1954; Fauzi 2010; dan Fauzi 2010. Secara teori, model bioekonomi berkembang untuk mencoba menjelaskan hubungan antara produksi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan usaha pemanfaatan atas sumber daya alam tersebut. Secara sederhana, model ini mencoba untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara rata-rata produksi pada sisi stok sumber daya, upaya pemanfaatan pada sisi biaya, dan bagaimana hubungan keduanya dengan percepatan pemanfataan sebagai akibat dari keuntungan yang diterima dari hasil penjualan sumber daya tersebut. Pada kegiatan penangkapan ikan, hubungan sosial-ekonomi yang terbentuk di antara pemanfaat sumber daya perikanan, merupakan salah satu faktor penting, tidak hanya untuk pertukaran informasi tentang kondisi sumber daya perikanan, tetapi juga menyangkut tentang seberapa keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan penangkapan ikan tersebut Gordon 1954; Fauzi, 2010.

6.2.2 Efisiensi Kegiatan Perikanan Tangkap

Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan metode untuk mengetahui bagaimana kondisi teknologi yang digunakan pada kegiatan pemanfatan sumber daya perikanan, apakah telah efisien secara biologi dan ekonomi, melalui analisis efisiensi data envelopment analysis DEA Fare et al. 2000; Anna 2003; Fauzi dan Anna 2005; Fauzi 2010; Hien 2011. Penggunaan teknologi dapat mempengaruhi secara langsung bagaimana sumber daya dimanfaatkan Dolsak dan Ostrom 2003. Dengan demikian, informasi tentang bagaimana teknologi yang digunakan juga sangat penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Analisis efisensi yang berkaitan dengan kegiatan penangkan sumber daya ikan, digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk mengestimasi dan menilai kapasitas capacity dan kapasitas pemanfaat capacity utilization-CU. Penilaian kapasitas, dimaksudkan pada kapasitas maksimal dari output yang dapat diproduksi dari kegiatan penangkapan ikan Fare et al. 2000. Sedangkan CU dimaksudkan pada pengukuran tingkat penggunaan input relatif terhadap output yang dihasilkan dan dapat dijadikan sebagai indikator seberapa efisien alat tangkap yang digunakan Fauzi 2010.

6.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah perairan Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada bulan Juni-Juli 2013. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa kegiatan dan kebutuhan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan penangkapan oleh nelayan lokal, dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan nelayan lokal di Kabupaten Lombok Timur yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah perairan pantai. Pengambilan sample pada penelitian ini, menggunakan snow-ball sampling yang dilakukan dengan mengadaptasi Reed et al. 2009 dan Prell et al. 2009, yakni dengan menentukan terlebih dahulu beberapa nelayan lokal yang kemungkinan terlibat dalam kelembagaan awig-awig di Kabupaten Lombok Timur yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pantai Kabupaten Lombok Timur dan melakukan wawancara mengenai informasi kegitan penangkapan yang mereka dilakukan, kemudian dari informasi-informasi yang didapat, ditentukan beberapa nelayan lokal berikutnya baik yang terlibat secara langsung dalam kelembagaan awig-awig maupun nelayan lokal yang tidak terlibat secara langsung. Selain melalui wawancara langsung, data primer juga dilakukan melalui pengumpulan data secara observasi dengan mendeskripsikan apa yang ada di lapangan, karena data observasi digunakan untuk mendukung hasil data wawancara. Data sekunder berupa data perikanan, dan data-data pendukung lainnya diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain, Badan Pusat Statistik BPS; BPS Kabupaten Lombok Timur; Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur; dan hasil-hasil penelitian sebelumnya baik yang berupa tesis, desertasi, maupun jurnal- jurnal nasional dan international.

6.4 Metode Analisis Data

Data-data yang didapat kemudian dilakukan analisis bioekeonomi surplus produksi GS, analisis degradasi dan depresiasi, dan analisis efisiensi DEA. Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi dampak kelembagaan awig-awig terhadap kondisi sumber daya perikanan pantai, kondisi pemanfaat sumber daya perikanan pantai dan kondisi teknologi yang digunakan oleh nelayan lokal Gambar 3.3. Analisis bioekonomi melalui pendekatan surplus produksi GS, analisis depresiasi dan analisis DEA pada penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dikembangkan oleh Fare et al. 2000, Anna 2003, Fauzi dan Anna 2005, Fauzi 2010, dan Fauzi 2010.

6.4.1 Bioekonomi Surplus Produsen

Pendekatan model bioekonomi surplus produksi GS pada penelitian ini, dengan mengasumsikan pertumbuhan biomas mengikuti fungsi logistik: �� �� = �̇ = �� 1 − � � 1 Pertumbuhan biomasa tersebut di atas berlaku tanpa adanya gangguan atau penangkapan oleh manusia. Jika kemudian produksi perikanan oleh manusia diasumsikan tergantung dari input upaya yang digunakan, jumlah biomas, serta kemampuan teknologi atau fungsi penangkapan diasumsikan bersifat Cobb- Douglass: ℎ = ��� 2 x adalah biomas, E adalah input yang digunakan untuk memanen ikan, q, r, dan K adalah parameter biologi yang masing-masing menggambarkan koefisien daya tangkap, pertumbuhan, dan daya dukung lingkungan. Maka kurva pertumbuhan di atas akan berubah menjadi: �� �� = �� 1 − � � − ℎ = �� 1 − � � − ��� 3 Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya perikanan adalah adanya variable biomasa yang tidak bisa diamati, sementara yang tersedia hanya data produksi h dan jumlah input E misalnya jumlah kapal, jumlah trip, atau jumlah hari melaut. Kendala ini kemudian diatasi dengan mengasumsikan kondisi ekologi dalam keadaan keseimbangan �� �� = 0 , sehingga persamaan 3 dapat dipecahkan untuk mencari nilai biomas � sebagai fungsi dari input, atau: � = � 1 − � � � 4 Pensubstitutian persamaan di atas ke dalam persamaan 2 akan menghasilkan: ℎ = ��� 1 − � � � 5