Pendahuluan ANALISIS KELEMBAGAAN AWIG-AWIG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PANTAI DI KABUPATEN
tinggi, dan unit pelaksana teknis penangkapan ikan. KKPK ini memiliki tugas dan kewenangan dalam memberikan penilaian dan pertimbangan terhadap suatu usulan
kegiatan usaha di wilayah pesisir, sehingga pertemuan KKPK ini sering digunakan sebagai tempat untuk berkoordinasi antar KPPL Kawasan.
Pemerintah daerah yang turut serta dalam awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai, meliputi pemerintah propinsi melalui Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur, Pemerintah Kecamatan
dan Pemerintah Desa, serta Badan Permusyawaratan Desa BPD yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Lombok Timur.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki tugas dan kewenangan sebagai lembaga formal yang melakukan kegiatan pengawasan
perikanan di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur memiliki tugas dan kewenangan dalam melaksanakan
pengawasan perikanan secara formal; mengesahkan kepengurusan KPPL Kawasan dan memberikan rekomendasi pada peraturan yang disepakati dalam awig-awig agar
peraturan tidak menyimpang dari peraturan formal yang berlaku; membagi wilayah perairan; dan mengadakan penyuluhan dan pelatihan.
Pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur memiliki tugas dan kewenangan dalam pengakuan atas awig-awig melalui penetapan peraturan daerah; pengesahan
kepengurusan KKPK; dan melakukan koordinasi antar pemerintah daerah. Pemerintah Kecamatan, Desa dan BPD memiliki tugas dan kewenangan dalam
mengesahkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai, dan turut serta dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan.
Pemerintah pusat diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan kewenangan dalam penyedia dana dan bantuan teknis melalui program
pembangunan masyarakat pantai dan pengelolaan sumber daya perikan costal community development and fisheries resource management project-cofish
, dan kegiatan monitoring pelaksanaan awig-awig. Tetapi, sayangnya program ini
–seperti kebanyakan program pemerintah yakni hanya terjadi beberapa tahun saja
−saat penelitian ini dilaksanakan, telah berakhir. Universitas Mataram sebagai wakil dari
pihak perguruan tinggi dalam awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai memiliki tugas dan kewenangan dalam pendampingan, penyuluhan dan pelatihan
baik saat pembuatan peraturan dan pembukuan peraturan.
Saat ini, hanya tiga dari enam aktor yang masih aktif menlaksanakan tugas dan kewenangan yang ada. Ketiga aktor yang masih aktif dalam melaksanakan tugas dan
kewenangan yang ada antara lain nelayan lokal, KPPL Kawasan, dan pemerintah daerah yang diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur.
Sedangkan, ketiga aktor yang lain, KKPK, pemerintah pusat, dan perguruan tinggi, peran serta mereka lebih banyak dirasakan saat program co-fish dari pemerintah
pusat berjalan, dan saat program ini telah berakhir peran serta mereka sudah tidak tampak di wilayah perairan Kabupaten Lombok Timur. Hal ini juga yang sering
menjadi kritik bahwa program oleh pemerintah pusat selalu terbatas oleh waktu Adhuri dan Indrawasih, 2003.
Pelaksanaan tugas dan kewenangan oleh aktor yang masih aktif pun bukan tidak memiliki hambatan dengan berakhirnya program co-fish ini. Hal ini terlihat
dengan adanya penurunan kualitas dan kuantitas dari kegiatan pengawasan perikanan terutama oleh KPPL Kawasan karena tidak ada lagi pemberi dana operasional
terbesar untuk kegiatan pengawasan perikanan, yang tersisa hanya speet boat yang tidak dapat digunakan, karena tingginya biaya operasional. Di sisi lain, resiko
keselamtan jiwa juga dirasakan menjadi salah satu hambatan dari pelaksanaan pengawasan perikanan. Di mana, jika nelayan lokal memperingatkan nelayan lokal
lain yang melakukan pelanggaran, maka ada kemungkinan nelayan lokal yang memperingatkan ini yang menjadi sasaran bom dan potas, sehingga mereka
kelihangan pekerjaan.
Selain itu, ketidakaktifan wanita nelayan, nelayan budidaya, dan nelayan pengolah hasil laut dalam kelembagaan awig-awig, menunjukkan bahwa tidak semua
aktor yang terlibat dalam pemanfaatan sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur mendukung keberdaaan awig-awig. Ketidakikutsertaan wanita
nelayan hanya dikarenakan kegiatan pengawasan perikanan berbahaya bagi wanita. Di sisi lain, wanita nelayan turut serta aktif dalam membatu kegiatan penagkapan
yang dilakukan oleh suami mereka. Wanita nelayan ini banyak yang berprofesi sebagai pedagang ikan, yakni menjual hasil tangkapan suami mereka.
Sedangkan nelayan budidaya, terutama nelayan budidaya yang melakukan kegiatan budidaya laut seperti budidaya rumput laut, ikan kerapu, dan lain
sebagainya juga memanfaatkan wilayah perairan. Jika tidak ada kerja sama di antara nelayan tangkap dan nelayan budidaya, maka akan memicu konflik wilayah.
Demikian pula dengan nelayan pengolah hasil laut, di mana, nelayan pengolah hasil laut ini memanfaatkan sumber daya laut untuk diolah menjadi ikan kering atau
dipindang, sehingga, jika hasil laut yang dijual merupakan hasil tangkapan dari bom dan potas, hasil olahan juga akan memiliki kualitas yang buruk, sehingga nilai jual
pun tidak tinggi.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur, sebagai wakil dari pemerintah daerah yang masih aktif dalam menjalankan tugas dan kewenangan yang
ada, tidak dapat menjalankan tugas dan kewenangan secara maksimal karena adanya perampingan anggaran dari pemerintah daerah sendiri, yang mengakibatkan kegiatan
penyuluhan dan pengawasan perikanan yang biasanya dapat dilakukan sebulan sekali, saat ini hanya dapat dilakukan tiga bulan sekali, atau setahun dua kali.
Penurunan pelaksanaan tugas dan kewenangan dari para aktor yang terlibat dalam kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai di
Kabupaten Lombok
Timur terutama
kegiatan pengawasan
perikanan, mengakibatkan masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggar terhadap awig-awig
terutama kegiatan penangkapan dengan bom dan potas yang ditandai dengan masih ditemukan beberapa lokasi penangkapan ikan dengan bom dan potas Lampiran 1
dan hilangnya hilangnya satu pulau kecil gili di kawasan Sambelia.