Awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai Kabupaten Lombok Timur

Sedangkan penyelesaian konflik kepentingan antar aktor yang sering terjadi karena adanya perbedaan latar belakang pendidikan dari para aktor terutama yang berperan serta dalam kepengurusan KPPL Kawasan di mana, mereka memiliki latar belakang yang bervariasi dari berpendidikan SD sampai perguruan tinggi, dengan konsentrasi keilmuan yang beragam belum banyak dilaksanakan. Sampai saat ini, penyelesaian konflik kepentingan dilakukan melalui kegiatan pertemuan rutin oleh KPPL Kawasan, danatau kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur. Tetapi, kegiatan ini mengalami penurunan terutama dalam kuantitas, yang biasanya dapat dilakukan sebulan sekali, karena adanya kekurangan anggaran, maka hanya dilakukan setahun sekali saja atau setahun dua kali.

5.5.2.7 Pengakuan dari peraturan formal

Pengakuan dari peraturan formal terhadap awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai ditunjukkan dengan ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Pantai Secara Parisipatif oleh pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur. Selaian itu, pengakuan dari peraturan formal juga ditunjukkan dengan adanya pengakuan KPPL Kawasan sebagai lembaga informal yang membuat, memonitoring, dan menegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai melalui pengesahan Surat Keputusan SK Kepengurusan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur Lampiran 4. Selain ketujuh kriteria dalam design prinsciples Ostrom, 1990, peraturan yang disepakati dalam awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan juga mengatur tentang pembagian hak kepemilikan Schlager dan Ostrom, 1992 Tabel 5.4. Tabel 5.4 memperlihatkan nelayan lokal memiliki hak akses, hak memanfaatkan, dan hak mengelola sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur. Keadaan ini didukung oleh nelayan lokal yang terlibat secara aktif dalam pembuatan peraturan dalam awig-awig melalui perwakilan yang duduk di kepengurusan KPPL Kawasan, dan tugas pembantuan dalam memonitoring, dan penegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai melalui kegiatan pengawasan perikanan. KPPL Kawasan yang beranggotakan wakil dari nelayan lokal, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerhati lingkungan, pamswakarsa, pengusaha perikanan dan wanita nelayan, mempunyai hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumber daya perikanan pantai, serta memangemen, karena tugas dan kewenangan KPPL Kawasan ini adalah membuat awig-awig, memonitoring, dan menegakkan peraturan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai jika terjadi pelanggaran. Pemerintah daerah memiliki hak managemen, hak eksklusif, dan hak alienasi. Hak managemen melalui tugas dan kewenangan dalam pengakuan secara formal dari Tabel 5.4 Pemetaan hak kepemilikan berdasarkan Schlager dan Ostrom 1992 Aktor Hak Akses dan memanfaatkan Hak manajemen Hak Eksklusif Hak Alienasi Nelayan lokal √ √ KPPL Kawasan √ √ Pemerintah Daerah √ √ √ Sumber: Data primer, Awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai 2003 dan Perda nomor 9 tahun 2006, Diolah awig-awig pengelolaan perikanan pantai, tugas dan kewenangan dalam pembagian kawasan perikanan, sebagai pemberi rekomendasi sebelum awig-awig ditetapkan, serta pemerintah desa dan kecamatan turut serta dalam pengesahan awig-awig. Hak eksklusif dan alienasi, ini berkaitan dengan tugas dan kewenangan pemerintah daerah sebagai lembaga formal yang memiliki hak dan kewenangan atas sumber daya alam yang dimiliki demi kesejahteraan masyarakatnya. Hasil analisis kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur melalui analisis sitasi aksi, aktor, dan peraturan yang disepakati menunjukkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai belum berjalan secara efektif baik pada proses pembuatan, isi peraturan yang disepakati, dan kegiatan monitoring dan penegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai. Ketidakefektifan proses pembuatan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan ini terlihat bahwa belum semua aktor yang memanfaatkan sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur turut serta secara aktif. Hal ini ditandai dengan ketidakikutsertaan nelayan budidaya, nelayan pengolah hasil perikanan dan wanita nelayan di kepengurusan KPPL Kawasan yang merupakan lembaga informal yang bertugas dan berwenang dalam membuat, memonitoring, dan menegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai. Ketidakefektifan isi peraturan yang disepakati dalam awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai ini, terlihat dengan masih lemah peraturan yang disepakati dalam memberikan batasan, terutama tanpa ada batasan pada jumlah pemanfaat, jumlah alat tangkap, jumlah sampan yang diperbolehkan untuk dimiliki dan dioperasikan dalam satu kali kegiatan penangkapan yang dilakukan. Hal ini memicu pada kegiatan penangkapan sumber daya perikanan tanpa kehati-hatian dan tanpa memperdulikan kondisi sumber daya perikanan yang ada, karena nelayan lokal diberikan kebebasan dalam menggunakan teknologi dalam pengambilan manfaat dari sumber daya perikanan yang ada. Ketidakefektifan dari monitoring dan penegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai sebagai wujud dari pelaksanaan awig-awig, terlihat dari kegiatan monitoring dan penegakkan peraturan yang disepakati lebih ditekankan pada kegiatan pengawasan perikanan terutama pada kegiatan pelanggaran penggunaan bom dan potas dalam kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pantai Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan kegiatan perbaikan dan perlindungan akan sumber daya perikanan dan lingkungan, masih kurang mendapatkan perhatian. Selain itu, adanya disinsentif dari kegitan pengawasan perikanan yang disebabkan resiko keselamatan jiwa yang tinggi. Keadaan ini mengakibatkan masih ditemukan beberapa lokasi penangkapan ikan dengan bom dan potas, serta hilangnya salah satu pulau kecil di kawasan Sambelia.

5.3 Simpulan

Hasil analisis kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa ketidakefektifan kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai dikarenakan ketidakefektifan pada proses pembuatan awig-awig, peraturan yang disepakati, dan kegiatan monitoring dan penegakkan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai.

6. DAMPAK KELEMBAGAAN AWIG-AWIG TERHADAP SUMBER DAYA PERIKANAN PANTAI DI KABUPATEN

LOMBOK TIMUR ABSTRAK Pemanfaatan akan sumber daya perikanan sebagai sumber daya alam yang bersifat CPR cenderung kepada pemanfataan secara open access. Banyak pengelolaan dilakukan untuk mengatur pemanfaatan pada sumber daya perikanan seperti kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai Kabupaten Lombok Timur. Bagaimana suatu pengelolaan dilaksanakan berdampak pada kondisi sumber daya perikanan yang dikelola. Pada bagian ini, peneliti menfokuskan pada evaluasi dampak kelembagaan awig-awig terhadap sumber daya perikanan pantai di Kabupaten Lombok Timur melalui pendekatan bioekonomi surplus produksi GS, analisis degradasi dan depresiasi, serta analisis efisiensi DEA. Hasil analisis data perikanan tahun 2002-2011 dan kegiatan penangkapan oleh nelayan lokal, menunjukkan kelembagaan awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai Kabupaten Lombok Timur masih belum berjalan secara efektif, karena upaya penangkapan yang mengalami peningkatan setiap tahun diiringi oleh produksi sumber daya perikanan yang terus menurun, nilai produksi aktual telah melebihi nilai MSY, nilai upaya penangkapan aktual mendekati titik perpotongan TR-TC yang ditunjukkan dengan penurunan rente aktual kerugian yang terus meningkat, nilai degradasi dan nilai depresiasi telah mendekati nilai ambang batas degradasi, dan penggunaan teknologi melebihi kapasitas input untuk mendapatkan per satuan output dalam kegiatan penangkapan. Kata Kunci: awig-awig, bioekonomi, degradasi dan depresiasi, dan efisiensi

6.1 Pendahuluan

Pengelolaan sumber daya alam dipengaruhi pada bagaimana kondisi sumber daya alam yang dikelola, kondisi pemanfaat sumber daya baik secara langsung maupun tidak langsung, dan teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya tersebut Ostrom et al. 1994; Dolsak dan Ostrom 2003. Kondisi sumber daya alam ini dapat meliputi ukuran, daya dukung sumber daya alam dan lingkungan, dan kualitas dari sumber daya alam Mokhahlane 2009. Pemahaman kondisi sumber daya alam sangat penting baik bagi pemanfaat langsung sumber daya alam maupun pemanfaat tidak langsung. Pemanfaat langsung merupakan pengguna yang memanfaatkan langsung jasa sumber daya alam, seperti nelayan sebagai pemanfaat langsung sumber daya perikanan. Pemanfaat tidak langsung ini lebih ditujukan pada pengguna yang memiliki kepentingan dalam pengelolaan, seperti pemerintah, universitas, dan pembuat kebijakan. Sehingga, ketidaktepatan dalam pemahaman pada sumber daya alam juga berdampak bagi kedua pengguna tersebut. Misalkan, pada pemanfaatan langsung sumber daya perikanan, seperti nelayan, jika nelayan memiliki informasi kondisi sumber daya perikanan yang kurang tepat, maka akan menyebabkan pada konflik antar nelayan seperti konflik teknologi dan konflik wilayah Ostrom et al. 1994. Sedangkan, ketidaktepatan pemahaman pada sumber daya perikanan oleh pemanfaat tidak langsung seperti pemerintah maupun pembuat kebijakan, maka akan mengarah kepada misleading dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan. Dan, bagaimana pelaksanaan pengelolaan sumber daya perikanan ini dapat mempengaruhi bagaiman sumber daya perikanan ini dimanfaatkan Dolsak dan Ostrom 2003. Selain pengetahuan dan pemahaman kondisi fisik sumber daya perikanan, pengetahuan dan pemahaman kondisi pemanfaat sumber daya perikanan ini yang ditekankan pada kondisi sosial dan ekonomi dari pemanfaat langsung sumber daya alam juga sangat penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Sebagai contoh, bagaimana kondisi sosial-ekonomi dari nelayan ini akan mempengaruhi bagaimana preferensi nelayan tersebut akan sumber daya perikanan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipilih dalam pemanfaatan sumber daya perikanan seperti pemilihan waktu penangkapan, pemilihan wilayah penangkapan, dan seberapa banyak sumber daya perikanan yang akan diambil dalam sekali melaut Ostrom et al. 1994. Pengetahuan dan pemahaman akan kondisi sumber daya alam dan kondisi sosial ekonomi pemanfaat sumber daya ini akan mempengaruhi bagaimana teknologi yang dipilih dalam mengambil manfaatkan sumber daya alam, seperti pemilihan jenis perahu, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan. Penggunaan teknologi ini juga dapat berdampak langsung terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan Dolsak dan Ostrom 2003. Berdasarkan informasi tersebut di atas, maka peneliti memandang penting untuk mengevaluasi dampak awig-awig pengelolaan sumber daya perikanan pantai terhadap sumber daya perikanan pantai. Pada penelitian ini, evaluasi dampak kelembagaan awig-awig terhadap sumber daya perikanan dilakukan dengan pendekatan analisis bioekonomi surplus produksi GS, analisis degradasi dan depresiasi sumber daya perikanan, dan analisis efisiensi DEA dengan mengikuti langkah-langkah yang dikembangkan oleh Anna 2003, Fauzi dan Anna 2005, Fauzi 2010, dan Fauzi 2010. 6.2 Tinjauan Pustaka 6.2.1 Ekonomi Sumber Daya Perikanan Salah satu pendekatan secara kuantitatif untuk memahami bagaimana kondisi sumber daya perikanan, kondisi pemanfaat sumber daya perikanan dan teknologi yang digunakan dalam mengambil manfaat dari sumber daya perikanan, yakni melalui pendekatan analisis bioekonomi surplus produksi yang dikembangkan oleh Gordon-Schaefer bioekonomi GS. Pendekatan bioekonomi GS ini didasarkan pada pemahaman bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan telah mengalami tangkap lebih overfishing dan tragedy of the common-Hardin. Gordon mengembangkan model biologi perikanan Schaefer 1954, yang saat ini dikenal dengan konsep maximum sustainable yield MSY, dengan memasukkan faktor-faktor ekonomi ke dalam model seperti harga dan biaya Gordon 1954; Fauzi 2010; dan Fauzi 2010. Secara teori, model bioekonomi berkembang untuk mencoba menjelaskan hubungan antara produksi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan usaha pemanfaatan atas sumber daya alam tersebut. Secara sederhana, model ini mencoba untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara rata-rata produksi pada sisi stok