Zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak

berkelanjutan apabila di dalam pengelolaannya masih terdapat permasalahan, terutama terkait dengan degradasi hutan akibat perubahan penggunaan lahan.

2.2 Zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Dalam Permenhut No. 56 tahun 2006a tentang pedoman zonasi taman nasional, diatur suatu sistem zonasi dalam pengelolaan taman nasional yang membagi kawasan taman nasional menjadi beberapa zona sesuai dengan peruntukannya. Pengaturan sistem zonasi tersebut meliputi : a. Zona inti; b zona rimba; c zona pemanfaatan dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri Kehutanan berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam dan ekosistemnya. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian- kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Kriteria penetapan zonasi dilakukan berdasarkan derajat tingkat kepekaan ekologis sensitivitas ekologi, urutan spektrum sensitivitas ekologi dari yang paling peka sampai yang tidak peka terhadap intervensi pemanfaatan, berturut- turut adalah zona: inti, perlindungan, rimba, pemanfaatan, koleksi, dan lain-lain. Selain hal tersebut juga mempertimbangkan faktor-faktor: keterwakilan representation, keaslian originality atau kealamian naturalness, keunikan uniqueness, kelangkaan raretiness, laju kepunahan rate of extinction, keutuhan satuan ekosistem ecosystem integrity, keutuhan sumberdayakawasan resourceregion integrity, luasan kawasan areasize, keindahan alam natural beauty, kenyamanan amenity, kemudahan pencapaian accessibility, nilai sejaraharkeologi keagamaan historical archeologicalreligious value, dan ancaman manusia threat of human interference, sehingga memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi flora fauna serta habitat terpenting. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Penetapan zonasi yang ada pada suatu taman nasional didasarkan pada berbagai kriteria yang ditetapkan pemerintah. Pembagian kawasan TNGHS sangat penting, setiap bagian kawasan memiliki peranan yang cukup berarti, sehingga masing-masing perlu dipertahankan atau dilestarikan. Pembagian ini antara lain adalah: 1 kawasan hutan pegunungan bawah dan atas yang merupakan hutan primer, harus dipertahankan untuk menjadi areal inti sebagai preservasi hewan dan tumbuhan liar, 2 kawasan hutan pegunungan atas 1800 m dpl yang tidak terlalu luas di Gunung Salak mempunyai vegetasi yang sangat spesifik, sehingga keberadaan kawasan ini menjadi sangat penting bagi TNGHS, 3 kawasan hutan pegunungan rendah yang berfungsi sebagai habitat hidupan liar seperti leopard dan gibbon, 4 hutan tanaman, areal ini dapat digunakan sebagai daerah penyangga buffer zone antara TNGHS dan daerah di luarnya Mirmanto et al. 2008. Suryanti 2007 menyatakan bahwa terdapat tiga macam ekosistem yang memiliki zona berbeda di TNGHS, yaitu zona hutan kaki pegunungan, zona hutan sub pegunungan, dan zona hutan pegunungan. Pengaruh elemen-elemen lansekap buatan manusia seperti patch areal pertanian, patch areal perkebunan teh, patch areal pertambangan, dan patch permukiman, akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati pada kawasan TNGHS. Berdasarkan Rencana Pengelolaan TNGHS tahun 2007-2026, kawasan TNGHS dibagi menjadi 8 zona antara lain : 1.Zona inti, 2.Zona rimba, 3.Zona Pemanfaatan, 4. Zona rehabilitasi, 5.Zona khusus, 6. Zona Tradisional, 7. Zona Budaya dan 8. Enclave. GHSNPMP-JICA 2007a. Zona inti dan zona rimba pada kawasan TNGHS diidentifikasi melalui pendekatan ilmiah dengan mengkaji ekosistem dan habitat spesies penting, daerah-daerah yang secara sosial budaya memiliki nilai serta pengaruhnya terhadap pengelolaan ekosistem TNGHS secara keseluruhan. Zona ini meliputi ekositem hutan alam yang masih tersisa. Penetapan zona pemanfaatan pada kawasan TNGHS berkaitan dengan areal yang akan dikembangkan untuk memenuhi fungsi-fungsi pemanfaatan antara lain untuk kegiatan wisata alam, pembangunan sarana dan prasarana pengunjung dan lokasi penelitian intensif. Selain itu zona pemanfaatan kawasan TNGHS berupa jalur-jalur pendakian dan wilayah-wilayah rawan gangguan pengunjung . Wilayah yang menjadi zona rehabilitasi pada kawasan TNGHS merupakan ekosistem penting serta menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi seperti hutan hujan dataran rendah, areal yang rusak akibat PETI, koridor Gunung Halimun Salak dan sebagainya. Dimasa depan, setelah ekosistem dinilai pulih kembali, zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai zona inti, zona rimba ataupun zona pemanfaatan. Wilayah zona khusus di kawasan TNGHS merupakan wilayah-wilayah yang telah ada sarana SUTET Saluran Umum Tegangan Ekstra Tinggi serta wilayah kuasa pengelolaan PT.Chevron Geothermal Salak di kawasan Gunung Salak dan PT.Antam di daerah Cikidang- Gunung Sibentang Gading yang terletak di Kabupaten Lebak. Demikian pula dengan jalan provinsi dan kabupaten yang melitas di kawasan TNGHS yaitu di daerah Model Kampung Konservasi MKK di Desa Cipeuteuy dan Desa Gunung Malang. Zona tradisional merupakan wilayah dimana penduduk secara tradisional memanfaatkan hasil hutan non kayu. Selain itu, zona tradisional merupakan wilayah kasepuhan permukiman tradisional yang berada di kawasan TNGHS. Identifikasi zona budaya dilakukan dengan penelusuran sejarah berupa areal yang penting bagi kegiatan religi dan budaya seperti makam dipuncak Gunung Salak, situs Cibedug dan situs Kosala di Kabupaten Lebak. Kawasan Enclave merupakan kawasan yang bukan merupakan bagian dari pengelolaan TNGHS akan tetapi secara geografis berada di dalam kawasan TNGHS. Kawasan ini berupa kawasan permukimankasepuhan, kawasan perkebunan teh swasta PTPN VIII Cianten dan PT. Nirmala Agung dan areal penggunaan lainnya.

2.3 Penggunaan dan Penutupan Lahan