Zonasi TNGHS Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan data potensi desa tahun 2000 dan 2010, jumlah penduduk di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS tertera pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah penduduk di dalam dan di sekitar kawasan TNGHS tahun 2000 dan 2010. No Kabupaten Jumlah Penduduk jiwa Tahun 2000 Tahun 2010 1 Bogor 271.290 335.217 2 Lebak 132.168 158.230 3 Sukabumi 153.005 190.389 Jumlah 556.463 683.836 Sumber : data podes tahun 2000 dan 2010 Kepadatan tenaga kerja pertanian yang yang digunakan adalah kepadatan tenaga kerja pertanian per desa yang dibagi menjadi empat kelas, yaitu : 0- 0.75jiwaha, 0.75-1.5jiwaha, 1.5-2.25 jiwaha, dan 5jiwaha. Kepadatan tenaga kerja pertanian per desa tertera pada Gambar 16. Gambar 16 Peta kepadatan tenaga kerja pertanian kawasan TNGHS

4.6 Zonasi TNGHS

Zonasi TNGHS merupakan sebuah sistem pengelolaan taman nasional yang dilakukan dalam rangka memperkuat kemantapan kawasan dan pengakuan masyarakat secara aktual dilapangan. Balai TNGHS menyusun rencana zonasi berdasarkan pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 56Menhut-II2006a tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Berdasarkan zonasi TNGHS, kawasan ini sebagian besar terdiri atas zona inti sebesar 31,379 ha atau 27.79 dari total luas kawasan TNGHS, dan zona rehabilitasi sebesar 28,125 ha atau 24.91. Zona yang paling kecil luasannya adalah zona budaya sebesar 10 ha atau 0.01. Zona budaya merupakan areal yang penting bagi kegiatan religi dan budaya seperti makam di puncak Gunung Salak, situs Cibedug dan situs Kosala di Kabupaten Lebak. Sebaran zonasi kawasan TNGHS tertera pada Tabel 10, sebaran spasialnya disajikan pada Gambar 17. Tabel 10 Sebaran zonasi kawasan TNGHS No Zonasi Luas ha Persentase Keterangan 1 Zona Inti 31,379 27.79 Hutan Primer Habitat Flora dan Fauna 2 Zona Rimba 21,250 18.82 Hutan Sekunder, Buffer Zona inti dengan zona lainnya 3 Zona Pemanfaatan 1,459 1.29 Research Center, Kawasan Wisata, Jalan dan Jalur wisata 4 Zona Rehabilitasi 28,125 24.91 Kawasan deforestasi dan semak 5 Zona Khusus 21,534 19.07 MKK, Perusahaan, SUTET dan Jalan Provinsi 6 Zona Tradisional 1,407 1.25 Kampung Kasepuhan 7 Zona Budaya 10 0.01 Makam dan situs 8 Enclave 7,748 6.86 Area Penggunaan Lain Jumlah 112,912 100 39 Gambar 17 Peta zonasi kawasan TNGHS 40 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 5.1.1 Penggunaan dan Penutupan Lahan Land cover atau penutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Land cover adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Sedangkan land use adalah tujuan manusia dalam mengeksplotasi land cover Lambin et al. 2003 Berdasarkan hasil interpretasi visual citra Landsat diperoleh hasil klasifikasi penggunaan lahan yang terdiri atas 8 kelas, yaitu : badan air, hutan, kebun campuran, kebun teh, ladang, lahan terbangun, sawah dan semak. Interpretasi visual dilakukan menggunakan pendekatan unsur interpretasi citra, diantaranya : warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs lokasi dan asosiasi. Kombinasi band yang digunakan untuk memudahkan interpretasi pada citra Landsat adalah adalah 5-4-3 dalam format, Red, Green, Blue RGB, karena memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga memudahkan dalam membedakan penggunaan dan penutupan lahan. Kenampakan penggunaan lahan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS pada citra Landsat dengan skala 1 : 25.000 dapat dilihat pada Gambar 18. Badan Air Skala 1 :25000 Hutan Skala 1 :25000 Kebun Campuran Skala 1 :25000 Kebun Teh Skala 1 :25000 Gambar 18 Kenampakan penggunaan dan penutupan lahan skala 1 : 25.000 dari citra Landsat 41 Gambar 18 Lanjutan Badan Air. Kelas penggunaan lahan air pada citra Landsat memiliki warna biru dengan tekstur halus, serta bentuknya yang memanjang dan berliku- liku dan biasanya berbentuk sungai. Hutan. Dalam penggunaan hutan dapat berupa hutan alam dan hutan tanaman. Hutan alam merupakan area yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan secara alami dan membentuk suatu komunitas kehidupan biologi dan ekologi sendiri. Kenampakan hutan alam pada citra adalah berwarna hijau gelap dengan tekstur yang kasar. Tekstur hutan yang kasar karena vegetasi pada hutan mempunyai ukuran yang bervariasi dengan pola yang tidak teratur. Bayangan puncak gunung menunjukkan perbedaan ketinggian antara puncak gunung dan daerah di sekitarnya. Hutan tanaman merupakan areal yang bervegetasi pepohonan yang ditanami secara sengaja dengan jenis tertentu, Hutan tanaman terlihat dengan pola tanam yang teratur pada daerah datar. Untuk membedakan hutan alam dengan hutan tanaman, elemen lain seperti asosiasi juga sangat membantu dalam pengidentifikasian obyek karena aksesnya yang sulit dan tidak tersedianya jaringan jalan. Kebun campuran. Kebun campuran merupakan kawasan yang ditanami tanaman tahunan dengan tanaman beranekaragam jenis. Kenampakan warnanya beragam karena memiliki komposisi jenis, umur, jarak tanaman dan ukuran tinggi dan diameter yang beragam. Kebun campuran merupakan hasil perkembangan dari kegiatan perladangan, dimana lahan ditanami berbagai jenis tanaman kayu dan non kayu dengan jarak yang tidak teratur. Ladang Skala 1 :25000 Lahan terbangun Skala 1 :25000 Sawah Skala 1 :25000 Semak Skala 1 :25000 42 Kebun campuran yang didominasi jenis tanaman karet yang dimiliki masyarakat berada pada dataran rendah dan dekat dengan lokasi permukiman. Kebun campuran dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau bercampur kuning polanya yang tidak teratur dan teksturnya yang kasar. Kebun Teh. Perkebunan teh merupakan area yang ditanami tanaman teh yang dikelola pada pola tertentu. Lokasi perkebunan teh dimiliki oleh swasta yang berada pada daerah dataran tinggi. Pada citra Landsat perkebunan teh mudah dikenali dengan melihat elemen warnanya yang hijau muda dan kuning terang, dan bertekstur halus. Pada kawasan TNGHS lokasi perkebunan teh berada pada enclave. Ladang. Kelas penggunaan lahan ladang merupakan areal pertanian berupa tanah ladangtegalan. Ladang biasanya ditanami tanaman setahun yang bercampur dengan semakbelukar. Pada citra Landsat ladangtegalan terlihat berwarna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Lahan terbangun. Kelas penggunaan lahan terbangun terdiri kelas areal permukiman dan bangunan perusahaan. Obyek ini memiliki pola teratur mengikuti jalan dan berdekatan dengan sawah yang berbaur dengan vegetasi. Sedangkan bangunan perusahaan memiliki pola teratur. Lahan terbangun dapat terlihat jelas dengan warna merah tua. Sawah. Sawah merupakan areal yang ditutupi oleh tanaman padi yang terdiri atas pertanian lahan basah dan sawah tadah hujan yang dicirikan oleh pola pematang atau irigasi. Kelas ini merupakan gabungan dari beberapa fase penutupan antara lain : sawah fase tanam air di mana padi baru saja ditanam dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif-siap panen di mana padi berumur sekitar 2-4 bulan, dan sawah fase bera yang merupakan fase istirahat di mana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah ditampilkan dengan warna beragam. Pada citra Landsat, sawah fase air ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan tekstur halus. Semak. Semakbelukar pada citra memiliki warna hijau kekuningan dengan tekstur yang halus, memiliki pola yang tidak teratur, dan umumnya dijumpai diperbatasan antara hutan dengan lahan budidaya kebun campuran atau ladang. Semak dapat berupa lahan yang ditumbuhi sedikit vegetasiterbuka termasuk di antaranya batuan puncak gunung, lahan terbuka bekas kebakaran, lahan bekas tambang, dan lahan terbuka untuk persiapanpembukaan lahan. Kemampuan dan pengalaman interpreter menjadi penting di dalam melakukan interpretasi visual disamping penguasaan kunci dan pedoman interpretasi citra di dalam rangka mengurangi subjektifitas penilaian interpretasi citra. Peta citra Landsat kawasan TNGHS tertera pada lampiran 1 dan lampiran 2.

5.1.2 Uji Hasil Interpretasi

Untuk menilai seberapa besar tingkat ketepatan hasil interpretasi citra Landsat perlu dilakukan uji akurasinya sebagai evaluasi terhadap kondisi yang sebenarnya di lapangan. Keakuratan tersebut, meliputi : kebenaran jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan, pemberian nama secara benar, dan persentase 43 banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Matrik Kesalahan, Akurasi dan Nilai Kappa Citra Landsat Kawasan TNGHS disajikan pada Tabel 11 dibawah ini Tabel 11 Matrik Kesalahan, Akurasi dan Nilai Kappa Citra Landsat Kawasan TNGHS Jenis Tutupan Lahan Data Referensi Jumlah Hasil Interpretasi Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Badan Air 1 1 Hutan 45 2 47 Kebun Campuran 29 29 Kebun Teh 5 5 Ladang 4 22 26 Lahan terbangun 7 7 Sawah 2 2 11 15 Semak 1 4 15 20 Jumlah 1 46 39 5 24 7 11 17 150 Akurasi hasil klasifikasi pada citra Landsat resolusi 30 m, nilai overall accuracy yang diperoleh sebesar 90,00 dan kappa accuracy mencapai 87,83. Hal ini menunjukkan bahwa dengan metode Stratified Random Sampling, hasil interpretasi tutupan penggunaan lahan di kawasan TNGHS memiliki ketelitian 90. Nilai overall accuracy menguji titik-titik uji dengan menghitung nilai diagonal yaitu titik interpretasi yang sama jenis penggunaan lahannya dengan hasil cek lapangan. Kappa accuracy mempertimbangkan comission dan omission. Hal ini menyebabkan nilai Overall Accuracy memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kappa Accuracy. Users Accuracy Produsers Accuracy Omission Comission Overall Accuracy Kappa Accuracy 100 100 90.00 87,83 96 98 2 4 100 74 26 100 100 85 92 8 15 100 100 73 100 27 75 88 12 25 44

5.1.3 Luas Perubahan Penggunaan Lahan

Luas perubahan penggunaan lahan di kawasan TNGHS tahun 2000 dan 2010 tertera pada Tabel 12 dan Gambar 19. Tabel 12 Luas perubahan penggunaan lahan di kawasan TNGHS tahun 2000-2010 Penggunaan Lahan 2000 2010 Perubahan ha Ha ha Badan Air 169 0,15 169 0,15 0,00 Hutan 71.621 63,43 65.349 57,88 -6.272 -5,55 Kebun Campuran 10.180 9,02 10.856 9,61 676 0,60 Kebun Teh 1.624 1,44 1.987 1,76 363 0,32 Ladang 7.259 6,43 9.753 8,64 2.494 2,21 Lahan terbangun 657 0,58 1.040 0,92 383 0,34 Sawah 7.129 6,31 8.772 7,77 1.643 1,46 Semak 14.273 12,64 14.986 13,27 713 0,63 Jumlah 112.912 100,00 112.912 100,00 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa selama periode tahun 2000-2010, badan air memiliki luas penggunaan lahan 169 ha atau 0,15 dari luas wilayah kawasan TNGSH. Selama periode tahun 2000 - 2010, penggunaan lahan badan air tidak berubahtetap Perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi pada kawasan hutan yang mengalami pengurangan sebesar 5,55. Penurunan luasan hutan diikuti oleh kenaikan luasan ladang sebesar 2,21 , sawah sebesar 1,46, semak sebesar 0,63, kebun campuran sebesar 0,60 , lahan terbangun sebesar 0,63 dan kebun teh sebesar 0,32 . Perbandingan peta penggunaan lahan di kawasan TNGHS tahun 2000 dan 2010 disajikan pada Gambar 20. Gambar 19 Grafik perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS periode 2000-2010 45 a Peta penggunaan lahan kawasan TNGHS tahun 2000 b Peta penggunaan lahan kawasan TNGHS tahun 2010 Gambar 20 Perbandingan peta penggunaan lahan di kawasan TNGHS tahun 2000 dan 2010 46

5.1.4 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pada Berbagai Zona

Luas perubahan penggunaan lahan di kawasan TNGHS periode tahun 2000- 2010 pada berbagai zona disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Matriks perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS periode tahun 2000-2010 pada berbagai zona Penggunaan lahan tahun 2000 ha Penggunaan lahan tahun 2010 ha Zona Inti Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air Hutan 31.044 5 15 5 1 176 31.246 Kebun Campuran Kebun Teh Ladang 4 11 1 1 2 19 Lahan terbangun 5 5 Sawah 2 13 15 Semak 28 1 4 1 60 94 Jumlah 31.076 6 3 32 11 3 248 31.379 Zona Rimba Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 26 26 Hutan 17.293 136 29 270 9 62 1.122 18.921 Kebun Campuran 29 27 8 47 8 52 171 Kebun Teh 75 75 Ladang 42 11 2 231 7 171 494 Lahan terbangun 47 47 Sawah 2 20 88 1 111 Semak 247 49 18 190 1 32 868 1.405 Jumlah 26 17.611 225 132 758 64 220 2.214 21.250 Zona Pemanfaatan Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 13 1 13 Hutan 807 14 17 1 11 130 980 Kebun Campuran 1 2 3 4 10 Kebun Teh 4 3 7 Ladang 7 11 2 5 11 36 Lahan terbangun 5 5 Sawah 6 12 171 189 Semak 25 7 5 182 219 Jumlah 13 839 14 5 46 8 36 498 1.459 Zona Rehabilitasi Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 22 22 Hutan 7.852 836 2 665 7 219 2.369 11.950 Kebun Campuran 444 2985 10 513 12 271 839 5.074 Kebun Teh 12 1 2 15 Ladang 93 393 1.462 9 249 723 2.929 Lahan terbangun 38 38 Sawah 98 206 3 829 104 1.240 Semak 471 925 21 1307 7 272 3.854 6.857 Jumlah 22 8.860 5.237 45 4.153 76 1.841 7.891 28.125 47 Tabel 13 Lanjutan Penggunaan lahan tahun 2000 ha Penggunaan lahan tahun 2010 ha Zona Khusus Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 86 86 Hutan 4.928 583 6 382 22 172 623 6.716 Kebun Campuran 385 2329 17 442 53 318 269 3.813 Kebun Teh 240 5 4 8 8 265 Ladang 38 361 9 1344 43 452 324 2.571 Lahan terbangun 305 1 306 Sawah 139 343 42 3.108 5 3.637 Semak 214 791 33 957 40 374 1.731 4.140 Jumlah 86 5.565 4.203 305 3.473 509 4.433 2.960 21.534 Zona Tradisional Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 2 2 Hutan 574 28 2 25 3 5 142 789 Kebun Campuran 15 92 8 7 2 12 18 154 Kebun Teh 100 1 3 104 Ladang 8 5 2 26 3 14 58 Lahan terbangun 20 20 Sawah 1 3 3 30 37 Semak 38 6 8 13 2 3 173 243 Jumlah 2 635 132 120 75 30 66 347 1.407 Zona Budaya Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air Hutan 2 2 Kebun Campuran 2 2 Kebun Teh Ladang 2 2 Lahan terbangun 2 2 Sawah Semak 2 2 Jumlah 2 2 6 10 Enclave Badan Air Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Ladang Lahan terbangun Sawah Semak Jumlah Badan Air 20 20 Hutan 624 121 12 58 8 60 134 1.017 Kebun Campuran 73 531 38 104 22 98 90 956 Kebun Teh 1.103 16 12 18 9 1.158 Ladang 21 114 83 623 29 207 73 1.150 Lahan terbangun 234 234 Sawah 44 145 28 1.655 28 1.900 Semak 42 227 141 270 10 135 488 1.313 Jumlah 20 760 1.037 1.377 1.216 343 2.173 822 7.748 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS selama periode tahun 2000-2010 terjadi pada semua zona. Akan tetapi perubahan penggunaan lahan pada zona rimba dan zona rehabilitasi tidak sesuai dengan fungsi zonasinya. Terutama perubahan hutan menjadi penggunaan lahan semak, ladang, kebun campuran, dan sawah. Penurunan luas hutan menjadi penggunaan lahan lainnya pada zona rimba dan zona rehabilitasi perlu mendapat perhatian dari balai TNGHS agar kondisinya tidak semakin rusak. Upaya pengamanan kawasan dan penyuluhan kepada masyarakat akan memulihkan kembali fungsi dari kawasan hutan sebagai 48 penyangga kehidupan. Perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS selama periode tahun 2000-2010 terjadi pada semua zona sebagai berikut : Zona Inti. Penutupanan lahan pada zona inti didominasi oleh hutan sebesar 31.076 ha atau sekitar 99,00 dari luas zona inti. Pada zona inti, terjadi perubahan penggunaan hutan menjadi semak sebesar 176 ha, ladang sebesar 15 ha dan kebun campuran sebesar 5 ha. Zona inti pada kawasan TNGHS relatif aman dari perubahan penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan topografi wilayah yang bergunung-gunung dan disertai tidak adanya akses jalan ke zona ini. Zona Rimba. Secara geografis zona ini merupakan penyangga zona inti kawasan TNGHS. Pada tahun 2000 penutupan lahan di zona rimba di dominasi oleh hutan sebesar 18.821 ha atau sekitar 89,04 dari luas zona rimba. Pada tahun 2010 luas hutan pada zona rimba berkurang menjadi 17.611 ha atau sekitar 82,87 dari luas zona rimba. Penurunan luas hutan pada zona rimba terjadi akibat adanya konversi hutan menjadi penggunaan lahan lainnya, antara lain : semak, ladang, kebun campuran, dan sawah. Penggunaan lahan yang meningkat pada zona rimba antara lain semak, ladang, dan sawah. Pada tahun 2010 luas semak bertambah 809 ha menjadi 2.214 ha, luas ladang bertambah 264 ha menjadi 758 ha, sedangkan luas sawah bertambah 109 ha menjadi 220 ha. Zona Pemanfaatan. Pada tahun 2010 penutupan lahan yang mendominasi zona pemanfaatan adalah hutan sebesar seluas 839 ha atau 57,50 dan semak sebesar 498 ha atau sekitar 34,13. Selama periode 2000-2010 terjadi penurunan luasan hutan pada zona pemanfaatan sebesar 141 ha yang diikuti dengan peningkatan semak sebesar 279 ha. Zona Rehabilitasi. Zona rehabilitasi pada kawasan TNGHS merupakan ekosistem penting serta menjadi habitat spesies penting yang telah terdegradasi. Pada tahun 2010 penutupan lahan yang mendominasi zona rehabilitasi adalah hutan sebesar seluas 8.860 ha 31,50, semak sebesar 7.891 ha 28,05, kebun campuran sebesar 5.237 ha 18,62, ladang sebesar 4.153 ha 14,76 dan sawah sebesar 1.841 ha 6,54. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada periode tahun 2000- 2010 adalah hutan sebesar 3.090 ha dan semak sebesar 1.034 ha. Hal ini diikuti dengan adanya peningkatan penggunaan lahan ladang, sawah dan kebun campuran. Pada tahun 2010 luas ladang bertambah 1.224 ha, luas sawah bertambah 601 ha, dan luas kebun campuran bertambah 163 ha. Penurunan luas hutan pada zona rehabilitasi menjadi penggunaan lahan lainnya perlu mendapat perhatian dari Balai TNGHS agar kondisinya tidak semakin rusak. Dimasa depan, setelah ekosistem dinilai pulih kembali, zona rehabilitasi dapat ditetapkan sebagai zona inti, zona rimba ataupun zona pemanfaatan. Zona Khusus. Zona khusus pada kawasan TNGHS merupakan wilayah yang telah ada kelompok masyarakat yang berdomisili sebelum ditetapkan dan saranaprasarana seperti telekomunikasi, transportasi, listrik dan sebagainya. Zona khusus pada kawasan ini berupa model kampung konservasi MKK Perusahaan, SUTET Saluran Umum Tegangan Ekstra Tinggi dan jalan Provinsi. Pada tahun 2010 penutupan lahan yang mendominasi zona khusus adalah hutan sebesar 5.565 ha 25,84, sawah sebesar 4.433 ha 20,58, kebun 49 campuran sebesar 4.203 ha 19,51, ladang sebesar 3.473 ha 16,12 dan semak sebesar 2.960 ha 13,74, dan lahan terbangun sebesar 509 ha 2,36. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada periode tahun 2000- 2010 pada zona khusus adalah hutan sebesar 1.151 ha dan semak sebesar 1.180 ha. Hal ini diikuti dengan adanya peningkatan penggunaan lahan ladang, sawah, kebun campuran dan lahan terbangun. Pada tahun 2010 luas ladang bertambah 904 ha, luas sawah bertambah 796 ha, luas kebun campuran bertambah 390 ha dan lahan terbangun bertambah sebesar 203 ha. Zona Tradisional . Zona tradisional merupakan wilayah dimana penduduk secara tradisional memanfaatkan hasil hutan non kayu. Selain itu zona tradisional merupakan wilayah kasepuhan yang berada di kawasan TNGHS. Selama periode tahun 2000-2010 penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada zona tradisional adalah hutan sebesar 154 ha dan kebun campuran sebesar 22 ha. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan antara lain semak, ladang, sawah, dan lahan terbangun. Pada tahun 2010 luas semak bertambah 104 ha, luas ladang bertambah 62 ha, luas sawah bertambah 29 ha dan lahan terbangun bertambah sebesar 10 ha. Zona Budaya . Identifikasi zona budaya dilakukan dengan penelusuran sejarah berupa areal yang penting bagi kegiatan religi dan budaya seperti makam dipuncak Gunung Salak, situs Cibedug dan situs Kosala di Kabupaten Lebak. Tututapn lahan di zona budaya antara lain berupa hutan, semak dan lahan terbangun. Enclave. Kawasan Enclave merupakan kawasan yang bukan merupakan bagian dari pengelolaan TNGHS akan tetapi secara geografis berada di dalam kawasan TNGHS. Kawasan ini berupa kawasan permukiman kasepuhan, kawasan perkebunan teh swasta PTPN VIII Cianten dan PT. Nirmala Agung dan areal penggunaan lainnya. Pada tahun 2010 penutupan lahan yang mendominasi enclave adalah sawah sebesar 2.173 ha 28,05, kebun teh sebesar 1.377 ha 17,77 , ladang sebesar 1.216 ha 15,69, kebun campuran sebesar 1.037 ha 13,38, semak sebesar 822 ha 10,61 dan hutan sebesar 760 ha 9,81. Selama periode tahun 2000-2010 penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada kawasan enclave adalah semak sebesar 491 ha, hutan sebesar 257 ha dan kebun campuran sebesar 121 ha. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan antara lain ladang, sawah, kebun teh, dan lahan terbangun. Pada tahun 2010 luas ladang bertambah 982 ha, luas sawah bertambah 273 ha, luas kebun teh bertambah 227 ha dan lahan terbangun bertambah sebesar 109 ha. Gambar 21 di bawah ini menunjukkan grafik perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS periode tahun 2000-2010 pada berbagai zona. 50 a Zona inti b Zona Rimba c Zona Pemanfaatan d Zona Rehabilitasi e Zona Khusus f Zona Tradisional g Zona Budaya h Enclave Gambar 21 Grafik perubahan penggunaan lahan kawasan TNGHS periode tahun 2000-2010 pada berbagai zona. 51

5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan pada periode tahun 2000 - 2010. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan regresi logistik biner. Analisis regresi biner dilakukan dengan metode bertatar stepwise. Hasil regresi logistik diuji ketepannya dengan metode ROC Relative Operating Characteristics dengan nilai antara 0,5-1,0. Jumlah titik raster yang dianalisis adalah 112.912 ha. Luas perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan adalah 8.497 Ha dari keseluruhan 112.912 ha. Tabel 14 memperlihatkan dari 11 variabel bebas yang dianalisis menggunakan regresi logistik, terdapat 8 variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian. Berdasarkan besaran nilai β, maka variabel bebas yang mempengaruhi peluang meningkatnya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan adalah kepadatan penduduk, kepadatan tenaga pertanian, formasi geologi, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, dan jarak ke kota terdekat. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan adalah kepadatan penduduk, karena pertambahan jumlah penduduk diikuti dengan adanya pertambahan luasan lahan untuk pertanian maupun untuk permukiman. Hal ini ditunjukan dengan nilai Exp β yang tertinggi, yaitu 1.624. Tabel 14 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan hutan menjadi Non-hutan Variabel Bebas β Sig. Exp β Kepadatan penduduk 0.485 0.005 1.624 Kepadatan Tenaga Pertanian -0.626 0.000 0.535 Formasi geologi 0.052 0.009 1.053 Jenis tanah Elevasi -0.234 0.000 0.792 Kemiringan Lereng 0.137 0.001 1.147 Curah hujan 0.194 0.000 1.214 Jarak ke jalan -0.410 0.000 0.664 Jarak ke pusat kota Jarak ke kota terdekat -0.075 0.031 0.928 Jarak ke sungai Konstanta -1.648 0.000 0.192 Akurasi ROC 0.643 Variabel yang memiliki nilai koefisien β terbesar dan bernilai positif yaitu variabel kepadatan penduduk. Variabel ini merupakan jumlah penduduk dalam satuan wilayah desa per hektar. Berdasarkan nilai perhitungan regresi logistik, kemungkinan terjadinya perubahan lahan hutan menjadi non hutan berada pada lokasi dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Nilai akurasi hasil regresi logistik didapatkan 0,643. Hal ini berarti bahwa variabel bebas tersebut di atas secara statistik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi non-hutan. 52

5.3 Model spasial Perubahan Penggunaan Lahan