2.3.4 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstrak dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan
langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik sebab-akibat. Model merupakan abstraksi dari suatu realitas, sehingga wujudnya kurang kompleks
daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas itu sendiri Marimin 2005.
Pemodelan perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu cara untuk memahami dan menjelaskan dinamika perubahan penggunaan lahan. Analisis
aspek biofisik, sosial, dapat di integrasikan dengan perkembangan model. Veldkamp dan Verburg, 2004.
Secara umum Briassoulis 2000 menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model perubahan
penggunaan lahan dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu model statistik dan ekonometrik statistical and econometric models, model interaksi spasial spatial
interaction model, model optimasi optimation model, dan model terintegrasi integrated model. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan pada deteksi
perubahan penggunaan dan penutupan lahan, salah satunya adalah CLUE-S.
Conversion of Land Use and its Effect atau CLUE merupakan
pendekatan empiris yang dilakukan dengan studi kasus antara lain di Atlantic Zone Costa Rica, China, Ekuador, Honduras, dan Pulau Jawa Veldkamp et al.
2001. Model ini merupakan model terpadu, secara spasial nyata, dinamis dan berdasarkan pada sosial ekonomi dan lingkungan. Pemodelan dengan CLUE
terdiri atas dua tahap, yaitu 1 analisis pola perubahan penggunaan lahan yang berasal dari penggunaan lahan lampau dan saat ini, sehingga dapat diketahui
variabel penentu driving factors yang paling mempengaruhi baik dari aspek biofisik, sosial ekonomi maupun kebijakan, 2 menggunakan hasil analisis
tersebut untuk menetapkan skenario yang memungkinkan untuk dilakukan. Model CLUE ini terdiri dari modul permintaan demand module dan modul Alokasi
allocation module.
Verbrug et
al. 1999 mengaplikasikan model CLUE untuk
mensimulasikan kondisi tekanan penduduk terhadap perubahan penggunaan lahan di Pulau Jawa. Penggunaan lahannya diklasifikasikan menjadi enam kelas, yaitu :
ladang berpindah, sawah, kebun dan tegalan, permukiman dan industri, perkebunan, dan lainnya. Hasil dan penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan
ladang berpindah terdapat di bagian barat Pulau Jawa, areal persawahan mengalami penurunan di bagian utara Pulau Jawa dan penggunaan permukiman
meningkat di sebagian wilayah pulau terutama di bagian barat.
Conversion of Land Use and its Effect at Small regional extent CLUE- S.
Verburg et al. 2002 mengembangkan pemodelan spasial untuk perubahan
penggunaan lahan pada areal lebih kecil dari nasional atau provinsi. Model ini dinamakan Conversion of Land Use and Its Effect at Small regional extent atau
CLUE-S. Pada pemodelan dengan CLUE-S ini beberapa konsep digunakan berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan yaitu konektivitas, stabilitas dan
resilience. Konektivitas merupakan suatu istilah yang menentukan menjelaskan bahwa lokasi-lokasi mempunyai hubungan spasial, misalnya suatu jarak tertentu
satu sama lain. Stabilitas merupakan karakter suatu jenis penggunaan lahan
tertentu untuk terkonversi. Resilience atau daya lenting merupakan kapasitas menyangga dari suatu ekosistem atau masyarakat dalam menerima gangguan.
Model CLUE-S ini telah diterapkan di DAS Selangor Malaysia, Pulau Sibuyan Filipina, dan Provinsi Bac Kan Vietnam, Kabupaten San Mariano
Filipina, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor Indonesia. Selain itu juga model ini telah dilakukan untuk menggambarkan
faktor aksesibilitas sebagai driver dari perubahan penggunaan lahan di Kabupaten San Mariano Filipina. Keuntungan penggunaan model ini adalah pertimbangan
secara eksplisit untuk memfungsikan sistem land use secara keseluruhan.
Aplikasi CLUE-S di DAS Selangor. Engelsman 2002 melakukan
pemodelan spasial peruhahan penggunaan lahan dengan model CLUE-S untuk wilayah perkotaan di DAS Selangor, Malaysia. Penggunaan lahan yang digunakan
terdiri atas delapan kelas, yaitu hutan, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan campuran, semak dan padang rumput, lahan pertambangan, lahan
urban dan wilayah perairan. Driving factors-nya adalah ketinggian wilayah jarak ke jalan, jarak ke laut, jarak ke pusat permukiman, jarak ke pusat hutan, jenis
tanah alluvial dan fluvisol, lapisan tanah tanah dangkal, kelas kesesuaian lahan, kepadatan penduduk dan tenaga kerja sektor pertanian. Hasil dan perhitungan
regresi logistik dapat diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi adalah jarak terhadap pusat permukiman dan jarak terhadap jalan. Hasil dan pemodelan
ini menunjukkan bahwa kebutuhan penggunaan lahan untuk wilayah perkotaan meningkat selama periode 1999-2014 dan hasil simulasinya menunjukkan bahwa
persebaran wilayah perkotaan menyebar dari selatan ke utara sampai perbatasan Kuala Lumpur. Perkembangan ini seperti suatu koridor yang membentang
sepanjang jalan utama sampai ke bagian barat Semenanjung Malaysia.
Aplikasi CLUE-S di Pulau Sibuyan Filipina. Pemodelan perubahan
penggunaan lahan di Pulau Sibuyan Filipina dilakukan oleh Verburg et al. 2002. Tujuan dilakukan pemodelan spasial ini adalah untuk membangun model
spasial dinamik perubahan penggunaan lahan pada skala regional. Penggunaan lahan dikiasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu : hutan, perkebunan kelapa sawit,
padang rumput, sawah dan lainnya mangrove dan permukiman. Driving factors- nya adalah ketinggian, kemiringan lereng, jarak ke kota, jarak ke sungai, jarak ke
jalan, jarak ke pantai, geologi, bahaya erosi dan kepadatan penduduk. Model ini mengintegrasikan modul kebutuhan lahan non spasial dan modul pengalokasian
penggunaan lahan spasial. Unit analisisnya adalah berupa piksel ukuran 1 .000x 1.000 m. analisis non spasial berupa laju perubahan penggunaan lahan periode
sebelumnya yang diperoleh dari data penginderaan jauh multi waktu yang digunakan untuk memprediksi kebutuhan penggunaan lahan masa datang.
Analisis spasial menggunakan pendekatan cellular automata CA dengan regresi logistik sebagai transition rule-nya. Hasil pemodelan ini adalah model yang
mudah diterapkan pada situasi perubahan penggunaan lahan dan daerah studi yang tidak ada pembatasan area.
Soepbroer 2001 mengaplikasikan model CLUE-S di Pulau Sibuyan Filipina. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengaplikasikan program ini secara
realistis dan untuk menganalisis kinerjanya. Data dengan menggunakan ukuran sel 250 m
2
, pada periode 15 tahun yaitu 1997-2012. Penggunaan lahannya diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu : hutan, kelapa, rumput, padi dan
lainnya. Hasil pemodelan spasial menggambarkan adanya lahan terbangun di
sepanjang kaki pegunungan, padang rumput berkembang di bagian utara, perkebunan kelapa berkembang ke bagian barat dan penanaman padi yang
dipusatkan pada bagian utara pulau dan di sepanjang pantai utara dan pantai barat. Hasil pemodelan ini dapat menggambarkan secara baik suatu kondisi penggunaan
lahan yang kompleks pada wilayah yang lebih kecil.
Aplikasi CLUE-S untuk Pemodelan Aksesibilitas. Witte 2003
mengaplikasikan model CLUE-S untuk pemodelan aksesibilitas. Aksesibilitas diduga mempunyai pengaruh dalam perubahan penggunaan lahan. Variabel
aksesibilitas dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan waktu tempuh. Hasil dan penelitian ini menunjukkan bahwa tiga tipe aksebilitas berdasarkan waktu tempuh
memberikan dampak besar terhadap perubahan penggunaan lahan, yaitu penduduk lebih terkonsentrasi pada wilayah yang mempunyai aksesibilitas dengan waktu
tempuh yang lebih cepat.
Aplikasi CLUE-S di Indonesia. Warlina 2007 mengaplikasikan model
CLUE-S di Kabupaten Bandung. Tujuan penelitiannya adalah untuk membangun model perubahan penggunaan lahan untuk konsep penataan ruang dalam rangka
pembangunan wilayah berkelanjutan. Data dengan menggunakan ukuran sel 250 m
2
Kurniawan 2012 mengaplikasikan model CLUE-S di Kabupaten Sukabumi. Tujuan penelitiannya adalah membangun model spasial perubahan
penggunaan lahan dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Sukabumi. Data dengan menggunakan ukuran sel 100 m
, pada periode 20 tahun yaitu 2003-2023. Penggunaan lahannya diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu : air, hutan, lainnya, kawasan terbangun,
perkebunan, pertanian lahan kering dan sawah. Hasil pemodelan spasial menggambarkan terdapat penurunan pada kawasan hutan sebesar 11 dan
peningkatan jenis penggunaan lahan pertanian lahan kering meningkat 70 dan kawasan terbangun menjadi 17 . Hasil pemodelan ini akan lebih baik dengan
menerapkan spasial policy untuk mengatur wilayah tertentu agar tidak terkonversi.
2
Dari beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa model CLUE-S dapat diaplikasikan pada pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan
berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik aspek biofisik wilayah, aspek sosial ekonomi maupun aspek aksesibilitas. Model ini juga dapat dikembangkan dengan
mengaitkan aspek bencana alam dan aspek ketahanan pangan dalam memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang.
, pada periode 23 tahun yaitu 2010-2032. Penggunaan lahannya diklasifikasikan menjadi
lima kelas, yaitu : air, hutan, kawasan terbangun, lahan kering, perkebunan, sawah dan lainnya. Hasil pemodelan spasial menggambarkan terdapat penurunan pada
kawasan hutan menjadi lahan pertanian, dan terjadi peningkatan kawasan terbangun dan lahan kering. Validasi pemodelan ini dapat memprediksi
penggunaan lahan pada tahun 2032 dengan akurasi 91,25.
Perbedaan pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan antara dengan model CLUE dan CLUE-S adalah dalam aspek skala dan sumber data. Model
CLUE diaplikasikan dalam skala luas baik nasional atau level benua. Unit analisisnya berupa piksel dengan resolusi kasar, yaitu : ukuran piksel lebih besar
dari 1.000 x 1.000 m. Data pcnggunaan lahan diperoleh dengan cara sensus atau survei. Model CLUE-S diaplikasikan untuk wilayah lebih kecil dalam skala lokal
atau regional. Unit analisisnya berupa piksel dengan resolusi yang lebih halus,
yaitu : ukuran piksel kurang dari l.000 x 1.000 m. Penggunaan lahan diperoleh dari peta atau data penginderaan jauh remote sensing Verburg et al. 2002.
2.4 Sistem Informasi Geografis SIG