1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS yang memiliki luas 113.357 ha berdasarkan Surat Penunjukan Menteri Kehutanan No.175Kpts-
II2003. Saat ini TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis terluas di pulau Jawa Balai TNGHS 2006.
Kawasan TNGHS memiliki peranan penting dalam perlindungan hutan hujan dataran rendah dan sebagai wilayah tangkapan air bagi kabupaten-
kabupaten di sekelilingnya. Selain itu, ekosistem TNGHS berperan penting sebagai pengatur tata air dan ikim mikro, konservasi hidupan liar, tempat
penelitian, pendidikan lingkungan, kegiatan ekowisata dan pelestarian budaya setempat.
Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Nomor SK.128IV-SekHO2006 tanggal 25 Juli 2006, TNGHS
ditunjuk sebagai salah satu model taman nasional dari 21 taman nasional yang ditetapkan. Pembentukan ini ditujukan untuk mempersiapkan infrastruktur dan
kelembagaan pengelola taman nasional agar mampu lebih berdaya guna dan mampu menggalang pendanaan secara mandiri. Selain itu, Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No 776Menhut-II2009 tanggal 7 Desember 2009 ditetapkan lahan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS sebagai
wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Konservasi.
Kawasan TNGHS secara administratif berada di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak di Provinsi Banten, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor
di Provinsi Jawa Barat. Pola dan struktur ruang di dalam RTRW Kabupaten idealnya sama dengan sistem zonasi TNGHS yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah, dalam hal ini kewenangannya berada di bawah Kementerian Kehutanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.56 Tahun 2006a tentang pedoman zonasi taman nasional, zonasi taman nasional didasarkan pada potensi
dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengelolaannya agar dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat
di dalam dan di sekitar hutan TNGHS, maka ditetapkan pembagian zonasi. TNGHS dibagi menjadi zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona
lainnya meliputi : zona rehabilitasi, zona budaya, enclave, dan zona khusus, sedangkan di luar kawasan ditetapkan sebagai zona peyangga.
Berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya alam di dalam kawasan TNGHS umumnya telah berlangsung sejak sebelum ditetapkannya kawasan
tersebut sebagai taman nasional. Beberapa kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di TNGHS yang penting, antara lain: penggunaan lahan untuk permukiman,
budidaya pertanian, penambangan emas dan galena, pembangunan infrastruktur jaringan listrik, jalan kabupaten dan provinsi, serta pusat pemerintahan
desa dan pemanfaatan hasil hutan di dalam kawasan TNGHS Balai TNGHS, 2006.
Berbagai kegiatan pemanfaatan lahan oleh masyarakat di dalam wilayah kelola TNGHS yang tidak sesuai dengan rencana zonasi TNGHS akan
menyebabkan terganggunya ekosistem hutan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Prasetyo dan Setiawan 2006 diperkirakan terjadi deforestasi kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak seluas 21.586,1 ha 25,68 pada periode 1989 – 2004.
Balai TNGHS 2006 menyebutkan bahwa kerusakan ekosistem di TNGHS disebabkan oleh berbagai kegiatan antara lain kegiatan illegal dan
bencana alam. Kegiatan illegal yang terjadi adalah penambangan emas tanpa ijin, penebangan liar, perburuan satwa liar dan eksploitasi flora yang bernilai ekonomi
tinggi, serta perambahan hutan terkait perluasan penggunaan lahan untuk permukiman, lahan pertanian, dan kebutuhan lainnya.
Data dan informasi mengenai permodelan spasial kondisi kawasan hutan, terutama perubahan penutupan lahannya merupakan hal yang penting karena
diperlukan dalam pertimbangan pengambilan keputusan pengelolaan kawasan hutan. Perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan sebagai interaksi
masyarakat dengan hutan dan faktor pendorongnya harus diketahui. Perubahan penggunaan lahan dapat diprediksi secara kuantitatif dengan memasukkan faktor-
faktor fisik, sosial, ekonomi dan kebijakan Munibah et al. 2010. Prediksi perubahan penggunaan lahan dapat dianalisis melalui berbagai pendekatan model,
salah satunya adalah CLUE-S.
Model CLUE-S ini merupakan gabungan dari pemodelan empiris, analisis spasial, dan model dinamis, serta merupakan model terpadu, secara spasial nyata,
dinamis dan berdasarkan pada sosial ekonomi dan lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah