Kota dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desain dan Perancangan

Menurut Pramukanto 2006, roof landscape atau lebih dikenal dengan green roof, rooftop garden, atau roof garden merupakan salah satu pemberdayaan potensi ruang yang tidak termanfaatkan, yaitu pada atap bangunan menjadi sebuah ruang hijau yang dapat memberikan banyak manfaat baik dalam skala mikro maupun skala kota. Pengembangan ruang hijau vertikal ini mempunyai peran ekoarsitektur dalam meningkatkan keragaman biologis di perkotaan. Green roof atau yang lebih dikenal dengan nama roof garden taman atap mempunyai pengertian ruang hijau di atas atap yang memanfaatkan vegetasi hidup Voogt, 2004. Dengan kata lain, roof garden adalah taman yang berada di atap bangunan dengan semua unsur tanaman yang terdapat di dalam taman tersebut diupayakan berada di atap. Pembentukan roof garden yang paling sederhana adalah berupa penambahan fasilitas bak tanaman yang dipasang di tepian beranda dan ditanami dengan tanaman hias pot ataupun tanaman rambat. Menurut Apsari 2007, konsep taman atap telah menjadi inspirasi sejak enam abad sebelum masehi, yaitu dibangunnya Taman Gantung Babylonia yang bertujuan menciptakan tiruan alam di istana. Salah satu dari tujuh keajaiban ini dibangun oleh raja Kaldea, Nebupalassar, dan dilanjutkan oleh puteranya Nebuchadnezar. Taman ini berupa teras-teras bertingkat pada dinding kota seluas dua hektar dengan 3500 kaki di atas permukaan laut. Pada abad ke 19 daerah perbukitan di Islandia menjadi sumber inspirasi bentuk roof garden selanjutnya, disana para petani menanami atap rumahnya dengan rumput. Penghijauan atap era modern dimulai di Jerman, Swiss, Austria, dan negara Skandinavia pada tahun 1960-an. Sampai tahun 1996 lebih dari 3.2 juta m 2 ruang hijau dibangun di atap bangunan-bangunan di Jerman. Setelah Eropa, Amerika dan Kanada juga mengembangkan roof garden. Begitu pula dengan beberapa negara di Asia, seperti Singapura, Hongkong China, Jepang, dan Korea Sukaton et al., 2004; Pramukanto, 2006. Menurut Paramukanto 2006, roof garden dapat berimplikasi terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Roof garden dapat berperan sebagai lingkungan hidup yang menyediakan habitat untuk satwa liar terutama burung dan hewan kecil lainnya. Tanaman yang terdapat di roof garden dapat menjadi filter alami untuk mengurangi polusi udara dan debu karena tanaman dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sehingga akan mengurangi karbondioksida. Selain itu, tanaman yang terdapat di roof garden juga dapat menurunkan tingkat transfer bising dan proses fotosintesis yang dialami oleh tanaman dapat meningkatkan biomassa kota. Dengan demikian, secara garis besar manfaat roof garden dapat dikategorikan menurut fungsi ekoarsitektur, ekonomi, dan estetika. Roof garden adalah salah satu sistem modifikasi atap yang dapat menurunkan intensitas pulau pemanasan kota dengan menyediakan bayangan dan melalui evapotranspirasi yang melepaskan air dari tanaman ke udara di sekelilingnya sehingga kelembaban udara meningkat dan udara akan menjadi lebih segar. Keberadaan roof garden dapat menurunkan akumulasi panas dari bangunan dan menurunkan emisi polutan dari AC dan gas rumah kaca Voogt, 2004. Kehadiran roof garden pada suatu bangunan dapat menciptakan keindahan visual karena fungsi tanaman yang dapat melembutkan struktur bangunan yang kaku. Selain itu, pemanfaatan roof garden yang meluas dapat melembutkan horizon kota yang monoton sehingga predikat kota sebagai “hutan beton” dapat diminimalkan. Atap bertanaman dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 50 dB. Lapisan tanah setebal 12-20 cm dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 40- 46 dB Feriadi dan Frick, 2008. Menurut US EPA 2006, roof garden dapat diaplikasikan pada fasilitas industri, perm ukiman, perkantoran, serta fasilitas komersial lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bentuk bangunan. Pengembangan roof garden di perkotaan perlu diupayakan untuk membuka peluang terciptanya kawasan hijau bersifat alami yang merupakan bagian dari penataan ruang kota sebagai kawasan hijau.

2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa

Secara umum kondisi iklim tropis di kota misalnya di Jakarta, Surabaya, dan Bogor turut berperan penting dalam menentukan kebutuhan sistem penanaman dan jenis tanaman, serta memberi pertimbangan desain yang menentukan keberhasilan gagasan desain kawasan lanskap berbasis ekoarsitektur. Tiap atap bertanaman mempunyai keunikan karakter kondisi iklim mikro yang berhubungan dengan lokasi dan dipengaruhi oleh faktor orientasi bangunan, kondisi bangunan sekitarnya, pola pergerakan angin, dan fasilitas infrastruktur lingkungan yang perlu dipelajari selama fase desain Feriadi dan Frick, 2008.