tanaman yang terdapat di roof garden juga dapat menurunkan tingkat transfer bising dan proses fotosintesis yang dialami oleh tanaman dapat meningkatkan
biomassa kota. Dengan demikian, secara garis besar manfaat roof garden dapat dikategorikan menurut fungsi ekoarsitektur, ekonomi, dan estetika.
Roof garden adalah salah satu sistem modifikasi atap yang dapat menurunkan intensitas pulau pemanasan kota dengan menyediakan bayangan dan
melalui evapotranspirasi yang melepaskan air dari tanaman ke udara di sekelilingnya sehingga kelembaban udara meningkat dan udara akan menjadi
lebih segar. Keberadaan roof garden dapat menurunkan akumulasi panas dari bangunan dan menurunkan emisi polutan dari AC dan gas rumah kaca Voogt,
2004. Kehadiran roof garden pada suatu bangunan dapat menciptakan keindahan
visual karena fungsi tanaman yang dapat melembutkan struktur bangunan yang kaku. Selain itu, pemanfaatan roof garden yang meluas dapat melembutkan
horizon kota yang monoton sehingga predikat kota sebagai “hutan beton” dapat
diminimalkan. Atap bertanaman dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 50 dB.
Lapisan tanah setebal 12-20 cm dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 40- 46 dB Feriadi dan Frick, 2008.
Menurut US EPA 2006, roof garden dapat diaplikasikan pada fasilitas industri, perm
ukiman, perkantoran, serta fasilitas komersial lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bentuk bangunan. Pengembangan roof garden di perkotaan
perlu diupayakan untuk membuka peluang terciptanya kawasan hijau bersifat alami yang merupakan bagian dari penataan ruang kota sebagai kawasan hijau.
2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa
Secara umum kondisi iklim tropis di kota misalnya di Jakarta, Surabaya, dan Bogor turut berperan penting dalam menentukan kebutuhan sistem
penanaman dan jenis tanaman, serta memberi pertimbangan desain yang menentukan keberhasilan gagasan desain kawasan lanskap berbasis ekoarsitektur.
Tiap atap bertanaman mempunyai keunikan karakter kondisi iklim mikro yang berhubungan dengan lokasi dan dipengaruhi oleh faktor orientasi bangunan,
kondisi bangunan sekitarnya, pola pergerakan angin, dan fasilitas infrastruktur lingkungan yang perlu dipelajari selama fase desain Feriadi dan Frick, 2008.
Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick 2008, kondisi iklim mikro berubah seiiring dengan berubahnya ketinggian suatu tempat. Suhu udara ekstrem
dan angin yang bertiup lebih keras perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya. Bangunan sekitar akan mempengaruhi pola pergerakan angin seperti efek
terowongan angin, membentuk bayangan atau memantulkan cahaya. Dengan demikian, kajian menyeluruh mengenai atap bertanaman dalam kaitannya dengan
bangunan sekitarnya sangat diperlukan. Dalam beberapa segi tertentu, faktor yang kurang baik seperti angin dan
kelebihan sinar matahari dapat diatasi oleh perencanaan yang matang. Orientasi atap bertanaman dapat mempengaruhi jumlah angin dan sinar matahari yang
diperoleh. Bayangan yang disebabkan oleh bangunan sekitar turut menentukan jenis tanaman yang ditanam. Angin yang berlebihan dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan bagi pengguna, merusak tanaman atau merobohkan pohon sehingga dalam penerapannya pelindung angin dan pengikatan tanaman dengan
jangkar khusus mungkin diperlukan Feriadi dan Frick, 2008.
2.6 Desain Ekoarsitektur sebagai Solusi Masalah Lingkungan Kota
Menurut Feriadi dan Frick 2008, perbandingan antara lingkungan buatan dan lingkungan alam yang melewati ambang batas tertentu
menimbulkan “iklim kota”. Peningkatan suhu iklim kota tersebut rata-rata 1 – 2
O
C dan pada waktu malam dapat mencapai 6
O
C. Ditambah dengan pencemaran yang meningkat, beban atau risiko atas kesehatan manusia meningkat pula.
Tingkat kehangatan suhu dalam iklim kota pada siang hari naik di pusat kota, membubung di situ dan memadatkan partikel debu dan sebagainya. Dengan
demikian, udara tercemar membentuk semacam kanopi kabut atau asap yang mengurangi sinar matahari langsung dan cahaya alamiah. Udara tercemar tersebut
kemudian turun di pinggiran kota. Pada malam hari kanopi kabut tersebut mengurangi pemantulan suhu permukaan bumi ke angkasa, mengakibatkan
meningkatnya suhu sampai 6
O
C, dan menghalangi angin sejuk masuk ke dalam kota Feriadi dan Frick, 2008.
Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick 2008, kanopi kabutasap dan peningkatan suhu di dalam kota terjadi berdasarkan argumentasipenalaran
berikut: