Analisis Korespondensi – Tabel Burt

penjelas, dengan model ini dapat dilihat variabel penjelas mana yang paling mempengaruhi kualitas situ. Berdasarkan Benzérci 1973 web book statistic Analisis Korespondensi – Tabel Burt bertujuan untuk menduga parameter keterkaitan antara variabel-variabel penjelas dengan satu tujuan tertentu yang bersifat pengelompokkan. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi situ. Variabel-variabel yang digunakan adalah variabel kualitas situ, variabel-variabel kelembagaan dan variabel-variabel non kelembagaan. Masing-masing variabel penjelas diukur dalam data yang bersifat kategorikal nominal dan atau ordinal. Model analisis untuk kondisi situ dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f X 1, , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 , X 8 Variabel yang digunakan adalah : Y = Variabel kondisi situ dengan kategori : 1. Buruk 2. Sedang 3. Bagus X 1 = Kestabilan dengan kategori : 1. Tidak stabil 2. Stabil X 2 = Ukuran dengan kategori : 1. Kecil 2. Sedang 3. Besar X 3 = Pola sifat lingkungan dengan kategori : 1. Tidak tertata 2. Tertata X 4 = Interaksi ketergantungan dengan kategori : 1. Kecil 2. Sedang 3. Tinggi X 5 = Tingkat pemanfaatan dengan kategori : 1. Minimal 2. Sedang 3. Optimal X 6 = Pengelola Situ dengan kategori : 1. Lainnya 2. Pemda 3. Pemerintah Pusat X 7 = Peraturan dengan kategori : 1. Tidak ada 2. Ada X 8 = Dana pengelolaan situ dengan kategori : 1. Tidak cukup 2. Cukup Jika ditabulasikan maka model analisis dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 10. Variabel Kategorial Kondisi Situ Variabel Kategori Keterangan Y = Kondisi situ Bagus Sedang Jelek Kondisi air situ tidak tercemar dan badan situ bagus, batasnya jelas dan pengelolaanya bagus Kondisi situ berada di tengah-tengah antara kondisi bagus dan jelek Kondisi air situ tercemar dan badan situ tidak terawat, batasnya tidak jelas dan pengelolaanya tidak bagus X 1 = Kestabilan Stabil Tidak stabil Luas situ dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan Luas situ dari tahun ke tahun mengalami perubahan penyempitan X 2 = Ukuran ha Kecil Sedang Besar 0 – 5 5 – 15 15 X 3 = Pola sifat lingkungan Tertata Tidak Tertata Memiliki lansekap yang fungsional dan estetika Pemanfaatan tumpang tindih dan mengabaikan estetika X 4 = Interaksi ketergantungan Kecil Sedang Tinggi Terletak di daerah non permukiman dan dikuasai oleh sebuah otoritas Terletak di permukiman penduduk, dikuasai dan digunakan oleh kalangan tertentu Terletak di permukiman penduduk, dikuasai dan digunakan oleh banyak pihak Variabel Kategori Keterangan X 5 = Tingkat pemanfaatan Optimal Sedang Minimal Memiliki tiga fungi utama 1 Konservasi pengendali banjir dan resapan tampungan, 2 Bermanfaat secara sosial pariwisata dan ekonomi 3 Tidak ada daya rusak Hanya 2 fungsi saja Hanya 1 fungsi saja X 6 = Pengelola situ Pemerintah pusat Pemerintah daerah Lainnya Pemerintah pusat Pemerintah daerah Perguruan tinggi, swasta, X 7 = Peraturan Ada Tidak Ada peraturan yang melindungi keberlangsungan situ baik melalui SK Gubernur maupun lainnya Tidak ada peraturan yang melindungi keberlangsungan situ X 8 = Dana pengelolaan situ Cukup Tidak cukup Dana pengelolaan mencukupi untuk mengelola situ Dana pengelolaan tidak mencukupi untuk mengelola situ Adapun tahapan Analisis Korespondensi – Tabel Burt adalah: 1. Tahap 1, Skor Koordinat Dimensi 1 Tujuan dari analisis korespondensi adalah untuk mereproduksi jarak antar baris dan titik-titik kolom dalam sebuah tabel dua arah dalam tampilan yang lebih rendah-dimensi. Data yang diperoleh kemudian diberi skor setiap kategori dari tiap variabel kategorial Y, yakni variabel X 1 sampai X 8 2. Tahap 2, Proses Subtitusi Tabel data variabel kategorial Y, X 1 sampai X 8 untuk 39 situ diubah menjadi Tabel Skor variabel kategorial X 1 sampai X 8 untuk 39 situ 3. Tahap 3, Multikorelasi Dari Tabel skor variabel kategorial X 1 sampai X 8 untuk 39 situ kemudian dilakukan Analisis Korelasi antar varibel X 1 sampai X 8. Multikorelasi ditunjukkan dengan matriks korelasi antar varibael X 1 sampai X8. 4. Tahap 4, Analisis PCA Langkah selanjutnya adalah mentranformasi menjadi variabel ortogonal dengan Analisis Faktor Metode Ekstrasi PCA dan Rotasi Varimaks Normal. Dalam statistika, PCA Principal Component Analysis adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi data secara linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan varians maksimum. Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. 5. Tahap 5, Analisis Regresi Berganda Selanjutnya dengan menggunakan Analis Regresi Berganda diperoleh hasil uji nyata terhadap nilai penduga parameter koefisien keterkaitan ini menunjukkan variabel-variabel penjelas mana saja yang paling nyata significant kaitannya dengan variabel pengelompokkan tersebut. Analis Regresi merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Pada kenyataan sehari-hari sering dijumpai sebuah kejadian dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel, oleh karenanya dikembangkanlah analisis regresi berganda dengan model : Y = β + β + β + + β + ε p p Y X X ... X 0 1 1 2 2 Secara ringkas Prosedur Analisis Korespondensi – Tabel Burt dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Prosedur Analisis Burt 3.6.2. Analisis Pemahaman dan Pemanfaatan Situ oleh Stakeholders AHP Analysis Hierarchy Process Analisis terhadap pemahaman persepsi stakeholders di sekitar situ dilakukan dengan menggunakan analisis proses hirarki AHP. Metode dan Teori AHP menurut Mahi 1991 mensyaratkan penggunaannya untuk tidak keluar dari beberapa aturan baku yang sederhana. Beberapa aturan yang dibuat ini dimaksudkan untuk mempermudah proses analisanya. Dalam hal pengukuran, AHP menggunakan kebiasaan prilaku manusia dalam melakukan pengukuran sederhana, yaitu dengan menggunakan perbandingan. Asas perbandingan sering digunakan sebagai metode ukur instrumen input nantinya. Membandingkan merupakan proses perhitungan paling mudah yang mampu dilakukan manusia. Dalam membandingkan dua objek w1 dan w2, manusia secara otomatis akan membentuk suatu skala rasio antara w1 dan w2 atau w1w2. Bentuk rasio inilah Hasil Akhir Analisis Multiple Correspondence Analysis Hayashi II Skor Koordinat Dimensi 1 Tiap Kategori dari Tiap Variabel Kategorkal Y, X1…X8 Tabel Data Variabel Kategorial Y, X1…X8 untuk 39 situ Proses Substitusi Tabel Skor Variabel Kategorial X1…X8 untuk 39 situ Tabel Skor Variabel Kategorial Y untuk 39 situ Tabel Skor Variabel Ortogonal Faktor F1…F8 untuk 39 situ Multikolineaitas Ditunjukkan dengan Matriks Korelasi antar Variabel X1...X8 Cek Multikolinearitas dengan Analisis Korelasi antar Variabel X1...X8 Transformasi Variabel X1...X8 Menjadi Variabel Ortogonal dengan Analisis Faktor Metode Ekstraksi PCA dan Rotasi Varimaks Normal Tabel Loading: Korelasi antara F1...F3 dengan Variabel X1...X8 Parameter Model Y=fF1...F3 Analisis Multiple Regression Y=fF1...F3 1 2 3 4 5 yang menjadi input dasar model AHP yang sekaligus menyatakan persepsi seseorang dalam menghadapi suatu masalah pengambilan keputusan. Karena otak manusia ada batasnya, maka skala rasio ini juga memiliki batas tertentu. Model AHP menggunakan batas 1 hingga 9 yang dianggap cukup mewakili persepsi manusia. Adanya suatu standar atau batasan tertentu dalam skala ini didasarkan beberapa alasan. Pertama, perbedaan hal-hal yang kualitatif akan mempunyai arti dan dapat dijamin keakuratannya apabila dibandingkan dalam besaran yang sama dan jelas. Alasan kedua adalah, secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam lima istilah umum yaitu: sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. Komprominya sendiri dapat dibuat dengan penilaian yang lebih detail dan akurat diantara masing-masing nilai ukur tersebut. Keduanya membentuk sembilan nilai yang berurutan untuk menyatakan sifat manusia secara jelas dan tepat. Kesimpulan ini diperkuat lagi dengan pendapat yang menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu permasalahan kualitatif secara garis besar terbagi tiga: menerima, sama saja indifferent dan menolak. Setiap klasifikasi tersebut kemudian dibagi tiga lagi untuk menentukan klasifikasi yang lebih jelas yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Dua orang yang dihadapkan dengan suatu permasalahan, mungkin akan memberikan reaksi menolak, tetapi belum tentu derajat penolakannya sama. Satu orang mungkin menolak keras tinggi sedangkan yang satunya lagi menolak biasa saja sedang. Dengan dasar tiga klasifikasi utama yang dipecah masing-masing menjadi subklasifikasi maka secara keseluruhaan jelas ada sembilan tingkat persepsi manusia. Alasan ketiga didasarkan pada penelitian Miller 1956 dalam Mahi 1991 menyimpulkan bahwa manusia tidak dapat secara simultan membandingkan lebih dari tujuh objek tambah atau kurang dua. Pada kondisi tersebut manusia akan kehilangan konsistensinya dalam melakukan pembandingan. Pada umumnya manusia mampu membandingkan paling sedikit lima eleman secara konsisten. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka disusunlah suatu bentuk skala perbandingan antara dua objek yang dianggap umum seperti di bawah ini. Tabel 11. Skala Perbandingan antara Dua Objek 1 Equal Importance sama pentingnya 3 Moderate Importance of One Over Another relatif penting satu dengan lainnya 5 Strong or Essential Importance kuat atau cukup penting 7 Very Strong or Demostrated Importance sangat kuat atau menunjukan kepentingannnya 9 Extremely Importance sangat penting 2,4,6,8 Nilai antara untuk menilai kebalikannya Atau dengan model pengamatan sederhana lainnya, intervel penilaian akan nampak seperti berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sangat tidak penting Kurang penting Sedang Penting Sangat penting Dalam model AHP, langkah selanjutnya yang harus ditempuh adalah membuat matriks perbandingan pair wise comparation. Cara ini digunakan untuk mengetahui elemen mana yang paling disukai atau paling penting setelah nilai persepsi dimasukkan untuk setiap perbandingan antara elemen-elemen yang berada dalam satu tingkatan. Bentuk matriknya adalah simetris atau biasa disebut dengan matriks bujursangkar. Apabila ada tiga elemen yang diperbandingkan dalam satu tingkatan maka matriksnya akan berbentuk 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai AHP adalah elemen diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena yang diperbandingkan adalah dua elemen yang sama. Selain itu matriks yang terbentuk akan bersifat matriks resiprokal dimana elemen A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan elemen B, maka dengan sendirinya elemen B lebih disukai dengan skala 13 dibanding A. Dengan dasar kondisi-kondisi di atas dan skala standar input AHP dari 1 hingga 9, maka dalam matriks perbandingan terseebut angka terendah yang mungkin terjadi adalah 19, sedangkan angka tertinggi yang mungkin terjadi adalah 91. Untuk mengukur bobot prioritas sebagai langkah selanjutnya tidaklah terlalu sulit. Saat ini telah dikembangkan program komputer perhitungan AHP yang mudah dan cepat. Hasil akhir dari perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal dibawah satu misalnya 0,01 sampai 0,99 dengan prioritas untuk elemen-elemen dalam satu kelompok sama dengan satu. Konsistensi dalam AHP Hal yang menarik dari model AHP adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dasar dari teori utilitas manusia berangkat dari konsep ‘transitivity` dimana konsistensi 100 merupakan syarat mutlak. Apabila A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai dari pada C maka sudah pasti A lebih disukai dari C. Pada kenyataannya, prinsip ini tidak dapat berlangsung sepenuhnya pada praktek kehidupan sehari-hari. Dapat saja C lebih disukai daripada A. Hal ini lebih banyak karena faktor-faktor non eksak yang ikut berperan didalamnya dan adanya persepsi dalam fikir manusia itu sendiri. Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan dan tahap kedua mengukur konsistensi keseluruhan hirarki. Pengukuran konsistensi matriks itu sendiri didasarkan atas suatu eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inskonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Penyusunan modal AHP Dalam model AHP dikenal adanya aksioma-aksioma yang dalam pengertiannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya atau pasti terjadi. Misalnya, dalam ilmu ukur dikenal aksioma bahwa diantara dua titik hanya dapat dilewati sebuah garis lurus, atau matahari terbit di timur dan tenggelam di barat. Dalam model AHP ada empat buah aksioma yang harus diperhatikan. Pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan tidak validnya model yang dipakai yaitu : Aksioma 1: Aksioma 2: Aksioma 3: Aksioma 4: Reciprocal Comparison Pengambilan keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal, yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala 1x Homogenity Preferensi seseorang harus dapat dinyatakan skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini dipenuhi maka elemen-elemen yang diperbandingkan tersebut tidak homogen dan baru dibentuk suatu ‘cluster’ kelompok elemen-elemen baru. Independence Preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada, melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini menunjukan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah ke atas. Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkatan dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam tingkatan di atasnya. Expectation Tujuan pengambilan keputusan dalam struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengembilan keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia aau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. Secara sederhana penggunaan model AHP akan mengikuti beberapa aktivitas seperti berikut ini:

a. Identifikasi Sistem

Identifikasi dimaksudkan untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh pada kondisi dalam penelitian ini. Dari seluruh faktor yang teridentifikasi, dipilih beberapa faktor yang dominan. Prosesnya sendiri dilakukan dengan beberapa stakeholder yang terlibat dalam proyek ini.

b. Penyusunan Hirarki

Merupakan tahapan vital dari keseluruhan proses AHP, oleh karena itu dalam penyusunan harus benar-benar memberikan gambaran menyeluruh dari semua aspek yang dianalisis untuk dijadikan pedoman dalam penarikan kesimpulan. Pada prinsipnya penyusunan hirarki adalah untuk mengubah gambaran yang didapatkan pada identifikasi sistem ke dalam bentuk hirarki sesuai kaidah-kaidah AHP.

c. Penyusunan Kuesioner

Kuesioner dibuat berdasarkan hirarki yang telah disusun. Responden yang dipilih adalah responden yang ahli dalam bidang penelitian ini. Responden diminta untuk membandingkan setiap elemen dalam setiap tingkatan pada masing-masing hirarki. Untuk memudahkan permasalahan, kuesioner dibuat dalam bentuk tabel atau matriks perbandingan.

d. Penilaian Pendapat Individu

Setelah pengisian oleh responden kedalam matriks individu, langkah selanjutnya adalah menilai dari konsistensi kuesioner tersebut agar dapat dituangkan dalam penelitian dan bila perlu dilakukan perbaikan jawabanpendapat dari responden tersebut.

e. Perhitungan Matriks Pendapat Gabungan

Seluruh responden yang matriks pendapat individunya konsisten, dicari rata- rata geometriknya. Hasil perhitungan ini merupakan pendapat gabungan dari seluruh responden. Matriks pendapat ini digunakan untuk memperoleh penilaian secara kelompok terhadap permasalahan yang telah disusun dalam hirarki.

f. Pengolahan Horisontal

Dilakukan untuk mencari nilai prioritas dalam setiap tingkatan hirarki. Nilai ini menunjukan bobot kepentingan setiap elemen pada suatu tingkatan terhadap elemen-elemen pada tingkatan diatasnya.