Peraturan Pengelolaan Situ TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 5. Peraturan Pengelolaan Situ
Tingkat Nama perundangan dan peraturan
Undang-Undang • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah • Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air • Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI
Peraturan Pemerintah • Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi
dan Pemerintah Daerah KabupatenKota, • Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Peraturan Menteri
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06PRTM2011 tentang Pedoman Penggunaan
Sumber Daya Air
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lebih banyak menekankan pada pemeliharaan
lingkungan hidup dan pencegahan pencemaran pada sumber daya alam termasuk air. Yang dimaksud dengan “pemeliharaan lingkungan hidup” adalah upaya yang
dilakukan untuk menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh
perbuatan manusia. Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain, konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi,
ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping
maksimum, Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hokum pidana
sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak
pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan, permasalahan situ yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan.
Beberapa situ di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Masalah pencemaran ini disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran para pelaku
dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Dengan kata lain, permasalahan lingkungan tidak
semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan UU Lingkungan Hidup maka kualitas situ menjadi tanggung jawab BPLHD.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota, dikatakan pada Pasal 2 ayat 4
dan 5 bahwa: • Ayat 4: Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.
• Ayat 5: Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam, dan sumber daya lainnya. Kemudian dalam Pasal 17 ayat 1 dikatakan bahwa hubungan dalam
bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 4 dan ayat
5 meliputi:
a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian
dampak, budidaya, dan pelestarian; b.
Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Sedangkan dalam Pasal 17 ayat 2 dikatakan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 4 dan ayat 5 meliputi:
a. Pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya yang
menjadi kewenangan daerah; b.
Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
c. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan
sumberdaya lainnya.
Konsekuensi pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 mengenai pengelolaan lingkungan
hidup titik beratnya ada di daerah, walaupun pengelolaan sumberdaya air yang mencakup lintas sektoral dan lintas wilayah memerlukan keterpaduan untuk
menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan sumberdaya air perlu dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan
kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumberdaya air.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka seharusnya sebagian besar kewenangan pengelolaaan
lingkungan termasuk situ dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Kementrian PU membentuk Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane BBWSCC untuk melakukan pengelolaan sungai Ciliwung Cisadane yang sebagian besar meliputi wilayah Propinsi DKI
Jakarta. BBWSCC mempunyai tugas pokok dan program pengelolaan
sumberdaya air di sepanjang aliran Sungai Ciliwung Cisadane yang mencakup wilayah Jabodetabek. Namun faktanya terjadi tumpang tindih kewenangan
regulasi beberapa situ di Wilayah DKI Jakarta yang bersinggungan dengan wilayah aliran Sungai Ciliwung Cisadane, sehingga menyebabkan pengelolaan
situ tidak maksimal. Jakarta sebagai ibukota negara secara khusus diatur melalui Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana
Provinsi DKI Jakarta diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah, kecuali hal-
hal yang diatur tersendiri dalam Undang-Undang ini. Dalam Pasal 26 dikatakan salah satu kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom
mencakup seluruh urusan pemerintahan penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06PRTM2011 tentang Pedoman
Penggunaan Sumber Daya Air maka pengelolaan sumberdaya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak
untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan sumberdaya air dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan
kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumberdaya air. Koordinasi dilakukan oleh wadah yang bernama Dewan Sumber
Daya Air atau dengan nama lain, misalnya Panitia Tata Pengaturan Air Provinsi. Wadah tersebut memiliki tugas pokok menyusun dan merumuskan kebijakan serta
strategi pengelolaan sumber daya air yang beranggotakan unsur pemerintah dan non pemerintah dalam jumlah seimbang atas dasar prinsip keterwakilan.
Dewan Sumber Daya Air merupakan suatu wadah koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik
kepentingan dalam bidang sumber daya air dalam Pengelolaan SDA yang mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan
keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air serta sumber air, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupatenkota. Fungsi
Dewan Sumber Daya Air Nasional adalah memberikan pertimbangan kepada presiden dalam menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah atas dasar
masukan dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometerologi dan hidrogeologi ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber Daya Air Nasional. Dewan Sumber Daya Air Nasional untuk tingkat pusat, wilayah sungai
lintas propinsi dan wilayah sungai strategis nasional dibentuk oleh pemerintah pusat. Dewan Sumber Daya Air tingkat Propinsi dan atau pada wilayah sungai
lintas KabupatenKota dibentuk oleh pemerintah propinsi. Dewan Sumber Daya Air tingkat KabupatenKota dan atau pada wilayah sungai dalam satu
kabupatenkota dibentuk oleh pemerintah kabupatenkota. Hubungan kerja antar tingkat nasional, propinsi, kabupatenkota dan wilayah sungai bersifat konsultatif
dan koordinatif. Sebagai tindak lanjut dari UU Sumber Daya Air maka telah dibentuk Dewan Sumber Daya Air di Wilayah Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2011. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan situ perlu ditingkatkan
kualitasnya melalui dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta
asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika
lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatanproses produksi dan konsumsi dan menanamkan nilai serta etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari
termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum. Dengan semakin pesatnya
pembangunan nasional yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa kelemahan yang perlu mendapat perhatian, antara lain
adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang seharusnya sebagai pegangan untuk menjadi
pedoman dalam melaksanakan serta mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan permasalahan lingkungan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan situ cukup banyak tetapi lemah dalam implementasinya. Ada beberapa
pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna
mencapai tujuannya sendiri. Hal ini disebabkan lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam hal pengawasan.