Hasil Penelitian Yang Berkaitan
Sinurat 2002, besarnya potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah, akan mengakibatkan banyak lembaga ataupun instansi yang merasa berkepentingan
memanfaatkan sumberdaya di wilayah tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan yang menimbulkan konflik dalam pengelolaan
sumberdaya dikawasan tersebut. Konflik tersebut terjadi akibat tumpang tindih pemanfaatan ruang antar
stakeholder dan tumpang tindih fungsi serta kewenangan antar lembagainstansi pemerintah, baik secara vertikal maupun horisontal. Akibatnya pengelolaan
sumberdaya tidak optimal dan berkelanjutan unsustainable development. Upaya dan strategi yang perlu diterapkan dalam pengelolaan wilayah yaitu: a mampu
mengakomodasi mekanisme koordinasi kegiatan antar sektor dalam pengelolaan, pengembangan dan konservasi kekayaan alam di wilayah pesisir; b mampu
mengkoordinasikan kegiatan penelitian dan memanfaatkan hasil-hasilnya termasuk pengelolaan data dan informasi mengenai wilayah pesisir serta
mekanisme diseminasinya dan c mampu mengembangkan peraturan-peraturan dalam upaya pelaksanaan dan penegakan hukum secara efektif dan efisien.
Pendekatan pengelolaan pesisir secara terpadu dengan melibatkan semua stakeholder merupakan implementasi dari kebijakan dalam mengatasi konflik
yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya wilayah. Perlunya perbaikan dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya
disebabkan oleh banyaknya sumberdaya alam yang mengalami degradasi atau kerusakan. Hal ini disebabkan oleh kegagalan pengelola dalam menerapkan
kebijakan di lapangan Rustamaji, 2002. Kajiannya tentang faktor pendorong dan penghambat proses pembaharuan kebijakan pengelolaan hutan dalam rangka
implementasi otonomi daerah Kabupaten Kutai Barat Propinsi Kalimantan Timur. Menurutnya pembaharuan kebijakan dan kinerja pengelolaan hutan dapat tercapai
apabila faktor pendorong lebih besar dari pada faktor penghambatnya dan kebijakan dapat dilaksanakan apabila rumusan operasionalnya sesuai dengan
harapan rasional para pihak terkait atas kinerja institusi pengelolaan hutan. Berdasarkan pemahaman konsep institusi serta peran institusi, maka faktor-faktor
pembaharuan tersebut ditetapkan sebagai unit analisis dengan tujuan memahami peran membangun kapasitas yang diperlukan bagi lembaga pemerintah, swasta
maupun masyarakat dalam kondisi tertentu untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Masduki 2005 melakukan penelitian tentang analisis konflik penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah Perkampungan Budaya Betawi
Situ Babakan. Perencanaan pengembangan wilayah perkampungan Situ Babakan melibatkan banyak pihak stakeholders termasuk instansi lingkup Pemerintah
DKI Jakarta. Potensi konfllik yang terjadi disebabkan oleh benturan kepentingan dalam penggunaan lahan sebagai areal permukiman, ruang terbuka hijau dan lahan
usaha. Dalam penelitian ini dikaji potensi konflik kepentingan antara pengguna lahan dan faktor-faktor pendorongnya serta memformulasi strategi resolusi yang
dapat disepakati oleh semua pihak. Perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan menggunakan studi peta dan analisis deskriptif. Aksesibilitas kepada jalan
utama yaitu Jalan Mohamad Kahfi II merupakan faktor pendorong utama terhadap perubahan ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Sebagian besar pelaku
usaha yang berada di dalam areal wisata Situ Babakan tidak keberatan untuk ditertibkan, sepanjang diatur dalam peraturan yang disepakati dan disediakan
lahan untuk melakukan kegiatan usaha secara resmi. Diberlakukannya sistem struktur insentif dan disinsentif sebagai langkah untuk mengendalikan laju
perubahan lahan dinilai dapat menjaga fungsi perkampungan ini sebagai wilayah konservasi budaya. Penerapan sistem ini juga dapat mendorong partisipasi
masyarakat pelaku usaha untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di dalam wilayah perkampungan.
Perbedaan tesis ini dengan hasil penelitian yang lain adalah cakupan situ yang menjadi pembahasan pada awalnya bersifat umum sehingga diharapkan
dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai keragaman permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan situ-situ yang ada di
wilayah perkotaan. Kemudian juga dibahas aspek common property, aspek kelembagan dan aspek kebijakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pengelolaan situ yang meliputi penataan dan pelestarian situ sehingga
keragaan situ dapat optimal. Selama ini berbagai penelitian sebagian besar khususnya yang berkaitan dengan situ dilakukan berdasarkan pendekatan non
kelembagaan sehingga perlu dilengkapi dengan kajian dengan pendekatan kelelembagaan. Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 6. Hasil Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Tesis
Topik Penelitian
Rosnila 2004
Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap
Keberadaan Situ Pengaruh aktivitas manusia dan
kondisi lokasi situ terhadap kondisi situ
Sinurat 2002
Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
Timur Rawa Sragi Kabupaten Lampung Selatan
Analisis konflik kelembagaan bagi SDA potensial dan merumuskan
alternatif kebijakan
Rustamadji 2002
Kajian Proses Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Hutan
dalam Rangka Otonomi Daerah Faktor pendorong dan penghambat
proses pembaharuan kebijakan pengelolaan hutan dalam rangka
implementasi otonomi daerah
Masduki 2005
Analisis Konflik Penggunaan Lahan dalam Pengembangan
Wilayah Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan
Potensi konflik kepentingan antara pengguna lahan dan faktor-faktor
pendorongnya serta memformulasi strategi resolusi yang dapat disepakati
oleh para pihak
Mustafa Dinamika dan Model Institusi
Pengelolaan Kawasan yang Berkelanjutan: Studi Kasus pada
Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Nasional Meru Betiri,
Jawa Timur Konflik pengelolaan aset alami untuk
menuju pada pengelolaan berkelanjutan