Analisis Perilaku Pengolahan vertikal

perubahan kelembagaan dalam pengelolaan situ. Analisa perilaku melihat hubungan-hubungan antara peristiwa apa yang terjadi, dimana, kapan, siapa yang terlibat dan mengapa, situasi apa yang paling berharga bagi responden menyangkut berbagai peristiwa dan konteks yaitu apa yang diasosiasikan responden sebagai hubungan-hubungan yang bersifat kausal. Eksplorasi pertanyaan ini dapat dilakukan dengan metode transek, diagram venn, dan sejarah kawasan. Menyangkut rezim sumberdaya maka akan digali pengetahuan mereka mengenai tipologi rezim sumberdaya dan bagaimana mereka memperlakukan ‘property’ stock and flow sesuai dengan rezim sumberdaya.

BAB IV. KONDISI UMUM SITU

4.1. Latar belakang situ

Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari mata air atau air permukaan sebagai kesatuan siklus hidrologis yang potensial dan merupakan salah satu bentuk kawasan lindung. Menurut undang-undang, situ dikategorikan sebagai salah satu jenis sumber air, artinya Sumber air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air yang berada di atas permukaan tanah, yang terdiri dari sumber air alamiah berupa sungai, danau, rawa, mata air dan sumber air buatan berupa waduk dan bangunan perairan lainnya, yang terdapat pada masing-masing wilayah sungai. Berdasarkan perspektif historis terbentuknya situ, Wayono 1999 memaparkan bahwa situ di Jabotabek terbentuk dari proses geologi. Daerah yang meliputi Lebak Timur, Bogor Barat dan Bogor Utara Cibinong dan Kelapanunggal, merupakan formasi geologi tertua formasi Rengganis yang terdiri dari batu pasir halus-kasar, konglomerat dan batu lempung berusia miosen awal. Formasi ini masih tersimpan di Selatan Tenggara Parung Bangsa, bagian barat laut Lebak, dan di DKI Jakarta dapat ditelusuri mulai dari Grogol hingga ke Kembangan Timur. Pergeseran sesar terjadi di timur laut Bogor Utara dengan garis sesar mengarah ke utara selatan, yang membentang mulai dari Jatinegara, Cibubur dan berakhir di Citereup, menjulang ke arah selatan mencakup Wilayah Cibinong, Parung hingga Pasar Minggu. Menurut Suryadiputra 1999 terdapat kaitan antara eksistensi situ dengan perubahan penggunaan lahan yang berada di sekitar situ. Akibat percepatan pertumbuhan penduduk di Jabotabek menyebabkab ekosistem perairan lahan basah terganggu. Gangguan yang paling utama adalah semakin kecilnya luas situ waterbody akibat pendangkalan. Pendangkalan terjadi akibat proses sedimentasi yang cepat sehingga memperkecil luas situ. Daerah Jakarta merupakan wilayah yang sebagian besar terdiri dari lahan-lahan daratan yang cukup banyak memiliki situ-situ yang terbentuk secara alami atau buatan, sejak lama situ-situ tersebut tetap dipertahankan karena menyangkut kepentingan masyarakat dan pemerintah. Sebagai daerah genangan rendah situ berfungsi sebagai tempat penampungan air hujan run off sehingga terhindar dari banjir pada musim hujan dan merupakan sumber air pada musim kemarau. Situ juga berfungsi untuk pengairan, perikanan dan rekreasipariwisata. Tidak kalah pentingnya peranan situ juga sebagai sumber keanekaragaman hayati lahan basah meliputi sumber genetika plasma nutfah dan berbagai jenis ikan, moluska, krustasca, amphibia kodok dan kura-kura dan lain sebagainya.

4.2. Potret Situ di Jabodetabek

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air GNKPA telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 28 April 2005. Gerakan ini merupakan pendorong bagi seluruh komponen bangsa untuk secara sinergis melakukan tindak nyata dalam penyelamatan air dan sumber air dengan prinsip kemitraan. Hingga saat ini, data mengenai jumlah situ di Jabotabek masih sangat bervariasi. Direktorat Jenderal Pengairan Kementrian PU melaporkan jumlah situ-situ yang terdapat di Jabotabek ada 218 buah dengan luas total 2.116,5 Ha. Jumlah tersebut tersebar di kawasan DKI 35, Bogor 122, Tangerang 45 dan Bekasi 16. Namun karena berbagai hal situ-situ tersebut kini luasnya tinggal 1.978,02 Ha dan jumlahnya telah berkurang Suryadiputra, 2005. Sedangkan berdasarkan citra satelit jumlah eksisting situ di Jabotabek mencapai 1.016 buah dengan luas total 2.271 Ha. Jumlah tersebut tersebar di kawasan DKI 134, Bogor 247, Tangerang 400, Depok 46 dan Bekasi 199. Namun karena berbagai hal situ-situ tersebut kini luas dan jumlahnya telah berkurang Dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan terdapat perbedaan jumlah situ antara satu pendataan ke pendataan yang lain. Hanya sedikit situ dalam kondisi baik, lainnya sudah tercemar, baik ringan maupun berat. Ini akibat ulah masyarakat dan kebijakan yang tidak jelas. Situ yang ada mendapat polutan dari berbagai saluran air. Masalah lain adalah penyempitan lahan akibat pembuangan sampah di sekitar situ atau diuruk untuk dijadikan tempat tinggal. Penilaian ini