Penentuan Sampel dan Responden

menurut Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah BPLHD Provinsi DKI Jakarta sebanyak 28 buah. Pencatatan oleh pemerintah pusat cq Kementrian Pekerjaan Umum juga mengalami kerancuan. Data registrasi situ menyebutkan jumlah sebanyak 18 buah, sementara data sensus menyebutkan jumlah sebanyak 149 buah, karena berdasarkan kondisi lapangan dengan pertimbangan tertentu. BPLHD misalnya menentukan jumlah situ lebih pada aspek pencemaran, sedangkan pemerintah pusat lebih menekankan pada situ yang berada pada aliran sungai Ciliwung Cisadane. Situ yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kawasan genangan air, baik air permukaan ataupun resapan air yang terbentuk alami dan terdaftar di salah satu sumber yang tersebut di atas. Oleh karena itu dari sekian banyak data dari aneka sumber tersebut akhirnya diperoleh sampel yang diambil adalah sebanyak 39 situ yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai keragaman permasalahan yang dihadapi, khususnya di Wilayah DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya mengenai proses penentuan dan kondisi 39 situ tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran. Untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan situ digunakan Analysis Hierarchy Process dengan melakukan penyebaran kuesioner terhadap 26 responden yang mewakili instansi berikut ini: 1. Bappenas 2. Ditjen SDA Kementrian PU 3. Dinas PU DKI Jakarta 4. BPLHD DKI Jakarta 5. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane BBWSCC 6. Dinas Pariwisata DKI Jakarta 7. Pengusaha Pariwisata 8. Bank Dunia 9. Profesional Konsultan, Pakar, Masyarakat Pemerhati Metode yang digunakan berikutnya adalah wawancara mendalam dan observasi. Menurut Moleong 1994, Metode ini biasanya digunakan untuk untuk memperoleh infomasi tentang pengalaman, pendapat, perasaan, dan hal-hal subyektif lainnya dari informan, yang berkaitan dengan topik dan tujuan penelitian. Kriteria pemilihan informan tersebut disesuaikan dengan topik dan tujuan yang ingin dicapai. Informan untuk diwawancarai dipilih diantara individu-individu yang diasumsikan atau sudah bisa dipastikan memiliki informasi yang ingin diperoleh. Tidak ada ketentuan baku dalam menentukan jumlah informan. Jumlah informan tergantung kepada tujuan penelitian, kuantitas dan kualitas informasi yang dibutuhkan, kapasitas informan serta variankeragaman latar belakang informan untuk membandingkan informasi antar informan agar semakin memperkaya informasi itu sendiri. Kekuatan informasi hasil wawancara terletak pada tingkat kepercayaan masyarakat umum terhadap kebenaran dan kenyataan yang digambarkan dari informasi tersebut. Metode ini dinilai tepat digunakan untuk mengetahui makna yang tersembunyi. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam dan obervasi diolah dan dideskripsikan dengan penguraian yang logis. Metode penentuan sample adalah purposive sampling yaitu bagian dari pengambilan sampling non probabilitas Non probability. Asumsinya penulis mengetahui atau memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang ingin diteliti dan objek penelitian adalah objek yang tidak secara umum dianggap homogen general. Metode ini juga berpengaruh pada teknik pengambilan responden yang akan diwawancarai, karena terkait dengan pengetahuan responden mengenai objek penelitian. Oleh sebab itu reponden yang dipilih adalah responden yang memiliki kedekatan dengan objek penelitian. Untuk masyarakat awam kedekatan yang dimaksud adalah pengguna atau orang yang terkena dampak langsung dari perubahan pemanfaatan lahan di sekitar situ. Sedangkan untuk tokoh masyarakat dipilih karena dianggap memiliki pengetahuan mengenai kelembagaan situ. Untuk keperluan tersebut di atas maka situ yang akan dijadikan sampel adalah situ yang dapat mewakili kondisi bagus, sedang dan buruk, dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sampel Situ Terpilih untuk Observasi Kategori Nama Lokasi Ukuran Fungsi Keterangan Situ Babakan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jaksel 32 ha Konservasi, rekreasi, ekonomi Rutin Situ dengan kondisi bagus Situ Lembang Gondangdia, Menteng, Jakpus 1 ha Konservasi, rekreasi Rutin Situ Rawa Dongkal Cibubur Indah Cibubur, Ciracas Jakarta Timur 12 ha Konservasi Rutin Situ dengan kondisi sedang Situ Pengilingan Aneka Elok Perum Aneka Elok, Penggilingan 5,8 ha Konservasi Insidentil tidak terawat Situ Rawa Badung Jatinegara, Cakung 2,5 ha Konservasi Diserobot masyarakat, pendangkalan Situ dengan kondisi buruk Situ Rorotan Rorotan, Jakut 25 ha Konservasi, rekreasi dalam perencanaan Proses pembenahan

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.6.1. Analisis Korespondensi – Tabel Burt

Analisis Korespondensi – Tabel Burt digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas situ. Analisis ini ekuivalen dengan Analisis Kuantifikasi Hayashi II 1 yang banyak digunakan di Jepang, karena sulitnya memperoleh software Analisis Kuantifikasi Hayashi II maka dalam pengolahan data digunakan Analisis Korespondensi – Tabel Burt yang banyak digunakan di Perancis. Selain itu pemilihan model Analisis ini didasarkan pada kemampuan model terhadap hasil penelitian yang memiliki banyak variabel 1 Hasil konsultasi pribadi dengan Dr. Ir. HR. Sunsun Saefulhakim pada tanggal 30 Mei 2011 penjelas, dengan model ini dapat dilihat variabel penjelas mana yang paling mempengaruhi kualitas situ. Berdasarkan Benzérci 1973 web book statistic Analisis Korespondensi – Tabel Burt bertujuan untuk menduga parameter keterkaitan antara variabel-variabel penjelas dengan satu tujuan tertentu yang bersifat pengelompokkan. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi situ. Variabel-variabel yang digunakan adalah variabel kualitas situ, variabel-variabel kelembagaan dan variabel-variabel non kelembagaan. Masing-masing variabel penjelas diukur dalam data yang bersifat kategorikal nominal dan atau ordinal. Model analisis untuk kondisi situ dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f X 1, , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 , X 8 Variabel yang digunakan adalah : Y = Variabel kondisi situ dengan kategori : 1. Buruk 2. Sedang 3. Bagus X 1 = Kestabilan dengan kategori : 1. Tidak stabil 2. Stabil X 2 = Ukuran dengan kategori : 1. Kecil 2. Sedang 3. Besar X 3 = Pola sifat lingkungan dengan kategori : 1. Tidak tertata 2. Tertata X 4 = Interaksi ketergantungan dengan kategori : 1. Kecil 2. Sedang 3. Tinggi X 5 = Tingkat pemanfaatan dengan kategori : 1. Minimal 2. Sedang 3. Optimal