Manajemen Situ dan Manfaatnya

2. Sebagian kecil situ dalam kondisi terawat 3. Situ-situ yang kondisinya kurang bagus biasanya berada di wilayah yang tidak tertata. Aspek Masyarakat Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi situ maka ada kecenderungan memperlakukan situ sebagai daerah belakang yang tidak perlu dirawat dan justru diperparah kondisinya dengan menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Aspek Institusi 1. Walaupun kewenangan pengelolaan situ sebelum diterbitkannya Undang- Undang Sumber Daya Air semestinya ada di pemerintah pusat, namun karena berbagai keterbatasan maka dalam pelaksanaannya pengelolaan situ menjadi sangat terlantar. 2. Situ-situ yang terawat baik biasanya jelas pengelolanya, misal: Situ Lembang oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Situ Taman Pahlawan oleh Sekretariat Negara dan sebagainya. Aspek Luar Dengan diterbitkannya Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Penataan Ruang, dan Undang-Undang Mitigasi Bencana maka diharapkan menimbulkan implikasi positif bagi pengelolaan situ. Aspek Hak Kepemilikan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 maka kepemilikan situ sebenarnya berada di pemerintah pusat. Namun situ cenderung menjadi common property karena tidak adanya aturan main yang jelas contoh: terkait dengan aspek legalitas, tidak ada situ yang telah memiliki sertifikat.

4.7. Perubahan Tata Guna Lahan

Lingkungan hijau merupakan jantung kota untuk udara yang bersih, terutama pada daerah pendudukpemukiman yang padat. Dalam perencanaan dan pengembangan kota, khususnya untuk hutan kota seperti Jakarta diperlukan data dan informasi yang lengkap dan akurat. Polusi dari asap mobil dan industri meningkat karena daerah ruang terbuka hijau berkurang. Lingkungan hijau merupakan salah satu pengertian dari Ruang Terbuka Hijau RTH yang ditumbuhi vegetasi berkayu seperti: hutan kota, kebun pekarangan, dan lain-lain di wilayah perkotaan, yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya seperti dapat menampung, menyimpan dan mendistribusikan air untuk seluruh keperluan masyarakat di daerah tersebut. Kemampuan lahan sangat dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan dan pembangunan serta pertumbuhan masyarakat kota, khususnya DKI Jakarta, yang akan menimbulkan dampak negatif maupun positif, seperti berdirinya berbagai jenis industri, permukiman serta bertambahnya sarana transportasi yang akan menimbulkan dampak polusi udara, polusi suara dan polusi air. Menurut Pemprov DKI Kompas, Senin 24 Maret 2003 luas RTH di wilayah DKI tinggal 9.261.3 hektar 14 namun luas RTH yang dikuasai DKI hanya 5.933.7 hektar 9 dari luas kota Jakarta 66.152 hektar. Banyak RTH DKI menjadi mal dan permukiman penduduk, sehingga pemprov DKI kesulitan menambah luas RTH. Kemudian bila turun hujan banjir dapat menggenangi 42 kecamatan hingga 24 dari luas DKI. Meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, industri serta perkantoran, menyebabkan semakin berkurangnya persediaan ruang terbuka hijau di wilayah DKI. Keadaan tersebut merupakan awal dari kerusakan lingkungan, yang perlu segera ditanggulangi, yaitu dengan upaya pencegahan yang mendasar, sehingga daerah wilayah DKI akan tetap menjadi daerah yang nyaman dan sehat. Beberapa perubahan yang terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir, antara lain daerah urban yang merupakan pemekaran permukiman semakin bertambah ke Wilayah Jakarta Timur, Barat dan Selatan, terutama di sekitar perbatasan Bekasi, Tangerang dan Bogor. Urutan besarnya pertambahan urban dari kelima wilayah DKI yaitu: Jakarta Timur 7287.35 hektar, Jakarta Selatan 6557.5 hektar, Jakarta Barat 5397.1 hektar, Jakarta Utara 4475.8 hektar dan Jakarta Pusat 693.3 hektar. Sedangkan besarnya pertambahan urban untuk seluruh DKI yaitu sebesar 24411.0 hektar 172.7. Secara ringkas perubahan penutup lahan DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.