Luas Genangan
Luasnya genangan air jika terjadi banjir dengan
a sebagian dari desa b 1 desa
c lebih dari 1 desa d 1 kecamatan
e lebih 1 kecamatan Skala
interval
Tingkat Kerugian
Jumlah kerugian materi yang dialami jika terjadi banjir
Kuesioner dengan pertanyaan terbuka
terhadap jumlah kerugian akibat
banjir yang akan diklasifikasikan
secara interval Skala
interval
Pengendalian Banjir
Pengelolaan Dataran
Banjir Pelaksanaan program pengelolaan
dataran banjir oleh pemerintah daerah
a sangat baik b baik
c cukup baik d kurang baik
e tidak baik Skala
interval
Koordinasi antar entitas
Pelaksanaan koordinasi antar lembaga dalam mencegah banjir
a sangat baik b baik
c cukup baik d kurang baik
e tidak baik Skala
interval
Penanganan Bencana
Banjir Pelaksanaan penanggulangan
banjir, pra bencana banjir seperti peringatan dini, saat terjadinya
banjir dan pasca banjir a sangat baik
b baik c cukup baik
d kurang baik e tidak baik
Skala interval
Pemeliharaan
Infrastruktur Banjir
Pemeliharaan infrastruktur banjir yang dilakukan pemerintah daerah
a sangat baik b baik
c cukup baik d kurang baik
e tidak baik Skala
interval
4.5 Pengumpulan Data
Data diperlukan pada sebuah penelitian sebagai indikator dari variabel dimensi dan konsep suatu fenomena yang diteliti. Variabel-variabel tersebut telah
didudukkan dalam proposisi hipotesis sebagai kesimpulan rasional dari kerangka pikiran yang berusaha menjawab masalah penelitian Lubis, 1997. Data adalah
hasil pengukuran yang bisa memberikan gambaran suatu keadaan representasi fakta yang tersusun secara terstruktur. Data merupakan suatu objek, kejadian, atau
Universitas Sumatera Utara
fakta yang terdokumentasikan dengan memiliki kodifikasi terstruktur untuk suatu atau beberapa entitas.
Data yang diperlukan pada penelitian ini terdiri dari data teknis, data persepsi masyarakat baik secara individual maupun secara kelembagaan
masyarakat dan persepsi dari aparatur pemerintah yang mempunyai tanggungjawab terhadap pengelolaan sumber daya air sebagai informan yang
memebrikan tambahan informasi. Sumber data yang diperlukan dilakukan sesuai dengan karakteristik data yaitu:
a. Data primer, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi lapangan, melalui kuesioner dan studi dokumentasi dari dinas teknis
b. Data sekunder, pengumpulan data dilakukan melalui kompilasi dari instansi terkait sesuai dengan kebutuhan data
Data teknis yang diperlukan adalah data curah hujan dan klimatologi yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika BMG, data tataguna lahan yang
diperloreh dari Bappeda dan data hidrolis sungai yang diperoleh dari Dinas Pengairan dan ESDM kabupaten Aceh Utara. Sementara data persepsi masyarakat
tentang tataguna lahan, partisipasi masyarakat, pengendalian banjir dan banjir diperoleh secara observasi melalui kuesioner
4.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam dua aspek yaitu aspek teknis dan aspek persepsi masyarakat baik secara individual maupun secara kelembagaan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat termasuk dari aparatur pemerintah yang mempunyai tanggungjawab terhadap pengelolaan sumber daya air sebagai informan. Analisis data secara
teknis berupa analisis yang dilakukan berdasarkan data hidrologi seperti curah hujan, klimatologi dan data hidrolis sungai serta data tataguna lahan. Selain itu
juga dilakukan analisis terhadap kemampuan sungai maupun saluran dalam mengalirkan air dan hasil analisis secara teknis nantinya sebagai pembanding
terhadap analisis kuesioner.
4.6.1 Analisis data teknis
Analisis data secara teknis dilakukan berdasarkan data hujan pada wilayah Aceh Utara yang diambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika Statiun
Lhokseumawe. Berdasarkan riwayat data hujan selama 10 tahun akan diketahui hal hidrologi kawasan sehingga nantinya akan diperoleh Debit Maksimum secara
teknis dan akan dibandingkan dengan kapasitas tampungan baik kapasitas tampungan sungai maupun kapasitas cekungan-cekungan yang mampu
menyimpan air serta akan diketahui debit limpasan yang menyebabkan terjadinya banjir. Analisis data tataguna lahan dilakukan dengan menggunakan metode
rasional berdasarkan data perubahan pada setiap tahunnya sehingga nantinya pada kondisi tataguna lahan tahun yang bersangkutan dapat diketahui debit kawasan
yang terjadi, selanjutnya berdasarkan debit kawasan yang direncanakan yang diasumsikan dapat mereduksi banjir dilakukan optimasi dengan menggunakan
linear programming untuk mendapatkan tataguna lahan yang sesuai dengan debit kawasan yang direncanakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis data curah hujan dan data tataguna lahan akan menjadi bahan pembahasan pengaruh pada pengendalian banjir. Disamping itu analisis
secara teknis juga digunakan untuk konversi indikator luas lahan penyangga air hutan rakyat, hutan negara dan perkebunan pada kuesioner agar memudahkan
responden dalam menjawab pertanyaan terbuka. Analisis secara teknis dilakukan dengan menghitung debit berdasarkan data curah hujan terdahulu dengan
menghitung prosentase lahan penyangga air pada kondisi tataguna lahan eksisting serta besarnya debit yang terjadi. Kemudian dilakukan perhitungan kapasitas
kemampuan sungai mengalirkan air yang disebut sebagai kondisi seimbang ballance. Perhitungan selanjutnya dihitung prosentase luas lahan penyangga air
untuk kondisi seimbang ballance dimana pada kondisi ini jumlah debit yang terjadi akibat curah hujan sama atau mendekati dengan kondisi kapasitas
kemampuan sungai mengalirkan air. Jawaban responden akan diklasifikasikan secara interval dan dianalisis dengan analisis kuesioner selanjutnya loading faktor
yang terjadi akan diterjemahkan kembali melalui interval luasan lahan penyangga air dan kemudian dilakukan pembahasan serta diambil kesimpulan.
4.6.2 Analisis data kuesioner
Analisis berdasarkan data kuesioner terhadap responden baik secara individual maupun secara kelembagaan masyarakat dilakukan dengan
merumuskan model yang menyerupai kondisi yang ada dengan terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap uji validitas dan uji reliabilitas terhadap data. Untuk
data persepsi dari aparatur pemerintah yang mempunyai tanggungjawab terhadap
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan sumber daya air sebagai informan digunakan sebagai tambahan informasi yang akan dikomparasi dengan hasil analisis data responden
masyarakat.
A. Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengkuran yang digunakan untuk melakukan fungsi ukurnya.
Instrumen tersebut dikatakan mempunyai validitas tinggi jika hasil uji memperlihatkan fungsi ukurnya sesuai dengan maksud pengukuran dan dapat
dikatakan data tersebut tidak menyimpang dari variabel penelitian. Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada
kuesioner yang harus dibuangdiganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah dengan menghitung korelasi antar
data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment, sebagai berikut:
[ ][
]
2 2
2 2
Y Y
n X
X n
Y X
XY n
r
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
− −
− =
................ 4.2
Instrumen dianggap Valid jika nilai r 0,3 atau dapat juga dengan membandingkan dengan r tabel. Jika r hitung r tabel maka valid.
B. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden
Universitas Sumatera Utara
yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Untuk mengukur
reliabilitas digunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut:
b b
i
r 1
r .
2 r
+ =
.................................................... 4.3
di mana: ri = Nilai reliabilitas
rb = Nilai koefisien korelasi
Nilai reliabilitas yang baik jika lebih besar dari 0,6 cukup baik, atau lebih besar dari 0,8 baik.
Data kuesioner akan dianalisa menggunakan Structural Equation Modeling SEM terhadap hipotesis yang telah dirumuskan. Diagram lintasan
path diagram dalam Structural Equation Modeling digunakan untuk menggambarkan atau membuat spesifikasikan model Structural Equation
Modeling dengan lebih jelas dan mudah serta menggambarkan diagram jalur persamaan secara tepat. Hubungan diantara model-model tersebut dituangkan
dalam model persamaan struktural dan model pengukuran. Variabel-variabel dalam Structural Equation Modeling terdiri dari Variabel laten latent variable
merupakan konsep abstrak yang hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. Variabel laten dibedakan
yaitu variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen setara dengan variabel bebas, sedangkan variabel endogen setara dengan variabel terikat. Variabel
Universitas Sumatera Utara
teramati observed variable atau variebel terukur measured variable yaitu variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut
sebagai indikator. Variabel ini merupakan efek atau ukuran dari variabel laten. Pada metoda penelitian survei dengan menggunakan kuesioner, setiap pertanyaan
pada kuesioner mewakili sebuah variabel teramati. Variabel teramati yang berkaitan atau merupakan efek dari variabel laten eksogen. Structural Equation
Modeling SEM memiliki dua elemen atau model, yaitu model struktural dan model pengukuran. Model Struktural Structural Model menggambarkan
hubungan diantara variabel-variabel laten. Parameter yang menunjukkan regresi variabel laten endogen pada eksogen. Variabel laten eksogen juga boleh
berhubungan dalam dua arah covary. Model Pengukuran Measurement Model di mana setiap variabel laten mempunyai beberapa ukuran atau variabel teramati
atau indikator. Variabel laten dihubungkan dengan variabel-variabel teramati melalui model pengukuran yang berbentuk analisis faktor. Setiap variabel laten
dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel terkait. Dalam menganalisis SEM pada penelitian ini akan digunakan software AMOS
Analysis of Moment Structure yang dikembangkan oleh James L. Arbukle. Analisis data yang akan dilakukan dengan model persamaan matematis
terhadap hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Tataguna lahan berpengaruh terhadap banjir
1 1
21 1
ζ ξ
γ η
+ =
Model persamaan matematis menjadi:
06 ,
26 ,
1 1
+ −
= ξ
η
Universitas Sumatera Utara
di mana: η
1
γ = Banjir
21
ξ = Koefisien regresi konstruk tataguna lahan ke banjir
1
ζ = Tataguna lahan
1
= Kesalahan pengukuran error terhadap banjir
2. Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir
1 2
22 1
ζ ξ
γ η
+ =
Model persamaan matematis menjadi:
06 ,
445 ,
2 1
+ −
= ξ
η
di mana: η
1
γ = Banjir
22
ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke banjir
2
ζ = Partisipasi masyarakat
1
= Kesalahan pengukuran error banjir
3. Tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir
1 2
22 1
21 1
ζ ξ
γ ξ
γ η
+ +
=
Model persamaan matematis menjadi:
06 ,
445 ,
26 ,
2 1
1
+ −
− =
ξ ξ
η
di mana: η
1
γ = Banjir
21
= Koefisien regresi konstruk tataguna lahan ke banjir
Universitas Sumatera Utara
ξ
1
γ = Tataguna lahan
22
ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke banjir
2
ζ = Partisipasi masyarakat
1
= Kesalahan pengukuran error banjir
4. Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian banjir
2 2
23 2
ζ ξ
γ η
+ =
Model persamaan matematis menjadi:
35 ,
11 ,
3
2 2
− =
ξ η
di mana: η
2
γ = Pengendalian banjir
23
ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke
pengendalian banjir
2
ζ = Partisipasi masyarakat
2
= Kesalahan pengukuran error pengendalian banjir
5. Partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir
1 2
21 2
23 1
ζ η
β ξ
γ η
+ +
=
Model persamaan matematis menjadi:
06 ,
78 ,
11 ,
3
2 2
1
+ −
= η
ξ η
di mana: η
1
= Banjir
Universitas Sumatera Utara
γ
23
ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke
pengendalian banjir
2
β = Partisipasi masyarakat
21
η = Koefisien regresi konstruk banjir ke pengendalian Banjir
2
ζ = Pengendalian banjir
1
= Kesalahan pengukuran error banjir
6. Pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir
1 2
21 1
ζ η
β η
+ =
Model persamaan matematis menjadi:
06 ,
78 ,
2 1
+ −
= η
η
di mana: η
1
β = Banjir
21
η = Koefisien regresi konstruk banjir ke pengendalian Banjir
2
ζ = Pengendalian banjir
1
= Kesalahan pengukuran error banjir
Universitas Sumatera Utara
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Banjir Secara Nasional
Kejadian bencana di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini berdasarkan data yang dicatat oleh Pusat Data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana yang menunjukkan bahwa kejadian bencana selama tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi 888 kejadian bencana dan pada tahun 2008 jumlah kejadian bencana sebanyak 1306 kejadian terjadi peningkatan 45,66,
sementara pada tahun 2009 mengalami peningkatan 652 kejadian atau 50 seperti diperlihatkan pada Gambar 5.1
Gambar 5.1 Jumlah kejadian bencana secara nasional tahun 2002-2009 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai kejadian bencana di Indonesia, menurut data yang disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana bahwa kejadian
banjir merupakan kejadian bencana yang paling sering terjadi setiap tahunnya dibandingkan dengan bencana lainnya. Berdasarkan data tersebut rata-rata
kejadian banjir per-tahun di berbagai daerah di Indonesia selama kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2009 sebanyak 297 kejadian pertahun, hal ini seperti
diperlihatkan pada data Tabel 5.1
Tabel 5.1 Rata-rata kejadian bencana di Indonesia tahun 2002-2009
No Jenis Kejadian
Rata-rata Kejadian Per tahun
1 Banjir
297 2
Kekeringan 156
3 Kebakaran
147 4
Angin Topan 110
5 Tanah Longsor
92 6
Banjir dan Tanah Longsor 27
7 Gelombang Pasang
17 8
Kecelakaan Transportasi 14
9 Gempa Bumi
11 10
Kebakaran Hutan dan Lahan 10
11 KonflikKerusuhan Sosial
6 12
Letusan Gunung Api 4
13 Aksi TerorSabotase
4 14
Kecelakaan Industri 2
15 Gempa Bumi dan Tsunami
0,25 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Universitas Sumatera Utara
Dampak yang ditimbulkan akibat bencana banjir selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2005 memperlihatkan bahwa korban manusia yang
mengungsi rata-rata sangat tinggi setiap tahunnya, sementara korban meninggal dunia menjadi tinggi terjadi pada kisaran tahun 20042005, demikian pula halnya
dengan dampak korban hilang yang mulai meningkat pada kisaran tahun 20042005. Disamping itu bencana banjir juga berdampak kepada kerusakan
rumah yang jumlahnya rata-rata setiap tahun cukup besar termasuk kerusakan pada fasilitas umumfasilitas sosial yang meningkat jumlah kerusakannya pada
tahun 20042005, hal ini menggambarkan bahwa bencana banjir di Indonesia cukup tinggi, diperlukan perlakuan untuk mengatasinya
Tabel 5.2 Dampak banjir di Indonesia tahun 2001-2005
Jumlah Kejadian Banjir dan Dampaknya
2001 2002
2002 2003
2003 2004
2004 2005
TOTAL
1 Jumlah Kejadian
150 186
143 182
661 2
Dampak a. Korban Manusia
- Meninggal 185
206 230
126.028 126.649
- Hilang 18
104 106
94.562 94.790
- Mengungsi 388.651 180.901 102.973 568.382 1.240.907
b. Rumah Rusak 57.087
58.285 54.479
72.346 242.197
c. FasosFasum 972
201 841
4.760 6.774
e. Sawah Ha 180.603 604.435
83.927 36.640
905.605 f. Jalan Km
1.005 217
396 1.685
3.303 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Universitas Sumatera Utara
Bencana banjir juga berdampak kepada lahan sawah yang tidak dapat digunakan yang jumlah luasnya juga sangat besar sehingga tidak dapat
difungsikan dan juga kerusakan pada fasilitas prasarana jalan yang mencapai ribuan kilometer seperti diperlihatkan pada Tabel 5.2 hal ini tentunya
menimbulkan kerugian secara ekonomi. Dari Gambar 5.1 menggambarkan jumlah kejadian banjir di setiap propinsi
secara nasional dalam kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2010. Dari sini terlihat bahwa propinsi Aceh menduduki ranking ke 5 sebagai wilayah yang
jumlah kejadian banjirnya tinggi dibanding wilayah lainnya. Propinsi Jawa Tengah merupakan propinsi yaang paling banyak kejadian banjirnya yaitu 475
kali, disusul dengan propinsi Jawa Timur dengan jumlah kejadian banjir 429 kali, selanjutnya propinsi Jawa Barat yang mempunyai jumlah kejadian banjir
sebanyak 410 kali kemudian propinsi Sumatera Utara dengan jumlah kejadian sebanyak 201 kejadian dan propinsi Aceh dengan jumlah kejadian 189 kali
sumber BNPB. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa propinsi Aceh merupakan propinsi yang rawan terhadap banjir dan memerlukan perhatian
khusus dalam penyelesaiannya Historis data memperlihatkan bahwa banjir merupakan bencana yang sering terjadi dan tidak tertutup kemungkinan bahwa
daerah-daerah yang terkena banjir selalu berulang setiap tahunnya seperti banjir di seputaran alirana DAS sungai Krueng Keureuto Aceh Utara. Menurut Buletin Info
Bencana Edisi Juli 2012 yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana disampaikan bahwa selama bulan Juli 2012 terjadi 15 kali kejadian,
banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia termasuk
Universitas Sumatera Utara
diantara kelima belas banjir tersebut, terjadi 4 kali banjir bandang, yakni di Luwu, Morowali, Kutai Kartanegara, dan Kota Padang. Selebihnya, kejadian bencana
banjir tersebar di sejumlah wilayah, Kota Pematang Siantar, Maluku Tengah, Kolaka, Wajo, Aceh Utara, Tanah Bumbu, Labuhan Batu Utara, Tanah Laut,
Bone Bolango, dan Sarmi. Pada tahun 2005 jumlah lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran di
Indonesia adalah seluas 245.497 Ha dan dari jumlah tersebut 32,74 atau 80.384 Ha mengalami gagal panen seperti diperluhatkan pada Tabel 5.3, sedangkan pada
tahun 2006 luasan lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran adalah seluas 262.984 Ha dan 39,85 atau 104.802 Ha mengalami gagal panen. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa luasan lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran meningkat dari tahun 2005 yaitu sebesar 7,12 pada tahun 2006. Berdasarkan
data yang diperlihatkan pada Tabel 5.3 dinyatakan bahwa akumulasi luasan lahan yang terkena kebanjiran pada tahun 2005 – 2006 tertinggi terjadi di Propinsi Jawa
Barat dengan 132.129 Ha lahan tanaman padi yang terkena banjir dan dari jumlah tersebut digambarkan bahwa 32,73 atau 43.250 Ha mengalami gagal panen
puso. Sementara luasan wilayah yang terkena banjir terendah adalah Propinsi Maluku Utara dengan luasan sawah yang terkena banjir hanya 33 Ha dan tidak
mengalami kegagalan panen. Info Bencana BNPB Edisi Juli 2012. Dari Tabel 5.3 diperlihatkan bahwa luasan tanaman padi yang terkena bencana banjir dan
gagal panen puso cukup besar, namun ada penurunan dari tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2006.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.2 Jumlah kejadian banjir setiap propinsi tahun 2002-2010
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Kondisi di propinsi Aceh dinyatakan bahwa pada tahun 2005 luas lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir seluas 31.670 Ha. Dari jumlah
tersebut seluas 5.341 Ha mengalami kegagalan panen puso. Sementara pada tahun 2006 luas lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir seluas
7.194 Ha dan dari jumlah tersebut seluas 2.312 Ha mengalami kegagalan panen puso yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yang dapat berdampak pada
perekonomian rakyat. Berdasarkan data tersebut terjadi penurunan luasan lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir sebesar 24.476 Ha dan luasan
yang mengalami kegagalan panen puso terjadi penurunan sebesar 3.029 Ha, kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun luasan yang terkena damapak banjir
cukup besar namun kegagalan panen masih besar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3 Luas banjir ha pada tanaman padi tahun 2005-2006
No Propinsi
2005 2006
Total T
P T
P T
P
1 Aceh
31.670 5.341
7.194 2.312
38.864 7.653
2 Sumatera Utara
7.059 2.472
9.527 1.453
16.586 3.925
3 Sumatera Barat
1.552 328
2.643 785
4.195 1.113
4 Riau
423 17
21 9
444 26
5 Jambi
2.053 1.019
459 290
2.512 1.309
6 Sumatera Selatan
47.080 28.040
12.636 3.561
59.716 31.601
7 Bengkulu
1.954 1.005
64 -
2.018 1.005
8 Lampung
26.840 23.000
5.636 704
32.476 23.704
9 DKI Jakarta
- -
- -
- -
10 Jawa Barat 30.518
5.195 101.611
38.055 132.129 43.250
11 Jawa Tengah 14.542
1.707 33.384
14.943 47.926
16.650 12 DI Yogyakarta
1.540 65
302 9
1.842 74
13 Jawa Timur 5.010
850 18.667
8.533 23.677
9.383 14 Bali
- -
- -
- -
15 Nusa Tenggara
Barat 1.577
423 1.553
605 3.130
1.028 16
Nusa Tenggara Timur
- -
209 -
209 -
17 Kalimantan Barat 19.150
598 1.681
32 20.831
630 18
Kalimanatan Tengah
14.725 4.045
97 -
14.822 4.045
19 Kalimantan Selatan 20.558
5.531 25.508
13.137 46.066
18.668 20 Kalimantan Timur
945 250
431 180
1.376 430
21 Sulawesi Utara -
- 3.315
580 3.315
580 22 Sulawesi Tengah
95 15
963 737
1.058 752
23 Sulawesi Selatan 8.316
325 24.095
16.590 32.411
16.915 24 Sulawesi Tenggara
- -
- -
- -
25 Maluku -
- -
- -
- 26 Maluku Utara
33 -
- -
33 -
27 Papua -
- -
- -
- 28 Banten
9.835 159
12.613 2.192
22.448 2.351
29 Gorontalo 23
- 375
95 398
95
TOTAL 245.498
80.385 262.984 104.802 508.482 185.187
T= Terkena P= Puso gagal Panen
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Universitas Sumatera Utara
5.2 Kondisi Banjir Aceh Utara