nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likelihood Estimates MLE yang digunakan dalam penelitian ini tidak
terpengaruh robust terhadap penyimpangan multivariate normality Wijaya, 2009.
Tabel 5.9 Hasil uji normalitas
Variable min
max skew
c.r. kurtosis
c.r.
Y21 3,000
5,000 0,131
1,004 -1,391
-5,350 Y22
2,000 5,000
0,275 2,114
-0,515 -1,979
Y23 2,000
5,000 0,478
3,680 -0,552
-2,121 Y24
3,000 5,000
0,165 1,267
-1,682 -6,469
X21 2,000
5,000 0,237
1,827 -0,861
-3,312 X22
2,000 5,000
-0,070 -0,540
-1,764 -6,786
X23 2,000
5,000 -0,363
-2,790 -0,807
-3,104 X24
2,000 5,000
0,129 0,996
-1,410 -5,423
Y14 3,000
5,000 -0,862
-6,628 -0,595
-2,289 Y13
3,000 5,000
-0,375 -2,881
-0,761 -2,926
Y12 2,000
5,000 0,146
1,127 -0,809
-3,110 Y11
2,000 5,000
-0,016 -0,126
-1,391 -5,349
X14 2,000
5,000 0,355
2,734 -1,137
-4,373 X13
2,000 5,000
-0,027 -0,208
-,673 -2,587
X12 2,000
5,000 0,291
2,237 -1,077
-4,141 X11
2,000 5,000
-0,264 -2,031
-0,707 -2,721
Multivariate -4,800
-1,884
Universitas Sumatera Utara
5.5.3 Interpretasi dan modifikasi model
Langkah interpretasi dan modifikasi model adalah menginterpretasikan model dan modifikasi model bagi model-model yang tidak dapat memenuhi syarat
pengujian yang dilakukan. Setelah model diestimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati 0 dan distribusi frekuensi dari kovarian residual harus bersifat
simetrik Tabchnick, 1997, dalam Ferdinand, 2000. Model yang baik seharusnya memiliki nilai Standardized Residual
Covariance yang kecil. Angka + 2,58 merupakan batas nilai standardized residual yang diperkenankan. Hasil Standardized Residual Covariance diperlihatkan pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Standardized Residual Covariance
Y21 Y22
Y23 Y24
X21 X22
X23 X24
Y14 Y13
Y12 Y11
X14 X13
X12 X11
Y21 ,000
Y22 -,628
,000 Y23
-,085 ,577
,000 Y24
-,510 -,220 ,025
,000 X21
,428 1,082 ,143
,822 ,000
X22 ,480
-,070 -,478 -1,058 -,267 ,000
X23 ,406 -1,795 -,844 -1,065 ,962 -1,837 ,000
X24 ,146
,746 -,046
,937 ,829 -2,186 1,029 ,000
Y14 -,745 -,802 -,392 -,191 -,255
,488 ,434 -1,058 -,072
Y13 ,222
-,051 -,243 -,170 -1,054 ,265 -,170 -,458
,314 -,107
Y12 ,295
-,193 1,016 ,603 ,452 -1,230 ,984
-,707 -,522 -,375 -,252 Y11
1,062 -1,656 -1,634 ,981 -,560 -1,591 2,171 -,446 -1,293 ,880
,335 -,045
X14 ,376
1,121 ,130 1,271 1,783 1,420 1,526 1,192 1,960 -,553 2,983 1,087 ,000 X13
,267 -,863
,737 ,967 1,342 -,166
,531 1,137 -,001 -,808 ,271
,356 ,799
,000 X12
-,121 -,434 ,173
,474 1,636 -,302 -1,019 2,376 ,778 -,467
,943 ,419
-,681 ,340
,000 X11
-,096 ,117
-,030 1,503 ,748 -,715 -,876 1,534 ,655 -1,333 -,321
,853 ,076 -1,626 ,619 ,000
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil Tabel 5.10 di atas terlihat bahwa nilai standardized residual covariance secara menyeluruh lebih kecil dari 2,58. Nilai terbesar adalah sebesar
2,376. Nilai tersebut terlihat pada pertemuan X
12
dan X
24
dan nilai tersebut masih lebih kecil jika dibandingkan dengan 2,58. Berdasarkan hasil terbut dapat
disimpulkan bahwa modifikasi terhadap model dalam penelitian ini tidak perlu dilakukan
5.5.4 Uji kesahihan konvergen
Uji kesahihan konvergen diperoleh dari data pengukuran model setiap variabel measurement model, uji ini dilakukan untuk menentukan kesahihan
setiap indikator yang diestimasi, dengan mengukur dimensi dari konsep yang diuji pada penelitian. Apabila indikator memiliki nadir critical ratio yang lebih besar
dari dua kali standar kesalahan standard error, menunjukkan bahwa indikator secara sahih telah mengukur apa yang seharusnya diukur pada model yang
disajikan Wijaya, 2009. Validitas konvergen dapat dinilai dengan menentukan apakah setiap
indikator yang diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Berdasarkan Tabel 5.11 hasil pengukuran nilai bobot regresi
menunjukkan bahwa nilai nadir critical ratio untuk semua indikator yang ada lebih besar dari dua kali standar kesalahan standard error yang berarti bahwa
semua butir pada penelitian sahih terhadap setiap variabel penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11 Bobot regresi pada faktor
Variabel Estimate
S.E. C.R
P X11
--- Tataguna Lahan 1,000
X12 --- Tataguna Lahan
1,815 0,319 5,684
X13 --- Tataguna Lahan
1,249 0,251 4,971
X14 --- Tataguna Lahan
1,132 0,233 4,864
Y11 --- Banjir
1,000 Y12
--- Banjir 1,967
0,416 4,735 Y13
--- Banjir 1,213
0,283 4,282 Y14
--- Banjir 1,088
0,280 3,891 X24
--- Partisipasi Masyarakat 1,000
X23 --- Partisipasi Masyarakat
0,601 0,124 4,853
X22 --- Partisipasi Masyarakat
1,241 0,187 6,633
X21 --- Partisipasi Masyarakat
0,478 0,102 4,701
Y24 --- Pengendalian Banjir
1,000 Y23
--- Pengendalian Banjir 0,695
0,118 5,884 Y22
--- Pengendalian Banjir 1,041
0,140 7,409 Y21
--- Pengendalian Banjir 0,277
0,111 2,505 0,012
5.5.5 Uji kausalitas model
Melalui program statistik Amos dapat dianalisis dan dihitung hasil bobot regresi uji kausalitas atau pengaruh antar variabel. Selain itu derajat kebebasan
atau degree of freedom df, nilai c.r atau t hitung juga dapat diketahui,
berdasarkan signifikansi t hitung dengan nilai probabilitas p = 0.05
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.12 Uji kausalitas model
Variabel
Estimate
S.E. C.R
P
Pengendalian Banjir
--- Partisipasi Masyarakat
3,108 1,083 2,870 0,004
Banjir ---
Tataguna Lahan -0,259 0,120 2,169 0,030
Banjir ---
Partisipasi Masyarakat -0,435 0,216 2,011 0,044
Banjir ---
Pengendalian Banjir -0,782 0,222 3,519
Penjelasan lebih lanjut analisis evaluasi bobot regresi tersebut dapat diuraikan dan dijelaskan sebagai berikut:
a. Variabel partisipasi masyarakat mempengaruhi secara signifikan variabel pengendalian banjir karena signifikansi t hitung sebesar 0,004 lebih kecil dari
nilai probabillitas 0.05. b. Variabel tataguna lahan mempengaruhi secara signifikan variabel Banjir
karena signifikansi t hitung sebesar 0,030 lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05,
c. Variabel partisipasi masyarakat mempengaruhi secara signifikan variabel Banjir karena signifikansi t hitung sebesar 0,044 lebih kecil dari nilai
probabillitas 0.05. d. Variabel pengendalian banjir mempengaruhi secara signifikan variabel Banjir
karena signifikansi t hitung sebesar 0 lebih kecil dari nilai probabillitas sebesar 0.05.
Universitas Sumatera Utara
5.5.6 Efek langsung, efek tidak langsung dan efek total
Besarnya pengaruh masing-masing variabel laten secara langsung standardized direct effect maupun secara tidak langsung standardized indirect
effect serta pengaruh total efek standardized total effect seperti diperlihatkan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Standardized direct effects
VARIABEL Partisipasi
Masyarakat Tataguna
Lahan Pengendalian
Banjir Banjir
Pengendalian Banjir 1,640
0,000 0,000
0,000 Banjir
-0,416 -0,323
-1,416 0,000
Tabel 5.14 Standardized indirect effects
VARIABEL Partisipasi
Masyarakat Tataguna
Lahan Pengendalian
Banjir Banjir
Pengendalian Banjir 0,000
0,000 0,000
0,000 Banjir
2,322 0,000
0,000 0,000
Tabel 5.15 Standardized total effects
VARIABEL Partisipasi
Masyarakat Tataguna
Lahan Pengendalian
Banjir Banjir
Pengendalian Banjir 1,640
0,000 0,000
0,000 Banjir
1,906 -0,323
-1,416 0,000
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengaruh masing-masing variabel laten secara langsung standardized direct effect maupun tidak langsung standardized indirect effect
serta efek total standardized total effect dapat dijelaskan sebagai berikut: a Variabel partisipasi masyarakat dalam hal ini memiliki pengaruh langsung
sebesar 1.640 dan tidak mempunyai pengaruh tak langsung terhadap variabel pengendalian banjir sehingga mempunyai efek total sebesar
1,640 b Variabel partisipasi masyarakat dalam hal ini memiliki pengaruh langsung
sebesar -0.416 dan mempunyai pengaruh tak langsung sebesar 2,322 terhadap variabel banjir sehingga mempunyai efek total sebesar 1,906
c Variabel tataguna lahan tidak memiliki pengaruh langsung terhadap variabel pengendalian banjir dan juga tidak mempunyai pengaruh tak
langsung terhadap variabel pengendalian banjir sehingga tidak mempunyai efek total atau sebesar 0,000.
d Variabel tataguna lahan memiliki pengaruh langsung sebesar -0.323 terhadap variabel banjir dan tidak mempunyai pengaruh tak langsung
terhadap variabel banjir sehingga efek total sebesar -0,323 e Variabel pengendalian banjir memiliki pengaruh langsung sebesar -1.416
terhadap variabel banjir dan tidak mempunyai pengaruh tak langsung terhadap variabel Banjir dengan demikian mempunyai efek total sebesar
-1,416
Universitas Sumatera Utara
5.6 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis untuk menguji hipotesis penelitian didasarkan atas pengolahan data dengan menggunakan analisis Stuctural Equation Modeling
SEM, dengan cara menganalisis nilai regresi Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling. Pengujian hipotesis ini adalah dengan
menganalisis nilai c.r Critical Ratio dan nilai Probability P hasil pengolahan data, dibandingkan dengan batasan statistik yang disyaratkan, yaitu diatas 1.96
untuk nilai c.r Critical Ratio dan di bawah 0.05 untuk nilai Probability P. Apabila hasil pengolahan data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut
di atas, maka hipotesis penelitian dapat diterima.
Tabel 5.16 Hasil estimasi c.r critical ratio dan P-Value
Variabel Estimate S.E.
C.R P
Pengendalian Banjir
--- Partisipasi
Masyarakat 3,108
1,083 2,870 0,004 Banjir
--- Tataguna Lahan -0,259
0,120 2,169 0,030 Banjir
--- Partisipasi
Masyarakat -0,435
0,216 2,011 0,044 Banjir
--- Pengendalian Banjir -0,782
0,222 3,519 X11
--- Tataguna Lahan 1,000
X12 --- Tataguna Lahan
1,815 0,319 5,684
X13 --- Tataguna Lahan
1,249 0,251 4,971
X14 --- Tataguna Lahan
1,132 0,233 4,864
Y11 --- Banjir
1,000 Y12
--- Banjir 1,967
0,416 4,735
Universitas Sumatera Utara
Variabel Estimate S.E.
C.R P
Y13 --- Banjir
1,213 0,283 4,282
Y14 --- Banjir
1,088 0,280 3,891
X24 ---
Partisipasi Masyarakat
1,000 X23
--- Partisipasi
Masyarakat 0,601
0,124 4,853 X22
--- Partisipasi
Masyarakat 1,241
0,187 6,633 X21
--- Partisipasi
Masyarakat 0,478
0,102 4,701 Y24
--- Pengendalian Banjir 1,000
Y23 --- Pengendalian Banjir
0,695 0,118 5,884
Y22 --- Pengendalian Banjir
1,041 0,140 7,409
Y21 --- Pengendalian Banjir
0,277 0,111 2,505 0,012
Dari Tabel 5.16 memperlihatkan bahwa semua nilai critical ratio c.r lebih besar dari 1,96 demikian pula halnya dengan nilai Probability P yang
nilainya lebih kecil dari 0,05 yang bermakna bahwa semua variabel signifikan.
5.6.1 Hipotesis 1 pengaruh tataguna lahan terhadap banjir
Hasil pengujian hipotesis tataguna lahan berpengaruh negatif terhadap banjir adalah signifikan. Hasil ini diperlihatkan dari nilai critical ratio c.r
sebesar 2,169 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 serta nilai Probability P sebesar 0,030 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan
hipotesis penelitian dapat diterima.
Universitas Sumatera Utara
Loading faktor variabel tataguna lahan terhadap variabel banjir adalah sebesar -0,259. Nilai loading faktor bertanda negatif hal ini dapat diartikan bahwa
tataguna lahan dalam hal ini luasan lahan penyangga air dapat mengurangi besaran banjir sehingga setiap penambahan atau peningkatan nilai variabel
tataguna lahan sebesar satu satuan maka akan menurunkan atau mengurangi besaran banjir sebesar 0,259. Demikian pula sebaliknya apabila terjadi
pengurangan luas tataguna lahan lahan penyangga air satu satuan dapat meningkatkan besaran banjir sebesar 0,259.
Kebutuhan lahan untuk perumahanpemukiman di Aceh utara setiap tahunnya meningkat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut adakalanya masyarakat melakukan alih fungsi lahan sawah menjadi rumah tinggal atau rumah toko Ruko Perubahan ini dilakukan oleh
masyarakat disamping untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal juga untuk menaikkan nilai tambah lahan terhadap harga jual sehingga masyarakat lebih
menyukai membangun ruko di daerah persawahan khususnya pada lahan sawah yang terletak di pinggir jalan. Dengan perubahan lahan sawah menjadi rumah
tinggal atau ruko akan menyebabkan koefisien pengaliran menjadi berubah dan mengurangi resapan air ke dalam tanah. Perubahan lahan sawah menjadi
perumahan atau ruko menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya banjir. Kondisi serupa juga terjadi di daerah aliran sungai Kaligarang
pada penelitian Kurnia et al 2006 yang menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan permukiman dan industri menyebabkan
dampak meningkatnya debit dan sedimentasi yang menyebabkan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
banjir. Pasaribu 2007, pada penelitiannya yang dilakukan di Kota Medan memberikan kesimpulan bahwa perubahan lahan pada peruntukan kebunhutan
menjadi pemukiman akan mengakibatkan peningkatan debit sebesar 17 yang berpotensi menjadi banjir. Selain itu Widyaningsih 2008, menyatakan bahwa
korelasi antara lahan hutan, perkebunan, kebun campuran dan semak berkorelasi negatif tidak searah dengan limpasan banjir, debit aliran, erosi dan
sedimentasi, tetapi lahan pemukiman, sawah, tegal dan tanah terbuka berkorelasi positif searah dan korelasi antara tataguna lahan dengan limpasan banjir.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan, pergeseran penggunaan Iahan diakibatkan adanya penyesuaian penggunaan terhadap kebutuhan pelayanan
yang baru, pcrubahan penggunaan lahan di perkotaan cenderung didominasi oleh penggunaan lahan terbangun. Tata guna Iahan di daerah aliran sungai
mempunyai pengaruh terhadap besarnya air larian, yang dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien aliran permukaan disamping pengaruh lain seperti
bentuk dan ukuran daerah aliran sungai DAS, topografi, dan geologi. Peningkatan koefesien aliran mengindikasikan bahwa DAS telah mengalami
gangguan fisik sebagai dampak dari adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun Dewajati, 2003.
Penelitian dilakukan oleh Talaohu, et al 2006 di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah, memberikan kesimpulan bahwa alih
fungsi lahan terutama hutan dan kebun campuran menjadi tegalan dari berbagai penggunaan pertanian ke pemukimanperkotaan berpengaruh negatif atau
menurunkan daya sangga air di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS
Universitas Sumatera Utara
Kaligarang, Jawa Tengah. Hal ini berpotensi terhadap peningkatan intensitas dan frekuensi banjir di kedua DAS tersebut. Perubahan lahan peruntukan tanaman
seperti sawah, kebun dan lainnya yang diharapkan menjadi penyangga air yang peruntukannya berubah menjadi pemukiman berpengaruh terhadap peningkatan
limpasan permukaan juga dinyatakan oleh Suroso et al 2006, bahwa perubahan tataguna lahan yang paling berpengaruh terhadap debit banjir adalah perubahan
lahan sawah dan pemukiman kemudian disusul dengan lahan tegalan. Dari penelitian Feyen et al 2006, yang mengkaitkannya dengan
pemanasan global memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan pola penggunaan lahan masa depan untuk wilayah Eropah menunjukkan bahwa efek dari banjir
meningkat karena ekspansi wilayah perkotaan melampaui jauh pengaruh perubahan lahan penyangga air dan pengaruh iklim. Direktorat Kehutanan dan
Konservasi Sumberdaya Air, Bappenas, Jakarta, penelitian yang dilakukan oleh Edi 2007, memberikan kesimpulan bahwa perubahan penggunaan lahan di
daerah hulu akan memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya.
Dengan demikian pengelolaan DAS merupakan aktifitas yang berdimensi biofisik seperti, pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan
kritis, dan pengelolaan pertanian konservatif berdimensi kelembagaan seperti insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan
berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat, sehingga dalam perencanaan model pengembangan DAS terpadu harus
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan aktifitasteknologi pengelolaan DAS sebagai satuan unit perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Penelitian lainnya oleh Wesli 2007, menyatakan bahwa limpasan permukaan banjir sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan dan pengaturan
tataguna lahan. Pada kajian lain yang dilakukan di Shenzhen region, China dikatakan bahwa perubahan penggunaan lahan yang mengakibatkan limpasan
tinggi dan puncak banjir menjadi besar, debit limpasan dan waktu pertemuan lebih pendek dengan demikian risiko bencana banjir menjadi besar Shi Pei-Jun. et al,
2007. Perubahan fungsi lahan sawah, kebun menjadi lahan pemukiman baik
dalam bentuk perumahan maupun pertokoan yang terjadi di Aceh Utara ada kesamaan dengan yang terjadi di Surakarta berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Sudarto et al 2010, hasil penelitian menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan di DAS Gatak cukup berarti, terutama pada peralihan fungsi lahan dari
persawahan, perkebunan, dan padang rumput menjadi daerah permukiman. Pada tahun 2001 prosentase luas lahan untuk
bangunangedung 1,56, perkebunankebun 2,93, padang rumput 1,90, permukiman 51,66, sawah
41,82, dan perairan tawar 0,10 dan perubahan penggunaan lahan pada tahun 2007 prosentase luas lahan untuk bangunan atau gedung adalah 2,
perkebunankebun 1,16, padang rumput 1,2, permukiman 61,18, sawah 34,36, dan perairan tawar 0,10. Perubahan fungsi lahan tersebut menyebabkan
terjadinya penyusutan lahan-lahan resapan menjadi permukaan tanah yang kedap air hingga mencapai 9,95 dari luas DAS yang ada yaitu +1152,97 ha.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan debit aliran permukaan runoff yang terjadi pada tahun 2001 dan 2007, menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan debit aliran permukaan di DAS
Gatak. Kenaikan ini dipicu oleh karena adanya alih fungsi lahan yang ditunjukkan dengan adanya trend kenaikan koefisien aliran permukaan C, yaitu dari C2001 =
0,287 pada tahun 2001 menjadi C2007 = 0,307 pada tahun 2007. Kemungkinan kejadian hujan yang menyebabkan banjir dan genangan di wilayah Kelurahan
Sumber, Kecamatan Banjarsari, dan Kota Surakarta diprediksi akan terjadi dengan periode ulang 2 tahunan. Hal ini terbukti dengan kejadian banjir yang terjadi
secara berturut-turut pada tahun 2007 dan 2009. Kejadian banjir dan genangan ini belum pernah terjadi sebelum tahun 2001. Besar kemungkinan terjadinya banjir
ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan dalam 5 tahun terakhir. Bila proses penanganan perubahan tata guna lahan yang terjadi pada wilayah ini tidak
dilakukan dengan baik dan terencana, maka dapat diprediksi bahwa dampak terhadap banjir dan genangan ini akan semakin meluas di Kota Surakarta. Pada
kajian yang dilakukan di bagian selatan Warsawa Polandia, memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan respon dari daerah tangkapan hujan
terhadap kejadian banjir dalam berbagai tahap penggunaan lahan Kazimierz et al 2010.
Berdasarkan informasi dari aparatur pemerintah daerah yang terlibat dalam penanganan banjir Bappeda, Dinas Pengairan, BPBD sebagai informan terhadap
pelaksanaan aturan IMB terkait pembangunan rumah atau ruko di atas lahan sawah menggambarkan bahwa 20 menyatakan tidak baik, 53 kurang baik, 0
cukup baik, 20 baik dan hanya 7 yang menyatakan sangat baik seperti
Universitas Sumatera Utara
diperlihatkan pada Gambar 5.9. Informasi ini sejalan dengan hasil pengujian hipotesis bahwa alih fungsi lahan sawah menjadi rumah tinggal atau rumah toko
Ruko banyak terjadi di Aceh Utara sehingga dapat mempengaruhi daya resapan air ke dalam tanah.
Gambar 5.9 Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan IMB terkait rumah atau ruko di lahan sawah berdasarkan informasi dari aparatur sebagai informan
Berdasarkan berbagai kajian seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dapat
mempengaruhi aliran permukaaan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya banjir. Kondisi lahan hutan yang tidak optimal terhadap rasio luasan
hutan yang kurang merupakan persoalan di Aceh Utara, hal ini salah satunya disebabkan karena banyaknya terjadi penebangan hutan secara liar ilegal
logging hal ini berdasarkan hasil kuesioner dimana 19 menyatakan sangat
Universitas Sumatera Utara
banyak terjadi, 41 menyatakan banyak terjadi, 38 menyatakan cukup banyak terjadi dan hanya 2 yang menyatakan kurang. Kejadian penebangan hutan
secara liar ilegal logging menurut data responden di Aceh Utara diperlihatkan pada Gambar 5.10.
Gambar 5.10 Kejadian ilegal logging di aceh utara Berdasarkan responden
Penebangan hutan secara liar dapat menyebabkan kurangnya tutupan lahan yang menjadi penyangga air yang dapat berakibat pada terjadinya limpasan
permukaan yang besar dalam bentuk banjir. Keseluruhan antara air hujan lolos dengan volume aliran permukaan banjir menunjukkan korelasi positif yang
linear pada tutupan lahan hal ini berdasarkan kondisi lahan tanpa vegetasi bawah dan lapisan seresah mempunyai korelasi yang kuat Kusratmoko. et al, 2002.
Penelitian yang dilakukan oleh Panahi et al 2010, di Northeastern Tehran, Iran, memberikan hasil dan kesimpulan bahwa dampak dari perubahan
penggunaantutupan lahan pada degradasi lingkungan menunjukkan bahwa hal ini
Universitas Sumatera Utara
akan meningkatkan bencana banjir banjir. Dari penelitian dilakukan oleh Pratistoa et al 2003, menggunakan metode kombinasi antara analisis multi temporal
berbasis citra satelit dan pemodelan debit puncak. Analisis multi temporal digunakan untuk memperoleh infromasi tentang kondisi penutup lahan pada tahun
1992 dan 2003, serta laju perubahan yang terjadi sementara pemodelan debit puncak dilakukan dengan menggunakan metode rasional, yang memanfaatkan
informasi koefisien aliran yang diturunkan dari informasi penutup lahan berbasis citra, memberikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perubahan penutup
lahan di DAS Gesing bagian hulu telah terjadi secara signifikan, dan hal ini berpengaruh besar terhadap peningkatan koefisien aliran permukaan serta debit
puncak Banjir. Belum diundangkannya Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW kabupaten
Aceh Utara merupakan persoalan dalam pengaturan tataguna lahan hal ini akibat dari belum dilakukan pembuatan peraturan daerah yang di propinsi Aceh dikenal
dengn nama Qanun yang mengatur secara detil tentang penggunaan lahan termasuk perizinannya. Sejalan dengan hal tersebut kajian yang dilakukan oleh He
Fei 2006 di Shenzhen, China yang menyatakan bahwa ada dampak hubungan yang nyata antara perubahan kebijakan tataguna lahan terhadap resiko banjir
sampai batas tertentu dinyatakan bahwa p
Pada penelitian ini variabel tataguna lahan memiliki pengaruh langsung sebesar -0.323 terhadap variabel banjir dan tidak mempunyai pengaruh tak
erubahan pemanfaatan lahan, terutama penggunaan lahan perkotaan, menyebabkan peningkatan arus sungai yang
membuat resiko banjir meningkat.
Universitas Sumatera Utara
langsung terhadap variabel banjir sehingga efek total sebesar -0,323. Kemampuan luas lahan penyangga air tanah hutan rakyat, hutan negara dan
perkebunan yang dianalisis secara teknis melalui analisis hidrologi berdasarkan data curah hujan terdahulu menghasilkan bahwa perbandingan luas lahan
penyangga air tanah hutan rakyat, hutan negara dan perkebunan di lokaasi penelitian pada kondisi eksisting sebesar 31 secara hidrologi akan
menghasikan debit sebesar 118 m
3
detik sementara kemampuan kapasitas sungai dan drainase mengalirkan air hanya sebesar 109,44 m
3
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa indikator kemampuan luas lahan hutan sebagai penyangga air, rasio tataguna lahan, regulasi yang
mengatur tentang penggunaan lahan, dan indikator terjadinya penebangan hutan secara liartanpa izin illegal loging di Aceh Utara berkonstribusi dalam
mempengaruhi terjadinya banjir sebesar 0,259 dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
detik, hal ini memperlihatkan bahwa kapasitas sungai tidak mampu mengalirkan air dan
masih terjadi kelebihan debit aliran sebesar 8,17 m3detik yang berpotensi menjadi banjir. Untuk mendapatkan kondisi seimbang dalam artian debit aliran
berdasarkan curah hujan besarnya sama atau mendekati kapasitas kemampuan sungai dan drainase mengalirkannya maka rasio lahan penyangga air tanah
hutan rakyat, hutan negara dan perkebunan harus mempunyai luas kurang lebih 42 dari luas wilayah.
Universitas Sumatera Utara
5.6.2 Hipotesis 2 pengaruh partisipasi masyarakat terhadap banjir
Hipotesis partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir adalah signifikan hal ini diperlihatkan dengan nilai critical ratio c.r sebesar 2,011 yang
lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 dan nilai Probability P sebesar 0,044 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan hipotesis penelitian dapat diterima.
Loading faktor variabel partisipasi masyarakat terhadap variabel banjir -0,435 dan bertanda negatif yang menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat dapat
menurunkanmengurangi banjir. Kondisi ini dapat diartikan bahwa setiap penambahan atau peningkatan nilai variabel partisipasi masyarakat sebesar satu
satuan akan menurunkanmengurangi banjir sebesar 0,435 dari satuan tersebut, demikian juga sebaliknya apabila terjadi penurunan atau pengurangan partisipasi
masyarakat satu satuan maka akan meningkatkan banjir sebesar 0,435 dari satuan tersebut.
Berdasarkan hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur banjir di Aceh Utara belum diberi
ruang yang cukup oleh pemerintah daerah, hal ini terlihat dari jawaban responden yang menggambarkan bahwa hanya 1 yang sangat dilibatkan, 1 yang
dilibatkan, 29 cukup dilibatkan, 55 kurang dilibatkan dan 14 tidak dilibatkan. Rendahnya pasrtisipasi masyarakat dalam menjaga infrastruktur banjir
menimbulkan ketidakpedulian dan masyarakat beranggapan bahwa tugas menjaga infrastruktur banjir merupakan tugas pemerintah. Pelibatan masyarakat dalam
pemeliharaan infrastruktur banjir di Aceh Utara berdasarkan data responden seperti diperlihatkan pada Gambar 5.11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11 Pelibatan masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur banjir Berdasarkan responden
Pemeliharaan infrastruktur banjir perlu dilakukan untuk mengantisipasi kejadian banjir. Kewenangan memelihara inferastruktur banjir merupakan
kewajiban pemerintah melalui dinas sumber daya air namun apabila dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat sebagai salah satu pemangku
kepentingan stake holder akan mendapatkan banyak manfaat, masyarakat dapat berperan secara aktif disamping itu dapat mengurangi biaya operasi dan
pemeliharaan OP sebagaimana sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh Yudho 2002, di kawasan kota lama Semarang memberikan kesimpulan bahwa
dengan adanya partisipasi masyarakat maka dalam pembiayaan kegiatan operasi dan pemeliharaan dalam pelaksanaan program pengendalian banjir dapat teratasi
apabila pelaksanaan program pengendalian banjir dapat berjalan secara maksimal maka akan didapat manfaat atau dampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya peningkatan kebutuhan lahan oleh masyarakat menyebabkan perubahan tataguna lahan. Pemerintah perlu melakukan upaya mengatasi banjir
dengan pembuatan tanggul namun harus disinergikan dengan partisipasi masyarakat seperti dengan larangan membuang sampah ke sungai dan sebagainya
untuk mengatasi banjir Murdiono, 2007 Dari penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana,
Direktorat Pengairan dan Irigasi pada tahun 2007, di wilayah Indonesia dalam rangka menentukan kebijakan pemerintah terhadap penanggulangan banjir
memberikan kesimpulan bahwa perumusan partisipasi masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa mencermati posisi dan urgensi stakeholder lainnya, seperti
intermediaries dan decisionpolicy maker. Dari sudut pandang tingkat partisipasi stakeholder, ada batasan bahwa tidak semua kegiatan penanggulangan banjir
dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder sampai ke tingkat empowerment. Semakin banyak pihak yang terlibat, akan terlalu banyak kepentingan yang harus
diakomodasi dan terlalu banyak jalur birokrasi antar sektor, sehingga proses koordinasi lintas sektor dan pelaksanaan kegiatan sangat mungkin menjadi
terhambat, bahkan batal, dengan demikian tingkat ketertarikan, pengaruh dan kepentingan setiap stakeholder harus diidentifikasi lebih dahulu agar bisa
ditentukan sejauh mana stakeholder tersebut dilibatkan. Pada kajian yang dilakukan di Carolina Utara menunjukkan bahwa
pengalaman banjir dan faktor risikonya meningkatkan kemungkinan adopsi mitigasi bahaya lokal Pengaruh partisipasi masyarakat khususnya perusahaan
Universitas Sumatera Utara
melalui kegiatan Corporate Social Responsibility CSR dan mitigasi dapat mengurangi bencana banjir Craig et al 2006
Partisipasi masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan masih sangat kurang. Peran pemerintah masih sangat dominan pada setiap tahap
bencana. Partisipasi masyarakat pada tahap sebelum bencana, memiliki pengaruh sangat kecil dalam proses dan implementasi kebijakan. Tingkat partisipasi terbaik
yang terjadi baru pada tingkat konsultasi. Pada beberapa kegiatan masih pada tingkat informasi.
Pada penelitian ini dinyatakan bahwa variabel partisipasi masyarakat memiliki pengaruh langsung sebesar -0.416 dan mempunyai pengaruh tak
langsung sebesar 2,322 terhadap variabel banjir sehingga mempunyai efek total sebesar 1,906. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa keterlibatan
masyarakat dalam menjaga infrastruktur banjir dengan tidak membuang sampah ke dalam sungai atau saluran, keterlibatan masyarakat dalam memberi bantuan
dalam bentuk uang maupun tenaga seperti melaksanakan gotong royong membersihkan saluran, keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan penanggulangan atau mengantisipasi banjir, keterlibatan masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan seperti mengawasi pembangunan indrastruktur banjir berkontribusi mempengaruhi terjadinya banjir sebesar 0,435 dan sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain. Ditahap ini masyarakat masih sebagai obyek programkegiatan
pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
5.6.3 Hipotesis 3 pengaruh tataguna lahan dan partisipasi masyarakat
terhadap banjir
Hipotesis tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir adalah signifikan dan berpengaruh positif hal ini diperlihatkan dengan nilai
critical ratio cr sebesar 2,103 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 dan nilai P Value sebesar 0,036 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan
hipotesis penelitian dapat diterima. Loading faktor variabel tataguna lahan dengan partisipasi masyarakat
terhadap variabel banjir sebesar 0,020 sehingga sehingga dapat diartikan bahwa setiap penambahan atau peningkatan nilai variabel tataguna lahan dan partisipasi
masyarakat sebesar satu satuan akan mengurangi banjir sebesar 0,020. Penanggulangan banjir di Aceh Utara masih berorientasi pada
pembangunan secara struktural fisik dengan membangun tanggul, memperbaiki kondisi sungai atau saluran drainase namun hal tersebut tidak dapat dilakukan
secara tuntas karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah oleh karenanya upaya secara struktural hendaknya dibarengi dengan upaya non-struktural yaitu
dengan melibatkan masyarakat. Berbagai kajian mengenai peran masyarakat sejalan dengan hal diatas seperti dinyatakan pada penelitian Murdiono Benni
2008 yang memberikan kesimpulan bahwa penanggulangan banjir secara struktural, hanya bersifat solusi jangka pendek. Upaya struktural harus dibarengi
dengan upaya non struktural yang bersifat jangka panjang, seperti pengelolaan DAS, penyuluhan masyarakat tentang banjir, upaya penyelamatan diri terhadap
banjir dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Sarmaningsih 2007 di Gorontalo, memberikan kesimpulan bahwa efektifitas upaya pengendalian banjir dengan
prinsip ekohidraulik untuk jangka panjang perlu segera dilakukan secara non struktural melibatkan semua unsur masyarakat di wilayah DAS. Demikian pula
hal terhadap berbagai kajian mengenai tataguna lahan terhadap resiko banjir diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wheater
a Howard et al
2009, memberikan kesimpulan bahwa pendekatan jangka panjang untuk pengelolaan
banjir melalui penggunaan lahan di Inggris adalah bagaimana menggunakan tanah secara seimbang, baik terhadap ekonomi, lingkungan dan kebutuhan sosial agar
tidak menciptakan warisan risiko bencana banjir. Bagaimana pemerintah mengelola keseimbangan antar negara dan kekuatan-kekuatan pasar dalam
pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan termasuk terhadap pengelolaan banjir secara struktural yang cenderung memerlukan biaya tinggi. Pada kajian lain
tentang limpasan permukaan spasia akibat perubahan penggunaan lahan, penelitian ini menggunakan Model Kineros, memberikan hasil bahwa pengaruh
kawasan rawan genangan air terhadap analisis penggunaan lahan, dianalisis dengan cara melihat pengaruh variasi penggunaan lahan selama kurun waktu
tahun 2000-2010 terhadap nilai debit maksimum serta nilai rerata limpasan permukaan, hasilnya menunjukkan, bahwa perubahan penggunaan lahan
menyebabkan perubahan nilai limpasan permukaan pada setiap periode penggunaan lahan Sari, 2010.
Dari berbagai uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kemampuan luas lahan hutan sebagai penyangga air, rasio tataguna lahan, regulasi yang mengatur
Universitas Sumatera Utara
tentang penggunaan lahan dan terjadinya penebangan hutan secara liartanpa izin illegal loging secara bersama-sama dengan keterlibatan masyarakat dalam
menjaga infrastruktur banjir dengan tidak membuang sampah ke dalam sungai atau saluran, keterlibatan masyarakat dalam memberi bantuan dalam bentuk uang
maupun tenaga seperti melaksanakan gotong royong membersihkan saluran, keterlibatan masyaraka dalam perencanaan penanggulangan atau mengantisipasi
banjir, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan seperti mengawasi pembangunan indrastruktur banjir berkontribusi mempengaruhi
terjadinya banjir sebesar 0,020 dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
5.6.4 Hipotesis 4 pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pengendalian
banjir
Hipotesis partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian banjir adalah signifikan dan berpengaruh positif hal ini diperlihatkan dengan nilai
critical ratio cr sebesar 2,870 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 dan nilai P Value sebesar 0,004 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan
hipotesis penelitian dapat diterima. Loading faktor variabel partisipasi masyarakat terhadap variabel pengendalian banjir sebesar 3,108 sehingga dapat diartikan
bahwa setiap penambahan atau peningkatan nilai variabel partisipasi masyarakat sebesar satu satuan akan meningkatkan nilai variabel pengendalian banjir sebesar
3,108. Pelibatan masyarakat dalam menjaga infrastruktur banjir perlu diberi ruang
yang cukup pada program pengendalian banjir seperti pengelolaan dataran banjir,
Universitas Sumatera Utara
demikian pula halnya dalam mencegah banjir seperti gotong royong membersihkan saluran, menjaga kebersihan lingkungan dan lain sebagainya.
Disamping itu masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan maupun perencanaan yang terkait dengan pengendalian banjir. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dilakukan oleh Ghani 2010, di sungai Gangga- Brahmana Putra-Meghna Basin , memberikan kesimpulan bahwa kebutuhan untuk
menjamin partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan dalam mengatasi banjir telah diakui selama beberapa waktu.
Beberapa upaya dan percobaan ke arah ini telah dilakukan selama bertahun-tahun. Dalam situasi darurat, keterlibatan masyarakat telah memiliki hasil yang
menggembirakan dalam mengatasi banjir. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Yulianur et al 2011 di kota Banda Aceh mengenai evaluasi kinerja drainase
dalam penanggulangan banjir menghasilkan kesimpulan bahwa untuk mencegah banjir, peningkatan wawasan masyarakat dan kepercayaan masyarakat dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan sistem drainase Pada penelitian ini dinyatakan bahwa variabel partisipasi masyarakat
memiliki pengaruh langsung sebesar 1.640 dan tidak mempunyai pengaruh tak langsung terhadap variabel pengendalian banjir sehingga mempunyai efek total
sebesar 1,640. Berdasarkan hasil di atas dapat dikatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam menjaga infrastruktur banjir dengan tidak membuang sampah
ke dalam sungai atau saluran, keterlibatan masyarakat dalam memberi bantuan dalam bentuk uang maupun tenaga seperti melaksanakan gotong royong
membersihkan saluran, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan atau mengantisipasi banjir, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan seperti mengawasi pembangunan indrastruktur banjir
akan mempengaruhi pengendalian banjir.
5.6.5 Hipotesis 5 pengaruh partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir
terhadap banjir
Hipotesis partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir dianalisis berdasarkan variabel partisipasi masyarakat terhadap
variabel pengendalian banjir dengan nilai critical ratio cr sebesar 2,870 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 dan nilai P Value sebesar 0,004 atau
lebih kecil 0,05 adalah signifikan dan hasil pengaruh variabel pengendalian banjir terhadap variabel banjir, dengan nilai critical ratio cr sebesar 3,519 yang lebih
besar dari 1,96 dan nilai P Value sebesar 0,00 atau lebih kecil 0,05 adalah signifikan sehingga hipotesis pengaruh variabel partisipasi masyarakat dan
variabel banjir adalah signifikan, pengaruh tersebut dapat dilihat melalui loading factor masing-masing di mana variabel partisipasi masyarakat terhadap variabel
pengendalian banjir mempunyai loading factor sebesar 2,108 dan loading factor variabel pengendalian banjir terhadap variabel banjir sebesar -0,782 sehingga
dapat dinyatakan bahwa variabel partisipasi masyarakat berpengaruh secara langsung sebesar 1,640 terhadap variabel pengendalian banjir sementara variabel
pengendalian banjir berpengaruh sebesar 1,416 terhadap variabel banjir dan keduanya sebesar 3,065.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa kajian yang dilakukan menggambarkan bahwa ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam bencana banjir. Masyarakat pada
dasarnya memiliki keinginan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan berbasis masyarakat seperti kesiapan menghadapi bencana banjir apabila diberi
ruang untuk ikut terlibat di dalamnya Motoyoshi, 2006. Pada penelitian Masahiko et al 2010, di Switzerland penelitian tentang partisipasi masyarakat
terhadap pengendalian banjir secara terintegrasi dengan metode penelitian menggunakan Integrated Water Resources Management IWRM dan Integrated
Flood Management IFM. Hasil penelitian menyatakan bahwa Partisipasi masyarakat merupakan hal yang fundamental dan esensial untuk setiap tahap
pengelolaan banjir terhadap kesiapan, respon dan pemulihan. Partisipasi masyarakat dapat berusaha untuk memaksimalkan manfaat melalui kegiatan
pembangunan yang terkait dalam wilayah sungai Hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa variabel partisipasi
masyarakat berpengaruh secara langsung terhadap pengendalian banjir sebesar 3,065, berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa keterlibatan masyarakat
dalam menjaga infrastruktur banjir dengan tidak membuang sampah ke dalam sungai atau saluran, keterlibatan masyarakat dalam memberi bantuan dalam
bentuk uang maupun tenaga seperti melaksanakan gotong royong membersihkan saluran, keterlibatan masyaraka dalam perencanaan penanggulangan atau
mengantisipasi banjir, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan seperti mengawasi pembangunan indrastruktur banjir bersama dengan variabel
tinggi genangan, lama genangan, luas genangan serta besarnya tingkat kerugian secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
yang dialami masyarakat berkontribusi mempengaruhi pengendalian banjir sebesar 3,065 dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
5.6.6 Hipotesis 6 pengaruh pengendalian banjir terhadap banjir
Hipotesis pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir adalah signifikan dan berpengaruh positif hal ini diperlihatkan dengan nilai critical ratio
c.r sebesar 3,519 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,96 dan nilai Probability P sebesar 0,000 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan
hipotesis penelitian dapat diterima. Loading faktor variabel pengendalian banjir terhadap variabel banjir sebesar -0,782 sehingga sehingga dapat diartikan bahwa
setiap penambahan atau peningkatan nilai variabel pengendalian banjir sebesar satu satuan akan menngurangi banjir sebesar 0,782 dari satuan tersebut.
Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Tsinda et al 2010 di kota Kigali Rwanda, memberikan kesimpulan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa
kota Kigali dipengaruhi oleh multi-bencana, yang menyebabkan beberapa kerusakan. Dari kasus Kigali tersirat bahwa mitigasi bencana berkelanjutan
terhalang oleh kebijakan yang terpisah-pisah dan disfungsional antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan bencana. Pemerintah harus membuat
kebijakan praktis mengenai pengendalian banjir seperti pada perencanaan penggunaan lahan karena hal ini akan mencegah perambahan lahan yang rentan
terhadap bahaya banjir. Namun hal ini tidak dapat dilakukan jika masyarakat tidak diberdayakan dengan pengetahuan yang berkaitan dengan bencana banjir karena
partisipasi masyarakat terkadang dibatasi hanya pada tahap perencanaan dengan
Universitas Sumatera Utara
memposisikan masyarakat sebagai penerima manfaat. Dalam konteks Kigali kepentingan masyarakat akar rumput harus diberikan peran penting dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan secara bersama dengan institusi publik Badan Pengelola Disaster Management Centre dan Lingkungan Rwanda
Menurut Edi 2007, bahwa pengelolaan DAS merupakan aktifitas yang berdimensi biofisik seperti, pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan
lahan-lahan kritis, dan pengelolaan pertanian konservatif berdimensi kelembagaan seperti, insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi
dan berdimensi sosial yang lebih diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat, sehingga dalam perencanaan model pengembangan DAS terpadu harus
mempertimbangkan aktifitasteknologi pengelolaan DAS sebagai satuan unit perencanaan pembangunan yang berkelanjutan untuk pengendalian banjir secara
terpadu pula. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Motoyoshi 2006, masalah
penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam manajemen pengelolaan resiko banjir dengan metode mengunakan kuesioner dan analisis SEM structural
equaition model, memberikan kesimpulan bahwa dalam pengendalian banjir ada hubungan antara partisipasi masyarakat dengan bencana banjir dan masyarakat
pada dasarnya memiliki keinginan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan berbasis masyarakat seperti kesiapan menghadapi bencana banjir apabila
diberi ruang untuk ikut terlibat di dalamnya Pada penelitian ini variabel pengendalian banjir memiliki pengaruh
langsung sebesar 1.416 terhadap variabel banjir dan tidak mempunyai pengaruh
Universitas Sumatera Utara
tak langsung terhadap variabel Banjir dengan demikian mempunyai efek total sebesar -1,416. Berdasarkan uraian tersebut dinyatakan bahwa pentingnya
pengendalian banjir yang terpadu dengan melibatkan semua stakeholders untuk mengantisipasi bahaya banjir baik pada kondisi pra bencana, kondisi bencana
maupun pada kondisi pasca bencana melalui manajemen pengelolaan dataran banjir flood manajemen.
5.7 Perencanaan Wilayah Dalam Pengendalian Banjir
Perencanaan adalah sebuah cara berfikir yang berorientasi pada masa depan dengan sifat preskriptif menggunakan metoda dan sistematika yang
rasional. Perencanaan juga penyusunan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan sebuah status yang diiinginkan. Sementara tindakan merupakan
kegiatan, kelakuan terhadap sesuatu objek yang secara rasional diketahui akan mendekatkan pada status yang diinginkan. Wilayah adalah merupakan satuan
ruang geografis yang dibatasi oleh batas-batas fisisk iklim, air, vegetasi, morfologi, sosial etnis, budaya, kependudukan, ekonomi jaringan produksi-
pasar, pelayanan, politik administrasi pemerintahan, administrasi fungsional lain tertentu dengan perkataan lain wilayah mengandung dimensi teritori daerah
dan fungsi wilayah. Perencanaan wilayah yang lebih terfokus pada perencanaan pembangunan ekonomi berjalan seiring dengan dilaksanakannya community
planning dan participatory planning. Dengan demikian perencanaan wilayah adalah penerapan metode ilmiah dalam pembuatan kebijakan publik dan upaya
untuk mengaitkan pengetahuan ilmiah dan teknis dengan tindakan-tindakan dalam
Universitas Sumatera Utara
domain publik untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi Sirojuzilam, 2010.
Pengendalian banjir merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan air dalam pengelolaan mengatasi banjir dan mengurangi
dampaknya sekecil mungkin. Keseimbangan antara jatuhnya air hujan ke bumi dengan kemampuan tampungan yang ada di muka bumi untuk mengalirkan air
hujan tersebut adalah merupakan kondisi ideal. Secara alamiah kelebihan air yang menjadi limpasan tidak dapat dihindari karena sumber utama limpasan tersebut
adalah curah hujan, namun limpasan tersebut hanya dapat dikendalikan untuk mengurangi resiko Mays et al, 1992.
Berdasarkan uraian tersebut maka perencanaan wilayah dalam pengendalian banjir dapat dinyatakan dengan penerapan metode ilmiah dalam
pembuatan kebijakan publik dan upaya untuk mengaitkan pengetahuan ilmiah dan teknis dengan tindakan-tindakan dalam domain publik dalam upaya mengatasi
banjir dan mengurangi dampaknya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Sehubungan dengan penanganan
kawasan rawan banjir dapat dilakukan suatu perencanaan secara holistik dengan melakukan dua pendekatan pengendalian, yaitu:
1. Pengendalian dengan pendekatan struktural structural approach,
Pengendalian dengan pendekatan struktural structural approach merupakan pelaksanaan pengendalian yang dilakukan melalui kegiatan rekayasa teknis,
terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penanggulangan banjir
Universitas Sumatera Utara
2. Pengendalian dengan pendekatan non struktural non-structural approach, pengendalian dengan pendekatan non struktural non-structural approach
merupakan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang yang dilakukan melalui pengelolaan daerah pengaliran, pengelolaan kawasan banjir, flood proofing,
penataan sistem permukiman, sistem peringatan dini, mekanisme perijinan, memberikan ruang pada partisipasi masyarakat serta kegiatan lain yang
berkaitan dengan upaya pembatasan limitasi pemanfaatan lahan dalam rangka mempertahankan keseimbangan ekosistem.
Dalam menyusun perencanaan pengendalian banjir langkah awal adalah melakukan terlebih dahulu identifikasi masalah Tarigan, 2008. Pada penelitian
ini perlu diketahui terlebih dahulu permasalahan dan penyebab banjir tersebut agar perencanaan menjadi tepat dan sesuai dengan permasalahannya.
Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan tata guna lahan land use di daerah aliran sungai DAS,
pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi, kawasan kumuh di sepanjang sungaidrainase, perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat, curah hujan,
pengaruh fisiografigeofisik sungai, kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai, pengaruh air pasang, penurunan tanah dan rob genangan akibat pasang
air laut, drainase lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir. Penyebab banjir dapat diklasifikasikan sebagai banjir yang
disebabkan oleh tindakan manusia dan yang disebabkan oleh alam. Penyebab banjir karena tindakan manusia adalah perubahan tata guna lahan land use,
Universitas Sumatera Utara
pembuangan sampah, kawasan kumuh di sepanjang sungaidrainase, perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat, penurunan tanah dan rob, tidak
berfungsinya sistem drainase lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir, erosi dan sedimentasi. Penyebab banjir lainnya
karena alam adalah erosi dan sedimentasi, curah hujan, pengaruh fisiografigeofisik sungai, kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai,
pengaruh air pasang, penurunan tanah dan rob, drainase lahan
Berdasarkan berbagai penyebab terjadinya banjir maka di Aceh Utara dapat diidentifikasi permasalahan yang terjadi yang mengakibatkan terjadinya
banjir adalah sebagai berikut: 1. Curah hujan yang tinggi
Curah hujan diperlihatkan berdasarkan data hujan, rata-rata curah hujan bulanan 125,15 mm dan puncak curah hujan terjadi pada bulan Oktober
sampai Januari. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan apabila banjir tersebut melebihi tebing
sungai maka akan timbul banjir atau genangan. 2. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai dari sisi bentuk banyaknya meander, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai DPS, kemiringan sungai
kemiringan rata-rata i 0,02627, geometrik hidrolik bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai, lokasi
sungai merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
Universitas Sumatera Utara
3. Sedimentasi Masih banyak terjadi sedimentasi di daerah pengaliran sungai sehingga
mengurangi kapasitas penampang sungai. 4. Kapasitas drainase yang tidak memadai
Drainase merupakan suatu sistem pembuangan air, saat ini kondisi belum memadai, belum semua daerah mempunyai sisrtem drainase.
5. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai Perubahan daerah pengaliran sungai terjadi akibat penggundulan hutan dan
perubahan tata guna lahan. 6. Sampah
Masalah sampah diduga karena ketidakdisiplinan masyarakat yang mempunyai kecenderungan membuang sampah ke sungai atau saluran.
7. Bendung dan bangunan air Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan meningkatkan elevasi
muka air banjir karena efek aliran balik backwater. 8. Kerusakan bangunan pengendali banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan.
9. Perencanaan sistem pengendalian banjir Perencanaan sistem pengendalian banjir belum ada khususnya infrastruktur
sistem pengendalian banjir maupun program pengelolaan dataran banjir
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka dapat direncanakan manjemen pengendalian dataran banjir flood plain secara terpadu dengan
pendekatan struktural dan non-struktural.
5.7.1 Perencanaan terhadap pendekatan struktural
Perencanaan dengan pendekatan struktural merupakan upaya pembangunan secara fisik melalui konsep engineering dengan menyediakan
infrastruktur banjir. Upaya ini tetap diperlukan dalam pengendalian banjir secara terpadu. Perencanaan terhadap pendekatan struktural yang harus dilakukan untuk
keterpaduan pengendalian banjir: 1. Program Perencanaan Bangunan Pengendali Banjir
Program perencanaan bangunan pengendali banjir dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
- Kegiatan membangun bendungan atau Dam di DAS Krueng Keureuto - Kegiatan membangun kolam retensi bangunan penjernihan air
- Kegiatan membangun Chek Dam bangunan penangkap sedimen - Kegiatan membangun Groundsill bangunan pemecah arus
- Kegiatan membangun Retarding Basin bangunan penampung air - Kegiatan pembuatan Polder penahan air dari segala arah
- Kegiatan pembuatan sumur resapan 2. Program Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai
Program perencanaan perbaikan dan pengaturan sistem sungai dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
- Kegiatan perbaikan sistem jaringan sungai - Kegiatan pelebaran dan pengerukan sungai
- Kegiatan pembuatan tanggul banjir - Kegiatan pembuatan sudetan
- Kegiatan pembuatan floodway - Kegiatan pengendalian sedimen
- Kegiatan perbaikan muara sungai
Perencanaan melalui pendekatan struktural diperlukan dalam pengendalian banjir namun membutuhkan biaya yang besar, hal ini dapat dilakukan secara
bertahap dan jangka panjang.
5.7.2 Perencanaan terhadap pendekatan non-struktural
Pengendalian melalui upaya fisik yang telah dilaksanakan masih perlu disempurnakan dan juga dilengkapi dengan upaya non-fisik. Upaya menyeluruh
atau integrated flood management pada prinsipnya adalah bagaimana memanfaatkan dataran banjir yang terbentuk oleh luapan banjir seoptimal
mungkin, dengan mengupayakan agar kerugian atau bencana yang ditimbulkan oleh banjir sekecil mungkin. Upaya menyeluruh tersebut harus merupakan bagian
yang tidak terpisahkan atau harus terpadu dengan pengelolaan sumber daya air pada satu sistem wilayah sungai integrated water resources management IWRM.
Perencanaan terhadap pendekatan non-struktural yang harus dilakukan untuk keterpaduan pengendalian banjir:
Universitas Sumatera Utara
1. Perencanaan program penataan ruang Program perencanaan penataan ruang dilakukan dengan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut: a. Kegiatan percepatan pengesahan peraturan daerah Qanun Rencana Tata
Ruang Wilayah RTRW b. Kegiatan penyusunan Peraturan Bupati Perbub terhadap pengaturan
tataguna lahan berdasarkan Qanun RTRW. Pengaturan tataguna lahan di daerah aliran sungai, ditujukan untuk mengatur penggunaan lahan, sesuai
dengan rencana pola tata ruang wilayah yang ada. Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga
mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di daerah
aliran sungai dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau. Disamping itu juga menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi
pada alur sungai di bagian hilir. Penataan tiap-tiap kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan dan cara pengelolaan masing-
masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik. Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah penyangga berfungsi
sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah. Maka dari itu perlu diperhatikan luasan daerah penyangga dari masing-masing kawasan,
misalnya untuk luasan kawasan hutan minimum 42 dari luas daerah
Universitas Sumatera Utara
aliran sungai, sedangkan untuk mencegah adanya laju erosi daerah aliran sungai yang tinggi dilakukan dengan cara pengelolaan yang tepat, untuk
masing-masing kawasan. Pengelolaan lahan tersebut dapat meliputi, sistem pengelolaan, pola tanam dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis
tanah, kemampuan tanah, elevasi dan kelerengan lahan. Karena dengan adanya erosi lahan yang tinggi akan menentukan besarnya angkutan
sedimen di sungai dan mempercepat laju sedimentasi di sungai, terutama di bagian hilir. Dengan adanya sedimentasi di sungai akan merubah
penampang sungai dan memperkecil kapasitas pengaliran sungai. c. Program penegakan hukum law enforcement terhadap pelaksanaan
penggunaan lahan, penegakan hukum diperlukan untuk menjaga ketertiban penggunaan lahan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dengan penertiban ini diharapkan masyarakat dapat berperan aktif mengawasi pelaksanaannya sehingga penggunaan
lahan sesuai dengan peruntukannya.
2. Perencanaan program partisipasi masyarakat Perencanaan program partisipasi masyarakat merupakan program utama pada
penelitian ini dalam mendukung keterpaduan dengan upaya struktural. Program perencanaan partisipasi masyarakat dilakukan dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan pengelolaan DAS: Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan
peraturan, perencanaan, pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitas-aktifitas berikut ini:
- Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS. - Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan
erosi tanah. - Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang
tepat, sepanjang tanggul drainase, saluran-saluran dan daerah lain untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
- Pengaturan kontur dan cara-cara pengolahan lahan.
Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai kondisi sebagai berikut:
- Mengurangi debit banjir di daerah hilir. - Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai.
- Meningkatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah dan perlindungan air.
- Meningkatkan kondisi lingkungan di daerah DAS dan badan sungai.
Sasaran tersebut harus didukung oleh aktifitas - aktifitas lainnya yaitu: - Pembatasan penebangan hutan dan kebijakan-kebijakan yang
mencakup atau menganjurkan penghutanan kembali daerah-daerah yang telah rusak.
Universitas Sumatera Utara
- Rangsangan atau dorongan, untuk mengembangkan tanaman yang
tepat dan menguntungkan secara ekonomi Pemilihan cara penanaman yang dapat memperlambat aliran dan erosi.
- Pertanian bergaris sistem hujan, dan metode teras bertingkat
sehingga mengurangi pengaliran dan erosi tanah dari daerah pertanian.
- Meniadakan pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di
sepanjang bantaran sungai. -
Meminimalkan daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh terganggu di sepanjang jalan air.
b. Kegiatan pengendalian erosi, sedimen di suatu potongan melintang sungai merupakan hasil erosi di daerah aliran di hulu potongan tersebut
dan sedimen tersebut terbawa oleh aliran dari tempat erosi terjadi menuju penampang melintang tersebut, oleh karena itu kajian pengendalian erosi
dan sedimen juga berdasarkan kedua hal tersebut di atas, yaitu berdasarkan kajian supply limited dari DAS atau kapasitas transport dari
sungai. Faktor pengelolaan penanaman memberikan andil yang paling besar dalam mengurangi laju erosi. Jenis dan kondisi semak bush dan
tanaman pelindung yang bisa memberikan peneduh canopy untuk tanaman di bawahnya cukup besar dampaknya terhadap laju erosi.
Pengertian ini secara lebih spesifik menyatakan bahwa dengan pengelolaan tanaman yang benar sesuai kaidah teknis berarti dapat
menekan laju erosi yang signifikan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kegiatan pengaturan daerah banjir, pada kegiatan ini dilakukan seluruh kegiatan dalam perencanaan dan tindakan yang diperlukan untuk
menentukan kegiatan, implementasi, revisi perbaikan rencana, pelaksanaan dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas di daerah
dataran banjir yang nantinya berguna dan bermanfaat untuk masyarakat di daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.
Pengelolaan daerah dataran banjir mempunyai dua tujuan: - Meminimumkan korban jiwa, kerugian maupun kesulitan yang
diakibatkan oleh banjir yang akan terjadi. - Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di
daerah dataran banjir dimasa mendatang dengan memperhatikan keuntungan individu ataupun masyarakat sehubungan dengan biaya
yang dikeluarkan.
Dengan demikian perhatian dalam pelaksanaannya untuk meminimalkan kerugian pengembangan dan pemanfaatan yang ada dilakukan dengan
cara mengarahkan penggunaan dan pengembangan yang optimum di masa mendatang. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas dilakukan
evaluasi sebagai berikut: - Evaluasi kondisi fisik dan konsep ekonomi yang diharapkan untuk
melindungi investasi yang ada. - Seleksi dari beberapa alternatif investasi yang terbaik di daerah
tersebut dengan berbagai pengembangan yang mungkin diterapkan.
Universitas Sumatera Utara
- Penggunaan daerah dataran banjir melalui pengendalian dan pengaturan. Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
pengendalian dan pengaturan tersebut adalah penyesuaian dan penempatan suatu bangunan sesuai rencana land use yang dapat
menurunkan potensi kerugian akibat banjir, memberlakukan undang- undang, peraturan ataupun peraturan daerah, pengaturan tiap-tiap
kawasanzona, - Mengoptimumkan pemanfaatan daerah dataran. Hal ini merupakan
tantangan dalam pengembangan wilayah sungai. Prinsip-prinsip utama dalam rangka usaha di atas adalah: teknis, ekonomis, sosial, budaya,
hukum, institusi dan lingkungan maka didapatkan keuntungan optimal dari pemanfaatan daerah terhadap biaya yang dikeluarkan.
d. Kegiatan penanganan kondisi darurat, kondisi darurat merupakan keadaan pada saat awal terjadinya bencana yang terjadi secara tiba–tiba,
tanpa persiapan, dan terjadi dalam keadaan sangat genting. Pada kondisi ini, harus dilakukan respon dan pertolongan secara cepat, terpadu, dan
terprogram demi mengurangi dampak bencana yang terjadi. e. Kegiatan peramalan banjir, peramalan banjir dapat diprediksi
berdasarkan data-data sebelumnya, pada kegiatan ini akan dilakukan pencatatan data kejadian banjir yang akurat baik secara waktu maupun
dampak yang ditimbulkan
Universitas Sumatera Utara
f. Kegiatan sosialisasi peringatan dini bahaya banjir, sistem peringatan dini tentang banjir harus dilakukan dengan maksud supaya masyarakat yang
bermukim di daerah endemik banjir lebih awal. Hal ini dilakukan agar: - Dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran magnitude
banjir yang mungkin terjadi. Besaran ini meliputi besarnya debit puncak peak disharge, dan waktu menuju debit puncak time to peak
disharge. Akan lebih baik lagi apabila dilengkapi dengan informasi tentang tinggi genangan yang mungkin terjadi dan di mana
wilayahnya. Dengan informasi tersebut, selanjutnya pemerintah bersama masyarakat dapat merumuskan bagaimana cara dan prosedur
evakuasinya. - Waktu evakuasi korban memadai sehingga resiko yang ditimbulkan
dapat diminimalkan.
Langkah–langkah strategis dalam mengantisipasi banjir yang harus dilakukan sebagai berikut:
- Pengumpulan data dan informasi cuaca dari Koordinator Badan Meteorologi dan Geofisika BMG Stasiun Klimatologi setiap 6 jam
tentang prediksi musim hujan dan daerah penyebaran curah hujan tinggi.
- Pengumpulan data dan informasi kondisi prasarana dan sarana pengendali banjir melalui penelusuran alur sungai pasca-musim hujan.
Universitas Sumatera Utara
- Rapat koordinasi persiapan menghadapi musim hujan dengan seluruh jajaran Pengelolaan Sumber Daya Air PSDA dan Balai
Pengembangan Wilayah Sungai BPWS dan instansi terkait seperti Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi
Satkorlak PBP, BMG dan lainnya. - Sosialisasi rawan banjir kepada masyarakat yang tinggal di sekitar
sungai dan bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan stake holders
- Pembentukan posko dan piket banjir di jajaran Dinas Pengairan ESDM, Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD dan instansi
terkait lainnya. - Penyampaian informasi dan distribusi bahan banjir serta alat berat ke
Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD - Menginformasikan kondisi cuaca hasil ramalan BMG ke semua posko
dan instansi terkait. - Bersama masyarakat menyiapkan sistem peringatan dini dan tingkat
bahayasiaga secara sederhana dengan membuat flood mark yaitu tanda peringatan banjir pada bangunan dan papan dengan dicat hijau,
kuning dan merah, serta sirene, kentongan, peluit, radio pemancar dan penerima, telpon, dsb.
- Bekerja sama dengan ORARIRAPI dalam penyebaran informasi banjir kepada instansi dan masyarakat.
- Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
- Upaya perbaikan dan memperkuat prasarana sarana pengendali
banjir lewat partisipasi masyarakat untuk penutupan tanggul bobol, peninggian tanggul, perkuatan tebing, formalisasi alur dan perbaikan
bangunan-bangunan yang rusak agar berfungsi optimal. g. Program penegakan hukum law enforcement, salah satu hal yang sangat
penting dalam pengelolaan bencana adalah penegakkan hukum law enforcement. Peraturan-perundangan telah diterbitkan, namun pada
implementasi peraturan tersebut sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun hukuman yang tegas, walaupun sudah
dinyatakan secara eksplisit dalam peraturan. Pengawasan oleh pihak berwenang lebih dominan dari Pemerintah tidak dilakukan. Pemahaman
masyarakat selama ini menganggap bahwa sungai atau saluran drainase adalah tempat pembuangan. Sehingga yang terjadi di banyak tempat
terutama di kota-kota besar banyak sampah sebagai output dari aktifitas manusia langsung dibuang ke sungai atau saluran padahal sungai atau
drainase adalah jalan air yang harus berfungsi pada waktu hujan mengalirkan kelebihan air. Pembuangan sampah ke sungai dapat
dikatakan sebagai salah satu contoh bentuk pelanggaran yang dilakukan secara kolektif dan tidak ada sanksi. Pada kasus lain pelanggaran hukum
terjadi ketika bangunan permanen didirikan di bantaran sungai atau drainase. Peraturan tentang garis sempadan sungai telah diterbitkan
namun tetap dilanggar. Banyak bangunan-bangunan untuk berbagai kepentingan seperti rumah, warung, pertokoan dan lainnya didirikan di
Universitas Sumatera Utara
atas bantaran sungai. Dampaknya adalah sungai menjadi tempat buangan sampah, pemeliharaan sungai menjadi sulit karena tidak ada akses yang
ke sungai, sungai tidak bisa lagi dilebarkan, sungai menjadi tempat pemandangan yang tidak indah bahkan cenderung jadi tempat kumuh dan
berbau. Keadaan tersebut merupakan pelanggaran eksplisit yang dapat dilihat langsung. Penegakan hukum untuk kasus tersebut menjadi sulit
dilakukan ketika penghuni atau pemilik bangunan memiliki izin untuk mendirikan bangunan di sempadan sungai yang dikeluarkan oleh instansi
resmi. Pemilik atau penghuni umumnya juga memiliki bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan PBB dan juga bukti pembayaran rekening
listrik sehingga dengan izin dan bukti pembayaran dianggap sebagai bukti pengesahan untuk bangunan tersebut. Pelanggaran hukum menjadi
lebih kompleks bila terjadi perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali yang mengakibatkan dampak tidak langsung terhadap
penurunan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat terjadi seperti di hulu daerah aliran sungai yang memiliki pesona pemandangan yang indah
bangunan bangunan permanen baik rumah, perumahan real estate, hotel, restoran, tumbuh subur dan tidak terkendali. Secara teknis
diketahui bahwa perubahan lahan menjadi bangunan permanen akan mengakibatkan aliran permukaan run-off meningkat dan pengurangan
resapan air ke dalam tanah. Akibatnya secara cepat dapat dirasakan bahwa bencana banjir di wilayah hilir menjadi lebih besar dan
berkurangnya cadangan air di dalam tanah. Dengan kata lain perubahan
Universitas Sumatera Utara
tataguna lahan yang tidak terkendali yang dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran meningkatkan bencana banjir, bencana kekeringan, dan
bencana longsor. Dengan melihat kondisi tersebut maka penegakkan hukum harus terus dilakukan dengan upaya yaitu:
- Sosialisasi peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan bencana kepada semua stakeholder.
- Substansi tentang aturan dan sanksinya harus disosialisasikan lebih detail melalui pemasangan papan aturan dan sanksi di tempat–tempat
strategis. - Sosialisasi melalui pendidikan formal, sekolah-sekolah dari TK, SD
sampai Universitas. - Sosialisasi pendidikan non-formal melalui berbagai cara iklan media
massa cetak, Radio, leaflet, papan pengumuman di tempat strategis. - Melakukan shock therapy dengan menerapkan sanksi, denda, atau
hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.
- Penguatan lembaga pengawasan yang melekat pada instansi, lembaga ini berfungsi mengawasi pengelolaan bencana baik internal maupun
eksternal. - Kolaborasi antara institusi pengelolaan bencana dengan institusi
penegakan hukum. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap.
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan masalah banjir yang sangat banyak dan komplek serta menyangkut fenomena alam yang sering kali diluar kendali manusia,
maka berbagai jenis upaya baik fisik dan nonfisik, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan hanya berfungsi untuk menekan atau memperkecil besarnya
masalah banjir flood damage mitigation dan tidak dapat menghilangkan masalah secara tuntas atau membebaskan dataran banjir terhadap masalah
banjir secara mutlak.
5.8 Temuan Teoritis
Penelitian dan kajian tentang kejadian banjir sudah banyak dilakukan namun kebanyakan berorientasi pada penelitian yang bersifat teknis berdasarkan
data-data empiris yang menggunakan variabel manifest seperti curah hujan, penampang sungai saluran, tataguna lahan dan variabel yang bersifat teknis
lainnya. Selain itu juga sudah banyak dilakukan penelitian yang berorientasi pada varibel partisipasi masyarakat terhadap banjir dan hasil penelitian tersebut
menggambarkan bahwa ada hubungan maupun pengaruh masing-masing variavel terhadap kejadian banjir.
Secara teoritis hubungan atau pengaruh tataguna lahan terhadap banjir dinyatakan dalam bentuk fungsi matematis bahwa banjir berbanding lurus
terhadap fungsi koefisien pengaliran, fungsi intensitas hujan dan fungsi luas daerah pengaliran. Korelasi banjir pada fungsi tersebut diperlihatkan dari variabel
koefisien pengaliran yang ditinjau berdasarkan jenis lahan dan luasan daerah pengaliran berdasarkan penggunaan lahan Chow et al, 1988.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai kajian terdahulu hasil penelitian partisipasi masyarakat terhadap kejadian banjir dinyatakan bahwa penanggulangan banjir secara struktural, hanya
bersifat solusi jangka pendek. Upaya struktural harus dibarengi dengan upaya non struktural yang bersifat jangka panjang dengan melibatkan masyarakat seperti
pada pengelolaan DAS, penyuluhan masyarakat tentang banjir, upaya penyelamatan diri terhadap banjir Murdiono, 2008. Secara teoritis dinyatakan
bahwa partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses keterlibatan masyarakat secara sadar dan nyata. Keterlibatan tersebut dalam serangkaian
proses pembangunan mulai dari tingkat perencanaan perumususan kebijakan hingga pada tingkat pengendalian pengawasan dan evaluasi program
pembangunan Mawardi, 2011 Suatu temuan kebaruan novelties dalam penelitian ini adalah model
penelitian yang digunakan dengan menggabungkan dua variabel independen yaitu variabel tataguna lahan dan variabel partisipasi masyarakat dalam bentuk full
model dan variabel pengendalian banjir secara bersama-sama dalam menganalisis kejadian banjir yang merupakan variabel dependen. Selain itu, penelitian ini
adalah merupakan penelitian pertama di Kabupaten Aceh Utara maupun di Propinsi Aceh yang dilakukan untuk menjawab tentang pengaruh-pengaruh
terhadap upaya non-struktural dalam pengendalian banjir. Model yang digunakan dalam penelitian ini seperti diperlihatkan pada Gambar 5.12
Universitas Sumatera Utara
Tataguna Lahan
Banjir
Partisipasi Masyarakat
Pengendalian Banjir
Gambar 5.12 Model Penelitian Tataguna Lahan dan Partisipasi Masyarakat Wesli, 2012
Kajian-kajian yang sudah dilakukan sebelumnya terhadap kejadian banjir cenderung dengan kajian teknis yang menggunakan satu variabel independen dan
satu variabel dependen. Kajian tentang pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap debit banjir di daerah aliran sungai Banjaran, memberikan kesimpulan
bahwa perubahan tataguna lahan yang paling berpengaruh terhadap debit banjir adalah perubahan lahan sawah dan pemukiman kemudian disusul dengan lahan
tegalan Suroso et al, 2006 menggunakan model seperti diperlihatkan pada Gambar 5.13
Perubahan Tataguna Lahan
Debit Banjir
Gambar 5.13 Model Penelitian Tataguna Lahan Suroso et al 2006
Universitas Sumatera Utara
Pada model di atas variabel tataguna lahan merupakan variabel independen dan variabel debit banjir merupakan variabel dependen. Kajian lainnya yang
berkaitan dengan perubahan lahan memberikan kesimpulan bahwa perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan permukiman dan industri di wilayah DAS
Kaligarang bagian hulu menyebabkan dampak meningkatnya debit dan sedimentasi, banjir serta menurunkan luas areal panen dan produksi pertanian di
bagian hilir DAS tersebut Kurnia et al, 2006 menggunakan varibel perubahan tataguna lahan sebagai variabel independen dan debit banjir sebagai variabel
dependen dengan model seperti diperlihatkan pada Gambar 5.14
Penggunaan Lahan
Debit Banjir
Gambar 5.14 Model Penelitian Tataguna Lahan Kurnia et al 2006
Kajian lainnya mengenai partisipasi masyarakat terhadap banjir di kota Semarang Lama memberikan kesimpulan bahwa dengan adanya partisipasi
masyarakat dalam pembiayaan kegiatan operasi dan pemeliharaan dalam pelaksanaan program pengendalian banjir dapat teratasi apabila pelaksanaan
program pengendalian banjir dapat berjalan secara maksimal maka akan didapat manfaat atau dampak terhadap pertumbuhan ekonomi bukan saja di kawasan kota
lama melainkan di seluruh wilayah kota Semarang Yudho, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian menggunakan satu variabel dependen dan satu variabel independen di mana partisipasi masyarakat sebagai variabel independen
merupakan variabel laten yang diukur dengan variabel manifest yaitu partisipasi dalam pemeliharaan, partisipasi dalam memberikan iuran dan partisipasi tenaga.
Pengendalian banjir sebagai variabel dependen merupakan variabel laten yang diukur dengan variabel manifest yaitu lama banjir, frekwensi banjir dan tinggi
banjir. Perbedaan pada penelitian ini adalah jumlah variabel independen yang digunakan hanya satu variabel yaitu variabel partisipasi masyarakat saja. Model
penelitian seperti diperlihatkan pada Gambar 5.15
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi Tenaga
1 1
Partisipasi Iuran
1
Partisipasi Pemeliharaan
1 Pengendalian
Banjir
Lama Banjir
Frekwensi Banjir
Tinggi Banjir
1 1
1 1
Gambar 5.15 Model Penelitian Partisipasi Masyarakat Yudho 2002
Kebaruan lain pada penelitian ini adalah penggunaan variabel laten yang tidak dapat diukur langsung tetapi melalui suatu dimensi variabel indikator
Kusnendi, 2008. Pada penelitian ini variabel tataguna lahan sebagai independen variabel merupakan variabel laten yang diukur dengan variavel manifest x
11
, x
12
, x
13
dan x
14
dan variabel partisipasi masyarakat merupakan variabel laten yang diukur melalui variabel manifest x
21
, x
22
, x
23
dan x
24
sedangkan banjir dan pengendalian banjir sebagai dependen variavel merupakan variabel laten yang
Universitas Sumatera Utara
diukur melalui variabel manifest y
11
, y
12
, y
13
dan y
14
untuk banjir, y
21
, y
22
, y
23
dan y
24
Kebaruan lainnya yang dapat dimanfaatkan secara praktis berupa rekomendasi yang relatif komprehensif mengenai model penanggulangan banjir di
kabupaten Aceh Utara yang nantinya dapat direplikasi pada daerah lain di Propinsi Aceh bahkan wilayah lain di Indonesia dalam upaya penanggulangan
banjir secara komprehensif melalui upaya pendekatan struktural structural approach dan pendekatan secara non struktural non structural approach.
untuk pengendalian banjir. Sementara kajian empiris sebelumnya dilakukan dengan menggunakan variabel manifest saja, seperti model kajian yang
diperlihatkan pada Gambar 5.12 dan 5.13, variabel tataguna lahan dinyatakan dalam jenis lahan dan luasan lahan yang dikonversikan ke dalam angka koefisien
pengaliran di mana secara teoritis dapat dinyatakan bahwa fungsi besarnya debit banjir berbanding lurus dengan perubahan tataguna lahan, intensitas hujan dan
luas daerah pengaliran sungai. Dengan demikian, hasil penelitian ini merupakan penelitian yang relatif komprehensif di propinsi Aceh yang nantinya dapat
dikembangkan dalam upaya mengatasi banjir.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian hipotesis tataguna lahan berpengaruh terhadap banjir dengan nilai critical ratio c.r sebesar 2,169 yang lebih besar dari t tabel 1,96 dan
nilai Probability P sebesar 0,030 atau lebih kecil 0,05 sehingga dapat dikatakan hipotesis penelitian dapat diterima. Loading factor variabel
tataguna lahan terhadap variabel banjir sebesar -0,259 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel tataguna lahan berkontribusi sebesar 0,259
terhadap variabel banjir, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel kemampuan luas lahan hutan sebagai penyangga air, variabel rasio tataguna
lahan, variabel regulasi yang mengatur tentang penggunaan lahan dan variabel terjadinya penebangan hutan secara liartanpa izin illegal logging
berpengaruh signifikan terhadap variabel banjir dengan konstribusi pengaruhi sebesar 0,259. Dengan demikian pemerintah kabupaten Aceh Utara perlu
segera menyelesaikan Peraturan Daerah Qanun yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW serta peraturan turunannya yang
mengatur penggunaan lahan termasuk aturan tentang alih fungsi lahan dan mengupayakan penanaman tumbuhan penyangga air melalui program hutan
Universitas Sumatera Utara