Uji validitas Uji reliabilitas

pengelolaan sumber daya air sebagai informan digunakan sebagai tambahan informasi yang akan dikomparasi dengan hasil analisis data responden masyarakat.

A. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk melihat sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengkuran yang digunakan untuk melakukan fungsi ukurnya. Instrumen tersebut dikatakan mempunyai validitas tinggi jika hasil uji memperlihatkan fungsi ukurnya sesuai dengan maksud pengukuran dan dapat dikatakan data tersebut tidak menyimpang dari variabel penelitian. Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus dibuangdiganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment, sebagai berikut: [ ][ ] 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n r ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − − = ................ 4.2 Instrumen dianggap Valid jika nilai r 0,3 atau dapat juga dengan membandingkan dengan r tabel. Jika r hitung r tabel maka valid.

B. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden Universitas Sumatera Utara yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut: b b i r 1 r . 2 r + = .................................................... 4.3 di mana: ri = Nilai reliabilitas rb = Nilai koefisien korelasi Nilai reliabilitas yang baik jika lebih besar dari 0,6 cukup baik, atau lebih besar dari 0,8 baik. Data kuesioner akan dianalisa menggunakan Structural Equation Modeling SEM terhadap hipotesis yang telah dirumuskan. Diagram lintasan path diagram dalam Structural Equation Modeling digunakan untuk menggambarkan atau membuat spesifikasikan model Structural Equation Modeling dengan lebih jelas dan mudah serta menggambarkan diagram jalur persamaan secara tepat. Hubungan diantara model-model tersebut dituangkan dalam model persamaan struktural dan model pengukuran. Variabel-variabel dalam Structural Equation Modeling terdiri dari Variabel laten latent variable merupakan konsep abstrak yang hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. Variabel laten dibedakan yaitu variabel eksogen dan endogen. Variabel eksogen setara dengan variabel bebas, sedangkan variabel endogen setara dengan variabel terikat. Variabel Universitas Sumatera Utara teramati observed variable atau variebel terukur measured variable yaitu variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator. Variabel ini merupakan efek atau ukuran dari variabel laten. Pada metoda penelitian survei dengan menggunakan kuesioner, setiap pertanyaan pada kuesioner mewakili sebuah variabel teramati. Variabel teramati yang berkaitan atau merupakan efek dari variabel laten eksogen. Structural Equation Modeling SEM memiliki dua elemen atau model, yaitu model struktural dan model pengukuran. Model Struktural Structural Model menggambarkan hubungan diantara variabel-variabel laten. Parameter yang menunjukkan regresi variabel laten endogen pada eksogen. Variabel laten eksogen juga boleh berhubungan dalam dua arah covary. Model Pengukuran Measurement Model di mana setiap variabel laten mempunyai beberapa ukuran atau variabel teramati atau indikator. Variabel laten dihubungkan dengan variabel-variabel teramati melalui model pengukuran yang berbentuk analisis faktor. Setiap variabel laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel terkait. Dalam menganalisis SEM pada penelitian ini akan digunakan software AMOS Analysis of Moment Structure yang dikembangkan oleh James L. Arbukle. Analisis data yang akan dilakukan dengan model persamaan matematis terhadap hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Tataguna lahan berpengaruh terhadap banjir 1 1 21 1 ζ ξ γ η + = Model persamaan matematis menjadi: 06 , 26 , 1 1 + − = ξ η Universitas Sumatera Utara di mana: η 1 γ = Banjir 21 ξ = Koefisien regresi konstruk tataguna lahan ke banjir 1 ζ = Tataguna lahan 1 = Kesalahan pengukuran error terhadap banjir 2. Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir 1 2 22 1 ζ ξ γ η + = Model persamaan matematis menjadi: 06 , 445 , 2 1 + − = ξ η di mana: η 1 γ = Banjir 22 ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke banjir 2 ζ = Partisipasi masyarakat 1 = Kesalahan pengukuran error banjir 3. Tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap banjir 1 2 22 1 21 1 ζ ξ γ ξ γ η + + = Model persamaan matematis menjadi: 06 , 445 , 26 , 2 1 1 + − − = ξ ξ η di mana: η 1 γ = Banjir 21 = Koefisien regresi konstruk tataguna lahan ke banjir Universitas Sumatera Utara ξ 1 γ = Tataguna lahan 22 ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke banjir 2 ζ = Partisipasi masyarakat 1 = Kesalahan pengukuran error banjir 4. Partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian banjir 2 2 23 2 ζ ξ γ η + = Model persamaan matematis menjadi: 35 , 11 , 3 2 2 − = ξ η di mana: η 2 γ = Pengendalian banjir 23 ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke pengendalian banjir 2 ζ = Partisipasi masyarakat 2 = Kesalahan pengukuran error pengendalian banjir 5. Partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir 1 2 21 2 23 1 ζ η β ξ γ η + + = Model persamaan matematis menjadi: 06 , 78 , 11 , 3 2 2 1 + − = η ξ η di mana: η 1 = Banjir Universitas Sumatera Utara γ 23 ξ = Koefisien regresi konstruk partisipasi masyarakat ke pengendalian banjir 2 β = Partisipasi masyarakat 21 η = Koefisien regresi konstruk banjir ke pengendalian Banjir 2 ζ = Pengendalian banjir 1 = Kesalahan pengukuran error banjir 6. Pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir 1 2 21 1 ζ η β η + = Model persamaan matematis menjadi: 06 , 78 , 2 1 + − = η η di mana: η 1 β = Banjir 21 η = Koefisien regresi konstruk banjir ke pengendalian Banjir 2 ζ = Pengendalian banjir 1 = Kesalahan pengukuran error banjir Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Banjir Secara Nasional

Kejadian bencana di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini berdasarkan data yang dicatat oleh Pusat Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang menunjukkan bahwa kejadian bencana selama tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 terjadi 888 kejadian bencana dan pada tahun 2008 jumlah kejadian bencana sebanyak 1306 kejadian terjadi peningkatan 45,66, sementara pada tahun 2009 mengalami peningkatan 652 kejadian atau 50 seperti diperlihatkan pada Gambar 5.1 Gambar 5.1 Jumlah kejadian bencana secara nasional tahun 2002-2009 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Universitas Sumatera Utara Dari berbagai kejadian bencana di Indonesia, menurut data yang disampaikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana bahwa kejadian banjir merupakan kejadian bencana yang paling sering terjadi setiap tahunnya dibandingkan dengan bencana lainnya. Berdasarkan data tersebut rata-rata kejadian banjir per-tahun di berbagai daerah di Indonesia selama kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2009 sebanyak 297 kejadian pertahun, hal ini seperti diperlihatkan pada data Tabel 5.1 Tabel 5.1 Rata-rata kejadian bencana di Indonesia tahun 2002-2009 No Jenis Kejadian Rata-rata Kejadian Per tahun 1 Banjir 297 2 Kekeringan 156 3 Kebakaran 147 4 Angin Topan 110 5 Tanah Longsor 92 6 Banjir dan Tanah Longsor 27 7 Gelombang Pasang 17 8 Kecelakaan Transportasi 14 9 Gempa Bumi 11 10 Kebakaran Hutan dan Lahan 10 11 KonflikKerusuhan Sosial 6 12 Letusan Gunung Api 4 13 Aksi TerorSabotase 4 14 Kecelakaan Industri 2 15 Gempa Bumi dan Tsunami 0,25 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Universitas Sumatera Utara Dampak yang ditimbulkan akibat bencana banjir selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2005 memperlihatkan bahwa korban manusia yang mengungsi rata-rata sangat tinggi setiap tahunnya, sementara korban meninggal dunia menjadi tinggi terjadi pada kisaran tahun 20042005, demikian pula halnya dengan dampak korban hilang yang mulai meningkat pada kisaran tahun 20042005. Disamping itu bencana banjir juga berdampak kepada kerusakan rumah yang jumlahnya rata-rata setiap tahun cukup besar termasuk kerusakan pada fasilitas umumfasilitas sosial yang meningkat jumlah kerusakannya pada tahun 20042005, hal ini menggambarkan bahwa bencana banjir di Indonesia cukup tinggi, diperlukan perlakuan untuk mengatasinya Tabel 5.2 Dampak banjir di Indonesia tahun 2001-2005 Jumlah Kejadian Banjir dan Dampaknya 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 TOTAL 1 Jumlah Kejadian 150 186 143 182 661 2 Dampak a. Korban Manusia - Meninggal 185 206 230 126.028 126.649 - Hilang 18 104 106 94.562 94.790 - Mengungsi 388.651 180.901 102.973 568.382 1.240.907 b. Rumah Rusak 57.087 58.285 54.479 72.346 242.197 c. FasosFasum 972 201 841 4.760 6.774 e. Sawah Ha 180.603 604.435 83.927 36.640 905.605 f. Jalan Km 1.005 217 396 1.685 3.303 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Universitas Sumatera Utara Bencana banjir juga berdampak kepada lahan sawah yang tidak dapat digunakan yang jumlah luasnya juga sangat besar sehingga tidak dapat difungsikan dan juga kerusakan pada fasilitas prasarana jalan yang mencapai ribuan kilometer seperti diperlihatkan pada Tabel 5.2 hal ini tentunya menimbulkan kerugian secara ekonomi. Dari Gambar 5.1 menggambarkan jumlah kejadian banjir di setiap propinsi secara nasional dalam kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2010. Dari sini terlihat bahwa propinsi Aceh menduduki ranking ke 5 sebagai wilayah yang jumlah kejadian banjirnya tinggi dibanding wilayah lainnya. Propinsi Jawa Tengah merupakan propinsi yaang paling banyak kejadian banjirnya yaitu 475 kali, disusul dengan propinsi Jawa Timur dengan jumlah kejadian banjir 429 kali, selanjutnya propinsi Jawa Barat yang mempunyai jumlah kejadian banjir sebanyak 410 kali kemudian propinsi Sumatera Utara dengan jumlah kejadian sebanyak 201 kejadian dan propinsi Aceh dengan jumlah kejadian 189 kali sumber BNPB. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa propinsi Aceh merupakan propinsi yang rawan terhadap banjir dan memerlukan perhatian khusus dalam penyelesaiannya Historis data memperlihatkan bahwa banjir merupakan bencana yang sering terjadi dan tidak tertutup kemungkinan bahwa daerah-daerah yang terkena banjir selalu berulang setiap tahunnya seperti banjir di seputaran alirana DAS sungai Krueng Keureuto Aceh Utara. Menurut Buletin Info Bencana Edisi Juli 2012 yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana disampaikan bahwa selama bulan Juli 2012 terjadi 15 kali kejadian, banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia termasuk Universitas Sumatera Utara diantara kelima belas banjir tersebut, terjadi 4 kali banjir bandang, yakni di Luwu, Morowali, Kutai Kartanegara, dan Kota Padang. Selebihnya, kejadian bencana banjir tersebar di sejumlah wilayah, Kota Pematang Siantar, Maluku Tengah, Kolaka, Wajo, Aceh Utara, Tanah Bumbu, Labuhan Batu Utara, Tanah Laut, Bone Bolango, dan Sarmi. Pada tahun 2005 jumlah lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran di Indonesia adalah seluas 245.497 Ha dan dari jumlah tersebut 32,74 atau 80.384 Ha mengalami gagal panen seperti diperluhatkan pada Tabel 5.3, sedangkan pada tahun 2006 luasan lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran adalah seluas 262.984 Ha dan 39,85 atau 104.802 Ha mengalami gagal panen. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa luasan lahan tanaman padi yang terkena kebanjiran meningkat dari tahun 2005 yaitu sebesar 7,12 pada tahun 2006. Berdasarkan data yang diperlihatkan pada Tabel 5.3 dinyatakan bahwa akumulasi luasan lahan yang terkena kebanjiran pada tahun 2005 – 2006 tertinggi terjadi di Propinsi Jawa Barat dengan 132.129 Ha lahan tanaman padi yang terkena banjir dan dari jumlah tersebut digambarkan bahwa 32,73 atau 43.250 Ha mengalami gagal panen puso. Sementara luasan wilayah yang terkena banjir terendah adalah Propinsi Maluku Utara dengan luasan sawah yang terkena banjir hanya 33 Ha dan tidak mengalami kegagalan panen. Info Bencana BNPB Edisi Juli 2012. Dari Tabel 5.3 diperlihatkan bahwa luasan tanaman padi yang terkena bencana banjir dan gagal panen puso cukup besar, namun ada penurunan dari tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2006. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2 Jumlah kejadian banjir setiap propinsi tahun 2002-2010 Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Kondisi di propinsi Aceh dinyatakan bahwa pada tahun 2005 luas lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir seluas 31.670 Ha. Dari jumlah tersebut seluas 5.341 Ha mengalami kegagalan panen puso. Sementara pada tahun 2006 luas lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir seluas 7.194 Ha dan dari jumlah tersebut seluas 2.312 Ha mengalami kegagalan panen puso yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yang dapat berdampak pada perekonomian rakyat. Berdasarkan data tersebut terjadi penurunan luasan lahan pada tanaman padi yang terkena bencana banjir sebesar 24.476 Ha dan luasan yang mengalami kegagalan panen puso terjadi penurunan sebesar 3.029 Ha, kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun luasan yang terkena damapak banjir cukup besar namun kegagalan panen masih besar. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Luas banjir ha pada tanaman padi tahun 2005-2006 No Propinsi 2005 2006 Total T P T P T P 1 Aceh 31.670 5.341 7.194 2.312 38.864 7.653 2 Sumatera Utara 7.059 2.472 9.527 1.453 16.586 3.925 3 Sumatera Barat 1.552 328 2.643 785 4.195 1.113 4 Riau 423 17 21 9 444 26 5 Jambi 2.053 1.019 459 290 2.512 1.309 6 Sumatera Selatan 47.080 28.040 12.636 3.561 59.716 31.601 7 Bengkulu 1.954 1.005 64 - 2.018 1.005 8 Lampung 26.840 23.000 5.636 704 32.476 23.704 9 DKI Jakarta - - - - - - 10 Jawa Barat 30.518 5.195 101.611 38.055 132.129 43.250 11 Jawa Tengah 14.542 1.707 33.384 14.943 47.926 16.650 12 DI Yogyakarta 1.540 65 302 9 1.842 74 13 Jawa Timur 5.010 850 18.667 8.533 23.677 9.383 14 Bali - - - - - - 15 Nusa Tenggara Barat 1.577 423 1.553 605 3.130 1.028 16 Nusa Tenggara Timur - - 209 - 209 - 17 Kalimantan Barat 19.150 598 1.681 32 20.831 630 18 Kalimanatan Tengah 14.725 4.045 97 - 14.822 4.045 19 Kalimantan Selatan 20.558 5.531 25.508 13.137 46.066 18.668 20 Kalimantan Timur 945 250 431 180 1.376 430 21 Sulawesi Utara - - 3.315 580 3.315 580 22 Sulawesi Tengah 95 15 963 737 1.058 752 23 Sulawesi Selatan 8.316 325 24.095 16.590 32.411 16.915 24 Sulawesi Tenggara - - - - - - 25 Maluku - - - - - - 26 Maluku Utara 33 - - - 33 - 27 Papua - - - - - - 28 Banten 9.835 159 12.613 2.192 22.448 2.351 29 Gorontalo 23 - 375 95 398 95 TOTAL 245.498 80.385 262.984 104.802 508.482 185.187 T= Terkena P= Puso gagal Panen Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Universitas Sumatera Utara

5.2 Kondisi Banjir Aceh Utara

Pemanfaatan potensi sumber daya air apabila dapat dikelola dengan baik akan dapat dinikmati oleh masyarakat, sebaliknya jika tidak dikelola maka berdampak pada bencana banjir yang sepanjang tahun dialami masyarakat terutama yang berdekatan dengan daerah aliran sungai DAS. Bencana Banjir yang disebabkan oleh DAS ini setiap tahunnya berdampak pada terhambatnya pembangunan di beberapa kecamatan seperti kecamatan Langkahan, Matangkuli, Paya Bakong, Pirak Timu, Lhoksukon, Tanah Luas, Tanah Pasir, Samudera, Meurah Mulia, Syamtalira Aron dan Sayamtalira Bayu Dinas Pengairan dan ESDM Aceh Utara, 2012. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menimbulkan trauma masyarakat dalam mengusahakan berbagai aktifitas, Oleh karenanya pengelolaan sumber daya air secara terpadu harus menjadi prioritas dalam upaya penganganan permasalahan banjir. Sungai Krueng Keureuto terletak di kecamatan Paya Bakong, Matang Kuli, Lhoksukon, Tanah Pasir dan kecamatan Lapang memiliki luas daerah tangkapan daerah pengaliran sungai kurang lebih 900 Km² dengan panjang sungai sebesar 77.50 Km, kondisi dengan trase sungai yang panjang dan terdapat 5 lima anak sungai yang memberikan kontribusi aliran ke dalam sungai Krueng Keureuto sehingga menyebabkan puncak banjir yang sangat tinggi di daerah hilirnya. Daerah pengaliran sungai Krueng Keureuto melalui kota Lhoksukon ibukota Kabupaten Aceh Utara dan termasuk ke dalam Satuan Wilayah Sungai SWS Kr. Peusangan. Kondisi hidrolis dan kapasitas sungai tidak mampu menampung air dan mengalirkannya terutama pada saat musim hujan dengan intensitas tinggi Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3 Peta daerah pengaliran sungai DAS Krueng Keureuto Sumber: BappedaKabupaten Aceh Utara Universitas Sumatera Utara Kondisi Topografi dan kelandaian yang curam di daerah hulu namun sangat landai di bagian hilir mengakibatkan kecepatan aliran menjadi rendah sehingga luas penampang sungai yang begitu sempit tidak dapat menampung volume banjir sehingga terjadinya limpasan pada daerah–daerah yang kondisi tanggulnya masih rendah. Lokasi Kota Lhoksukon berada di dataran rendah, hal ini menyebabkan sistem drainase dan pembuangan sungai dipengaruhi oleh pasang surut di Selat Malaka. Pasang surut ini dapat menjadi dinding penahan blocking wall masuknya debit sungai ke dalam laut. Pada kasus yang lebih buruk, terjadi aliran masuk air laut ke bagian hilir saluran dan sungai interusi sehingga secara keseluruhan kondisi tersebut akan memperparah kondisi banjir di Aceh Utara. Banjir merupakan bencana yang rutin terjadi setiap tahunnya di kabupaten Aceh Utara. Pada tahun 2011 data yang dicatat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Aceh Utara jumlah kejadian bencana sangat tinggi di setiap kecamatan. Kejadian yang sangat dominan adalah kejadian pada dataran rendah seperti pada kecamatan Seuneudon 1 kali kejadian, kecamatan baktiya 3 kali kejadian, kecamatan Lhoksukon 4 kali kejadian, kecamatan Matangkuli 4 kali kejadian, kecamatan Pirak Timu 1 kali kejadian, kecamatan Paya Bakong 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Luas 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Pasir 3 kali kejadian, kecamatan Simpang Keramat 1 kali kejadian. Jumlah kejadian banjir yang dominan terjadi pada kecamatan Baktiya, Lhoksukon, Matang Kuli, Tanah Pasir dan Baktiya Barat, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.5 Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4 Peta daerah rawan banjir Aceh Utara Sumber: BappedaKabupaten Aceh Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5 Jumlah kejadian bencana Aceh Utara Tahun 2011 Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Aceh Utara Selama tahun 2012 berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Aceh Utara, kondisi sampai bulan Agustus 2012 tercatat sudah 6 kali terjadi kejadian banjir dengan tinggi genangan rata-rata 50 sampai 100 cm. Kecamatan Matangkuli mengalami 4 kali kejadian, kecamatan Lhoksukon mengalami 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya Barat 2 kali kejadian. Bencana banjir diberbagai kecamatan seperti diperlihatkan pada Tabel 5.4 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.4 Kejadian banjir di Aceh Utara tahun 2012 Tanggal Tinggi Genangan Kecamatan Jumlah Desa Tergenang 13 Januari 2012 50 -100 cm Matangkuli 31 Lhoksukon Pirak Timu 18 Januari 2012 50 -100 cm Baktiya 43 Baktiya Barat Paya Bakong 19 April 2012 80 - 100 cm Matangkuli 60 Lhoksukon Baktiya 11 Juli 2012 50 - 100 cm Matangkuli 26 Lhoksukon 23 Agustus 2012 50 - 140 cm Matangkuli 40 Baktiya Tanah Pasir 28 Agustus 2012 80 - 100 cm Baktiya Barat 45 Tanah Pasir Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Aceh Utara Kejadian banjir di Aceh Utara selain menimbulkan kerugian materi seperti rusaknya rumah penduduk, fasiltas sosialfasilitas umum, terganggunya aktivitas ekonomi juga berdampak pada proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang terkena banjir namun pihak sekolah tetap mengupayakan proses tersebut dapat berjalan meskipun dengan kondisi yang sederhana. Kondisi yang masih memprihatinkan adalah kurangnya pencatatan data kejadian banjir, tingkat kerugian yang terjadi, hal ini karena kurang proaktifnya BPBD. Persoalan banjir ini perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak stake holders untuk memikirkan cara penanganannya, hal ini tidak dapat diserahkan tanggungjawabnya hanya kepada pemerintah saja. Kondisi genangan air pada saat banjir diperlihatkan pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7 Universitas Sumatera Utara Gambar 5.6 Kondisi genangan banjir Aceh Utara Gambar 5.7 Kondisi masyarakat korban banjir Aceh Utara Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil rekapitulasi bencana banjir yang dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Aceh Utara, kejadian banjir 13 Januari 2012 menggenangi 31 Desa dan terjadi pengungsian 2.125 rumah tangga atau 9.181 jiwa, sementara pada tanggal 18 Januari 2012 banjir kembali menggenangi 43 Desa dengan jumlah korban mengungsi 3.120 rumah tangga atau 5.412 jiwa dan pada tanggal 11 Juli 2012 banjir menggenangi 26 Desa dengan korban mengungsi 1.125 rumah tangga atau 4.283 jiwa.

5.3 Analisis Secara Teknis

Analisis secara teknis perlu dilakukan sebagai bahan perbandingan terhadap hasil analisis kuesioner. Analisis secara teknis dilakukan pada luasan daerah aliran sungai DAS Krueng Keureuto dengan luas daerah pengaliran sungai sebesar 931 km 2 Berdasarkan Tabel 4.1 pada Bab 4 diperlihatkan bahwa susunan penggunaan lahan berdasarkan data dari pemerintah daerah terdiri dari sawah, pekaranganbangunan, tegalankebun, ladanghuma, padang rumput, lahan tidak diusahakan, hutan rakyat, hutan negara, perkebunan, lain-lain, tambak, kolamtebatempang, dan rawa-rawa. Dalam analisis ini peruntukan lahan tersebut disederhanakan dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok lahan yang terdiri dari lahan pemukiman dan lainnya, lahan sawahladang, lahan perkebunan, lahan tambak dan lahan hutan. terutama terhadap penggunaan lahan yang akan mengakibatkan terjadinya banjir. Universitas Sumatera Utara Dari hasil perhitungan secara teknis terhadap kondisi tataguna lahan eksisting di daerah pengaliran sungai dengan menggunakan metode rasional menghasilkan debit banjir berdasarkan data curah hujan selama 15 tahun sebesar 1.686,16 m 3 det. Sementara dari hasil perhitungan kapasitas tampungan sungai dan saluran yang ada berdasarkan data hidrolis sungai dan kapasitasnya dihasilkan debit yang mampu dialirkan hanya sebesar 946,74 m 3 det, hal ini menggambarkan bahwa sungai Krueng Keureuto dalam kondisi ini sudah tidak mampu lagi mengalirkan debit air sehingga akan terjadi debit limpasan yang akan menjadi genangan sebesar 139,42 m 3 det dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tataguna lahan Aceh Utara pada kondisi eksisting tidak mampu menjadi penyangga air. seperti diperlihatkan pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Tataguna lahan eksisting dan debit yang terjadi No Tataguna Lahan Luas Lahan Eksisting km 2 1 Pemukiman lainnya 52.50 5.64 2 Sawah, Ladang 134.18 14.41 3 Perkebunan 36.60 3.93 4 Tambak 13.62 1.46 5 Hutan 694.10 74.55 Jumlah 931.00 100.00 Debit Yang Terjadi m 3 1,686.16 det Menurut Chow et al 1988 tataguna lahan berbanding lurus dengan banjir, tataguna lahan dikonversikan melalui koefisien pengaliran yang besarnya Universitas Sumatera Utara tergantung dari jenis lahan tersebut. Hasil analisis secara teknis menggambarkan bahwa untuk mendapatkan kondisi seimbang antara penggunaan lahan untuk penyangga air hutan, hutan rakyat dan perkebunan dibutuhkan perbandingan luas sebesar 42 dari luas wilayah sehingga kondisi ini akan menggambarkan bahwa debit yang terjadi akan seimbang dengan kemampuan sungai mengalirkan air dan dapat mengurangi banjir. Hasil analisis secara teknis akan digunakan sebagai pembanding terhadap analisis kuesioner dalam menjawab hipotesis pengaruh tataguna lahan terhadap banjir melalui pertanyaan tentang luas lahan hutan di daerah kajian.

5.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Keabsahan atau kesahihan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Rancangan kuesioner harus dapat menggambarkan kebutuhan data empirik sehingga alat ukur menjadi valid. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid dan atau tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dalam mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian, yaitu uji validitas test of validity dan uji keandalan test of reliability untuk menguji kesungguhan jawaban responden. Universitas Sumatera Utara

5.4.1 Uji validitas