Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit

107 sangat masam, ketersediaan unsur hara makro maupun mikro rendah serta rentan terhadap kekeringan berlebihan yang merusak koloid gambut. Hal yang menarik di lapangan adalah kondisi kelapa sawit yang dikhawatirkan sebagian besar akan roboh miring berkaitan dengan rendahnya berat isi gambut, ternyata hanya sedikit tanaman yang miring dan sebagian besar tegak lurus. Kondisi ini dimungkinkan oleh adanya pengkayaan fraksi liat oleh Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan karena lokasi penelitian terletak di daerah aliran sungai dari kedua sungai tersebut. Pada waktu musim penghujan, air sungai tersebut banjir dan mengendapkan lumpur di sepanjang areal bantaran sungai termasuk lokasi penelitian. Dampak lainnya dari mekanisme ini adalah kondisi struktur gambut menjadi lebih padat sehingga penurunan permukaan tanah subsidence juga rendah. Pengamatan terhadap perakaran tanaman keras rambutan, palem, mangga yang tumbuh di pekarangan dan juga pondasi rumah transmigran menunjukkan adanya penurunan permukaan tanah sekitar 15 cm -20 cm relatif rendah dalam kurun waktu 17 tahun. Angka ini masih jauh dibawah standar kondisi kritis pemanfaatan lahan gambut untuk usaha pertanian yaitu tingkat subsidence melebihi 35 Cm dalam waktu 5 tahun Winarna, 2007.

4.3. Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit

Kesesuaian lahan diperoleh dengan menumpang tindihkan overlay peta land unit, peta rupabumi, peta vegetasi, peta zonasi iklim dan peta topografi. Peta land unit diperoleh dengan menginterpretasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah sebagai salah satu komponen yang dipertimbangkan dalam penyusunan tingkat atau kelas kesesuaian lahan Tabel 24, Lampiran 13. Secara garis besar, bahan induk tanah dilokasi penelitian ada 2 jenis yaitu bahan endapan aluvium oleh aktivitas sungai besar Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan dan bahan organik busukan dari kayu-kayu hutan dalam kondisi anaerob. Pada fisiografi bentuk wilayah yang relatif datar, kedua bahan induk ini membentuk tanah dengan sifat-sifat berbeda. Bahan induk aluvium membentuk tanah Inceptisols, dimana pada daerah peralihan dengan gambut mendapat pengkayaan bahan organik membentuk tanah Humic Dystrudepts dengan kedalaman efektif dalam, drainase sedang, kadar bahan organik tinggi, reaksi tanah masam, KTK rendah sehingga retensi hara tinggi dan ketersediaan hara rendah. Bahan induk aluvium pada daerah 108 berjauhan dengan gambut, tidak mendapat pengkayaan bahan organik membentuk tanah Typic Dystrudepts dengan kedalaman efektif dalam, kadar bahan organik rendah, drainase sedang, reaksi masam, KTK rendah sehingga retensi unsur hara tinggi dan ketersediaan hara rendah. Tabel 24. Klasifikasi dan Karakteristik Tanah Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 Bahan induk Bentuk wilayah Klasifikasi tanah Karateristik tanah Aluvium Bahan organik Datar – agak berombak Datar - agak cekung kubah Humic Dystrudepts Typic Dystrudepts Typic Haplosaprists Terric Haplosaprists Dalam, drainase sedang, masam, tekstur sedang, bahan organik tinggi, retensi hara tinggi, ketersediaan hara rendah Dalam, drainase sedang, masam, tekstur sedang, bahan organik rendah, retensi hara tinggi, ketersediaan hara rendah Dalam, drainase agak terhambat, saprik, masam- sangat masam, retensi hara tinggi Agak dalam, drainase agak terhambat, saprik, masam- sangat masam, retensi hara tinggi. Bahan induk bahan organik membentuk 2 jenis tanah gambut yaitu Typic Halosaprists dengan kedalaman efektif dalam, drainase agak terhambat daerah cekungan, kematangan gambut sudah lanjut saprik, reaksi tanah masam- sangat masam, KTK rendah sehingga retensi unsur hara tinggi tetapi ketersediaan hara rendah. Tanah gambut yang lainnya yaitu Terric Haplosaprist dengan kedalaman efektif agak dalam, drainase agak terhambat daerah cekungan, kematangan gambut lanjut saprik, reaksi tanah masam-sangat masam, KTK rendah sehingga retensi unsur hara tinggi tetapi ketersediaan hara rendah. Kesesuaian lahan diperoleh dengan mengkombinasikan karakteristik tanah ini dengan prasyarat pertumbuhan kelapa sawit berdasarkan metode Hardjowigeno et al. 1999 dan Djaenudin et al. 2003Tabel 25, Lampiran 14. Seluruh areal kebun termasuk kelas kesesuaian S2 cukup sesuai. Sebagian besar 75 termasuk tanah gambut jenis Typic Troposaprists dan Terric Troposaprists tergolong kelas kesesuaian S2-f cukup sesuai dengan penghambat retensi unsur hara tinggi karena pH tanah rendah. Kondisi ini 109 mungkin ditopang oleh sifat fisik tanah relatif baik untuk pertanian karena adanya pengkayaan liat dan unsur hara dari endapan Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa rata-rata produksi kelapa sawit pada lahan ini sebesar 23,04 ton TBShatahun. Pada kondisi seperti di lokasi penelitian, factor kedalaman gambut untuk kesesuaian lahan kelas S2 bagi kelapa sawit tidak hanya 60-140 cm tetapi lebih dalam lagi yaitu 140-200 cm Ritung et al, 2007. Tabel 25. Land Unit, Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit, Karakteristik dan Sebarannya Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 Land Unit Kese- suaian Karakteristik Sebaran ha D.2.1.2 Pq.2.1 Pfq.1.1 Pfq.2.1 Au.1.3 S2-f S2-f S2-n,f S2-f S2-n,f Cukup sesuai dengan pembatas retensi unsur hara karena pH dan KTK rendah Typic Haplosaprists Cukup sesuai dengan pembatas retensi unsur hara karena pH dan KTK rendah Terric Haplosaprists Cukup sesuai dengan pembatas ketersediaan unsur hara dan retensi unsur hara karena pH dan KTK rendah Humic Dystrudepts Cukup sesuai dengan pembatas retensi unsur hara karena pH dan KTK rendah Humic Dystrudepts Cukup sesuai dengan pembatas ketersediaan unsur hara dan retensi unsur hara karena pH dan KTK rendah Terric Haplosaprists 7750 203 384 996 891 Jumlah hektar 10231 Produktivitas lahan seperti ini cukup baik untuk penggunaan perkebunan kelapa sawit seperti dilaporkan oleh Juwanto 2007 bahwa pada penggunaan tanah gambut untuk kebun kelapa sawit, produktivitasnya dipengaruhi oleh kedalaman air tanah dan kematangan gambut. Peneliti lain melaporkan bahwa produktivitas kelapa sawit pada lahan gambut Hemic Troposaprist agak dalam dan dalam dipengaruhi oleh lingkar batang dan produksi aktual TBS Koedadiri et al., 2007. Winarna 2007 melaporkan bahwa tanah gambut saprik seperti di lokasi penelitian paling potensial untuk digunakan sebagai kebun kelapa sawit dengan produktivitas rata-rata 25,45 ton TBShatahun dibandingkan dengan gambut hemik dan fibrik dengan produktivitas masing-masing 23,20 dan 20,80 ton TBShatahun. Sekitar 25 termasuk kelas kesesuaian S2-f,n cukup sesuai dengan faktor penghambat retensi hara tinggi dan ketersediaan hara rendah berkaitan dengan pH dan KTK tanah rendah. Jenis tanah dengan kesesuaian ini adalah Humic Dystrudepts dan Typic Dystrudepts. Kondisi ini disebabkan oleh sifat bahan induk tanah berupa endapan batuan masam dan miskin unsur hara. 110 Namun demikian, produktivitas tanah ini cukup baik untuk digunakan sebagai perkebunan kelapa sawit. Pahan 2005 menyatakan bahwa tanah mineral masam seperti di lokasi penelitian dengan tingkat kesesuaian sesuai S2 mempunyai kisaran produktivitas luas yaitu 19-24 ton TBShatahun. Hasil wawancara dengan petani menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas kelapa sawit di lokasi penelitian pada tingkat kesesuaian lahan S2-f,n sebesar 22,0 ton TBShatahun.

4.4. Model Fungsi Produksi Kelapa Sawit

Dokumen yang terkait

Studi Pemeliharaan Mesin Genset PTPN III Kebun Rambutan

4 47 64

Analisis biaya dan penerimaan produksi CPO di PTPN V SEI Pagar Kabupaten Kampar Propinsi Riau

0 6 118

Perneliharaan Tanarnan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menghasilkan di Kebun lnti dan Plasma PIR Trans Sei Tungkal PT Agrowiyana, Jambi

0 11 89

Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan (Studi Kasus PIR Perkebunan Plasma Sei Pagar, PTP Nusantara V Kabupaten Kampar Provinsi Riau)

0 3 1

Pengembangan Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Kebun Plasma Sel Tapung PTPN V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau

1 14 40

Pengembangan Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Kebun Plasma Sel Tepung PTPN V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau)

0 11 40

Pengembangan Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Kebun Plasma Sei Tapung PTPN V, Kabupaten Rokan Hulu, Riau)

0 12 40

Aplikasi Limbah Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk Organik di Kebun Sei Batang Ulak Kabupaten Kampar Provinsi Riau

0 4 40

Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Kebun Sei Batang Ulak Pt Ciliandra Perkasa, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

0 10 53

Desain Pengelolaan Kebun Plasma Kelapa Sawit Berkelanjutan : Studi Kasus pada PIR-Trans Kelapa Sawit P.T.P. Mitra Organ di Kabupaten Organ Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan.

0 91 604