6
4. Bagaimana model alternatif pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas lahan dan
disaat yang sama bisa mengurangi pencemaran lingkungan, memperbaiki kondisi sosial ekonomi petani plasma?
5. Skenario strategis bagaimana yang dapat mendukung implementasi model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan yang mampu memenuhi
aspek-aspek pertumbuhan ekonomi profit, mempertahankan kualitas lingkungan planet serta kesetaraan sosial people. Secara lebih detil, tujuan
penelitian ini dirinci sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas kebun kelapa sawit
plasma. 2. Menganalisis model fungsi produksi kebun kelapa sawit plasma.
3. Mengkaji peranan dan keterkaitan kelembagaan dalam pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan.
4. Merancang model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan dan strategi implementasi dari model yang dibangun.
1.4. Kerangka Pemikiran
Dengan pengelolaan yang tepat, komoditas kelapa sawit memegang peranan sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional terutama
sebagai sumber pendapatan non migas nasional, sebagai sumber kesempatan kerja bagi jutaan penduduk pedesaan dan sebagai sumber energi. Berdasarkan
harga konstan tahun 2000, kontribusi sub sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto PDB pada tahun 2007 sebesar 2,31. Hal ini mendorong
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk pemerintah daerah Provinsi Riau menempuh strategi pembangunan ekonomi pedesaan yang
sebagian besar berprofesi sebagai petani melalui pengembangan sub sektor perkebunan terutama komoditas kelapa sawit. Alasan dari pemilihan strategi
tersebut adalah manfaat kehadiran perkebunan kelapa sawit mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dari tanaman
perkebunan lainnya, berkontribusi nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli
7
Daerah PAD maupun pendapatan masyarakat di sekitar kebun Syahza, 2008.
Secara ringkas, alur pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pikir Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma
Berkelanjutan.
Kelapa Sawit Pola PIR
Manfaat Ekonomi
Manfaat Ekologi Manfaat Sosial
8 Prinsip dan 39 Kriteria Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Ekonomi profit:
- Komitmen jangka
panjang terhadap
viabilitas ekonomi dan
finansial Biofisikplanet:
- Teknologi pengelolaan terbaik,
sesuai kondisi lokasi baik aspek produksi maupun pasca
panen. -
Konservasi sumberdaya alam dan biodiversitas
- Bertanggungjawab untuk
penanaman sawit baru -
Komitmen melakukan perbaikan terus menerus
-
Kualitas produksi memenuhi standar kesehatan
Sosialpeople: -
Kegiatan sesuai Undang-Undang
dan peraturan berlaku
- Bertanggungjawab
terhadap pekerja, individu dan
komunitas -
Transparan dalam informasi dan
dokumen pengelolaan
Model Perkebunan kelapa Sawit Berkelanjutan Ekologis: menjaga kualitas lingkungan
Ekonomis: menguntungkan petani Sosial:
Manusiawi: semua bentuk kehidupan dihargai, terjadi
interaksi harmonis, tidak menimbulkan konflik, tidak bertentangan dengan kearifan lokal.
Adil: semua stakeholders merasakan manfaat keberadaan kebun sawit
Luwes: bisa menyesuaikan dengan perubahan ekonomi, sosial, teknologi.
Kebun plasma pengelolaan kurang tepat:
• Produktivitas Sawit Rendah
• Pendapatan petani rendah • Kerusakan lingkungan
Kebun Inti Tepat pengelolaan
8
Manfaat ekonomi merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam membangun model kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan. Secara
ekonomi, pengembangan kelapa sawit akan menimbulkan multiplier effects bagi tumbuhnya perekonomian dimana secara langsung adalah meningkatnya
pendapatan petani plasma dari penjualan produksi petani berupa tandan buah segar TBS. Efek kedua berupa timbulnya usaha seperti jasa transportasi dan
jasa penyedia sarana serta prasarana perusahaan perkebunan penyediaan bahan, peralatan dan mesin pertanian. Efek ketiganya adalah berkembangnya
pelaku ekonomi yang bergerak disektor informal antara lain: pedagang kecil, tukang ojek, bengkel, tukang las dan lain-lain Hersuroso, 2005.
Berjalannya aktivitas sosial petani dan masyarakat di lingkungan perkebunan kelapa sawit merupakan dampak dari kehadiran perkebunan kelapa
sawit. Dengan adanya fasilitas sosial seperti tempat peribadatan, pesantren, sarana kesehatan, sarana pendidikan, infrastruktur desa mendorong terjalinnya
keakraban sosial bagi masyarakat. Hal ini penting bagi kelangsungan pengelolaan perkebunan kelapa sawit karena berkaitan dengan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya manusia. Interaksi sosial yang harmonis dapat juga berfungsi sebagai sosialisasi ataupun diseminasi program pengelolaan
perkebunan terutama melalui aktivitas sosial kelompok tani, arisan ibu tani, pengajian rutin dan lain-lain.
Manfaat ekologi yang disumbangkan oleh komoditas kelapa sawit adalah terpeliharanya siklus hidrologi untuk mengurangi tingginya fluktuasi debit air
sungai pada musim hujan dan musim kemarau. Dalam kaitan dengan siklus karbon, kelapa sawit di daerah tropis mempunyai kapasitas menyerap karbon
melebihi kapasitas hutan. Sesuai dengan yang dilaporkan Lamade dan Setyo 2002 bahwa komunitas kelapa sawit yang sudah dewasa kisaran umur 8-18
tahun mampu menyerap karbon ke dalam tanah antara 1198-2014Cm
2
thn, lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas hutan tropis basah di Kepulauan
Hawai sebesar 519Cm
2
thn atau hutan Pegunungan Merapi di Indonesia sebesar 844Cm
2
thn. Masih adanya kelemahan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
plasma yang berhadapan dengan masalah yang komplek menyebabkan timbulnya benturan-benturan kepentingan dari stakeholders baik menyangkut
konflik sosial, ekonomi maupun lingkungan terutama bagi perkebunan rakyat. Pemberdayaan masyarakat lokal yang belum optimal menimbulkan gejolak
9
sosial antara lain penguasaan lahan, pencurian TBS, penjualan TBS keluar dari pabrik kelapa sawit PKS Perusahaan Inti dan kecemburuan sosial masyarakat
lokal. Perilaku petani plasma ini merembet ke masalah ekonomi yaitu seretnya pengembalian cicilan hutang petani pada bank pemberi kredit.
Pengelolaan kebun kelapa sawit yang kurang memperhatikan masalah lingkungan berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas lingkungan
terutama sumberdaya tanah dan air melalui pencemaran. Pencemaran lingkungan pada perkebunan kelapa sawit bersumber dari dua kegiatan besar
yaitu proses produksi tanaman TBS dari areal tanam dan pengolahan TBS menjadi crude palm oil CPO serta hasil lainnya dari kegiatan PKS. Dalam
proses produksi TBS, pemeliharaan tanaman menggunakan pupuk anorganik pupuk buatan seperti Urea, SP-36, KCl, Dolomit karena kelapa sawit
memerlukan unsur hara dalam jumlah banyak. Aplikasi pemupukan oleh petani dengan cara disebar rata di permukaan tanah menyebabkan efisiensi
pemupukan rendah dan sebagian besar hilang melalui erosi, penguapan dan aliran permukaan. Pada tahap selanjutnya, terjadilah degradasi lahan karena
unsur hara yang diserap tanaman kelapa sawit lebih besar dari yang diberikan ke dalam tanah. Sementara itu, unsur hara yang terbawa erosi dan aliran
permukaan tertampung pada badan air permukaan berupa sungai atau danau, terjadi pengkayaan unsur hara di dalam air yang merangsang timbulnya
eutrofikasi. Dengan proses ini maka kualitas air menurun yang ditandai dengan tumbuhnya tanaman air jenis algae berlebihan sehingga mengganggu
kebutuhan oksigen organisme yang ada di air. Jika dilakukan pengukuran maka nilai Biochemical Oxygen Demand BOD lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi perairan yang tanpa pengkayaan unsur hara. Dari aspek produksi, penerapan pengelolaan yang dilakukan
menyebabkan pertumbuhan kelapa sawit menjadi kurang baik dan produktivitasnya di bawah rata-rata nasional. Selain produksi yang rendah,
pengelolaan yang kurang baik tersebut juga berdampak terhadap usia poduktif tanaman yang lebih pendek dari yang diestimasi yaitu sekitar 25-30 tahun.
Perkebunan kelapa sawit yang diusahakan pada lahan kering masam bergelombang dijumpai banyak kasus dimana pada umur tanaman 20 tahun
tanaman sudah kurang produktif dan perlu diremajakan. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan berbasis pada 8 prinsip dan 39
kriteria keberlanjutan yang menyangkut aspek biofisik planet, ekonomi profit
10
dan sosial people berpotensi untuk membantu mengatasi masalah tersebut RSPO, 2005. Aspek biofisik planet memfokuskan pada: 1 penerapan
pengelolaan yang paling cocok dengan kondisi biofisik spesifik lokasi baik pada aspek produksi maupun pengolahan pasca panen, 2 konservasi sumberdaya
alam dan biodiversitas, 3 mengembangkan penanaman baru, dan 4 komitmen untuk terus melakukan perbaikan pada semua kegiatan di lokasi.
Aspek ekonomi profit memfokuskan pada komitmen terhadap viabilitas ekonomi dan keuangan jangka panjang. Aspek sosial people memfokuskan
pada: 1 semua kegiatan dilandasi oleh perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, 2 tanggungjawab terhadap semua pekerja, individu dan
komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan produksi dan pengolahan pasca panen sawit, dan 3 terciptanya kondisi yang transparan dalam hal arus
informasi dan dokumentasi pengelolaan yang dilakukan. Kombinasi pengelolaan dari aspek fisik, ekonomi dan sosial yang sinergis
akan berpengaruh positif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Lingkungan terutama meliputi kualitas sumberdaya air dan tanah serta produksi kelapa sawit
yang memenuhi kuantitas dan standar kesehatan konsumen. Air yang kualitasnya memenuhi standar untuk aktivitas masyarakat seperti mandi, air
minum, mencuci sangat mendukung dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja manusia. Peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan daya beli
masyarakat terhadap sarana produksi sebagai salah satu komponen utama dalam pengelolaan perkebunan. Aspek sosial yang mendukung pengelolaan
kawasan agroindustri meliputi perbaikan perilaku menuju kepedulian terhadap lingkungan, meningkatnya peranan lembaga desa yang ada serta tercukupinya
kebutuhan tenaga kerja. Interaksi yang sinergis dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial
mampu menciptakan kondisi pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan yang ciri-cirinya dapat dilihat dari tiga aspek.yaitu: 1 ekologis berupa terpeliharanya
kualitas lingkungan atau terkendalinya tingkat pencemaran lingkungan sehingga kualitas hidup petani semakin membaik, 2 ekonomi berupa meningkatnya
pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mengarah pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik, 3 sosial yang meliputi a
manusiawi dimana gejolak sosial seperti tingkat kriminalitas dan konflik menurun, kinerja lembaga sosial desa membaik, produktivitas tenaga kerja
meningkat dan lain-lain, b berkeadilan dimana semua stakeholders yang
11
terlibat dalam pengelolaan merasakan manfaat dari keberadaan kebun sawit tersebut, dan c bersifat fleksibel atau kondisi luwes yang menggambarkan
bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi
eksternal maupun internal yang dinamis.
1.5. Manfaat Penelitian