112
Parameter dugaan upah tenaga kerja UPTK tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 20. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan kemampuan petani
dalam membayar upah tenaga kerja yang semakin baik dalam artian kenaikan upah tenaga kerja di lapangan seimbang dengan kenaikan kemampuan petani
dalam membayar upah akibat meningkatnya pendapatan yang dari usahatani kelapa sawit. Lebih jauh, peningkatan kemampuan petani dalam membayar
upah tenaga kerja didukung oleh tingkat produktivitas lahan yang relatif baik. Parameter dugaan harga karet HGKRT juga berpengaruh tidak nyata pada
taraf uji 20. Harga hasil komoditas karet sebagai pesaing di lokasi penelitian, tidak mempengaruhi minat petani dalam meningkatkan atau menurunkan luas
areal kelapa sawit. Dengan mengambil asumsi bahwa di Indonesia komoditas karet
merupakan pesaing utama, keragaman areal tanam kelapa sawit di Indonesia memperlihatkan kecendrungan yang sama dengan hasil penelitian ini Susila et
al.,1995. Dalam penelitian Susila et al. tersebut diperoleh pengetahuan bahwa keragaman areal tanaman kelapa sawit menghasilkan dapat dijelaskan oleh
variabel akumulasi harga CPO satu sampai 3 periode sebelumnya, nilai tukar US terhadap rupiah dan harga karet. Munculnya akumulasi harga CPO pada
estimasi tersebut menggambarkan adanya usaha untuk mengakumulasikan informasi sebelum melakukan investasi pada komoditas kelapa sawit. Senada
dengan hasil penelitian tersebut, Saharun 2001 melaporkan bahwa perilaku petani kakao perkebunan rakyat dalam menentukan areal tanamnya dipengaruhi
oleh peubah harga kakao, peubah dummy penyuluhan dan lag areal tanam satu tahun.
4.4.2. Fungsi Produktivitas Lahan Kelapa Sawit
Parameter dugaan persamaan produktivitas lahan kelapa sawit menunjukkan koefisien determinasi sebesar 0,9859 yang berarti bahwa
keragaman produktivitas kelapa sawit dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas sebesar 98,59. Sementara itu, nilai F-hitung diperoleh sebesar 159,55
nyata pada taraf uji 1 yang menunjukkan peubah-peubah penjelas bisa menjelaskan keragaman produktivitas kebun kelapa sawit plasma di lokasi
penelitian secara signifikan. Tanda dugaan parameter koefisien regresi peubah penjelas harga TBS HGTBS, harga pupuk Urea HGPU, harga pupuk SP-36
HGPS, harga pupuk KCl HGPK, harga pupuk majemuk HGPM dan lag
113
produktivitas LAGPS sesuai harapan. Tanda parameter HGTBS dan LAGPS positif, tanda parameter HGPU, HGPS, HGPK dan HGPM negatif Tabel 27,
Lampiran 15. Harga pupuk SP-36 dan KCl berpengaruh nyata terhadap produktivitas
kelapa sawit masing-masing dengan taraf nyata α 20 dan 15. Batang,
tandan buah, tangkai daun dan daun kelapa sawit, seperti halnya tanaman kelapa biasa termasuk tanaman berserat. Tanaman dalam kelompok ini
umumnya mempunyai sifat memerlukan unsur fosfat dan kalium lebih banyak dari nitrogen. Analisis kimia tandan buah kosong menunjukkan kadar fosfat dan
kalium melebihi unsur lainnya masing-masing sebesar 0,4 dan 0,91 Pahan, 2006. Kedua unsur tersebut sangat berperan dalam penyusunan sel daun agar
fotosintesa berjalan baik dan berujung pada meningkatnya produktivitas tanaman. Oleh karena itu, dalam menyusun rekomendasi pemupukan kebutuhan
unsur hara kelapa sawit, pupuk SP-36 dan KCl selalu melebihi kebutuhan pupuk UreaZA sebagai sumber nitrogen dengan kisaran 125 – 200 Pahan, 2006;
Risza, 2008. Memperhatikan peranan pupuk SP-36 dan KCl dalam peningkatan
produksi TBS mengindikasikan perlunya campur tangan pemerintah dalam mensubsidi harga pupuk agar terjangkau oleh petani. Namun demikian,
kebijakan pemerintah dalam subsidi harga pupuk saat ini berlawanan dengan kebutuhan jenis dan dosis pupuk untuk kelapa sawit yang hanya mensubsidi
harga pupuk Urea saja sedangkan pupuk SP-36 dan KCl tidak disubsidi. Hal ini disebabkan oleh implementasi kebijakan subsidi harga pupuk masih mengikuti
kebijakan yang diterapkan untuk tanaman pangan yang secara umum menunjukkan kebutuhan pupuk nitrogen melebihi kebutuhan pupuk lainnya.
Implementasi kebijakan subsidi harga pupuk tersebut menyebabkan ketimpangan harga pupuk Urea dengan harga pupuk SP-36 dan KCl. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa harga pupuk Urea sekitar Rp. 1500 – Rp. 2050kg, harga pupuk SP-36 Rp. 4000 – Rp. 5000kg dan harga pupuk KCl Rp.
10 000 – Rp. 11 000kg. Ketimpangan harga pupuk tersebut mempengaruhi perilaku petani
plasma dalam memupuk kalapa sawit. Petani umumnya memupuk dengan pupuk Urea sesuai anjuran, tetapi pupuk SP-36 dan KCl masih di bawah
anjuran. Ada peluang pemanfaatan sisa tanaman terutama tandan buah kosong sebagai sumber pupuk P dan K alternatif, tetapi sumbangan unsur fosfat dan
114
kaliumnya masih jauh di bawah kebutuhan tanaman. Secara ekonomi, kebijakan pemerintah dalam peningkatan subsidi harga pupuk berdampak terhadap
penurunan produktivitas kelapa sawit yang berujung pada menurunnya produksi TBS. Hal ini seperti dilaporkan oleh Sinuraya 2000 yang melakukan penelitian
terhadap tanaman karet dimana kebijakan pemerintah untuk meningkatkan harga pupuk berdampak terhadap penurunan produktivitas dan produksi karet
secara nyata di Provinsi Sumatera Utara. Tabel 27. Estimasi Produktivitas Kebun Kelapa Sawit Plasma Di Sei Pagar, 2007
Ordinary Least Squares Estimates
Variabel endogen = PS produktivitas kelapa sawit Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr F Model 7 4.963782 0.709112 159.55 .0001
Error 16 0.071110 0.004444 Corrected Total 23 5.034893
Root MSE 0.06667 R-Square 0.98588 Dependent Mean 3.21462 Adj R-Sq 0.97970
Coeff Var 2.07385
Parameter Estimates
Variable DF Parameter Standard t Value Pr | t| Label Variable Estimate Error
Intercept 1 5.983876 2.40279 2.49 0.0241 Intercept hgtbs 1 0.366164 1.12427 0.33 0.7489 harga riil TBS
hgpu 1 -0.08045 0.37261 -0.22 0.8318 harga riil pupuk urea hgps 1 -0.11648 0.08201 -1.42 0.1747 harga riil pupuk SP36
hgpk 1 -0.17139 0.10152 -1.69 0.1108 harga riil pupuk KCL hgpm 1 -0.36419 0.36843 -0.99 0.3376 harga riil pupuk majemuk
lagps 1 0.823456 0.10892 7.56 .0001 lag produktivitas kelapa sawit
Mengingat pentingnya peranan komoditas kelapa sawit bagi perekonomian Indonesia, sangat layak pemerintah mempertimbangkan
kebijakan subsidi harga pupuk untuk kelapa sawit terutama untuk pupuk KCl. Kebijakan harga untuk subsidi pupuk Urea kurang tepat diterapkan pada kelapa
sawit karena dua hal yaitu pertama faktor harga pupuk Urea yang murah sehingga petani masih bisa membeli pupuk urea tanpa harga subsidi. Kedua
berkaitan dengan jumlah unsur yang dibutuhkan dimana kelapa sawit memerlukan kalium lebih banyak dibandingkan dengan Urea.
Lag produktivitas kelapa sawit tahun lalu mempunyai nilai sebesar 0,82 berpengaruh nyata terhadap produktivitas kebun kelapa sawit plasma pada taraf
nyata 1. Hal ini dimungkinkan oleh perilaku petani dalam merespon insentif harga produksi kelapa sawit. Peningkatan harga produksi meningkatkan
115
pendapatan petani yang mengalokasikan pendapatannya untuk perawatan kebun agar produktivitasnya meningkat. Respon perlakuan pemupukan kelapa
sawit memerlukan waktu yang lama sekitar 2 tahun terhitung sejak pemupukan dilakukan Adiwiganda, 2002. Dengan demikian, produktivitas kebun 1 tahun
sebelumnya berkontribusi nyata terhadap pruduktivitas saat ini. Parameter dugaan harga TBS tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas pada taraf nyata 20. Hal ini dimungkinkan oleh lambatnya perubahan harga TBS yang terjadi sehingga memerlukan waktu relatif lama
untuk penyesuaian terhadap perubahan perilaku petani dalam mengelola kelapa sawit. Parameter dugaan harga pupuk Urea mempunyai nilai sebesar -0,08 tidak
berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa sawit pada taraf uji 20. Hal ini berkaitan dengan sifat tanaman kelapa sawit yang termasuk tanaman
tahunan tidak memerlukan nitrogen terlalu banyak untuk pertumbuhan dan produksi TBS. Parameter dugaan harga pupuk majemuk memperlihatkan
perilaku yang sama dengan harga pupuk Urea. Parameter harga pupuk majemuk mempunyai nilai sebesar -0,36, tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas kelapa sawit pada taraf uji 20. Hal ini disebabkan oleh sifat pupuk majemuk sebagai substitusi pupuk lainnya pupuk Urea, SP-36 dan KCl.
4.4.3. Respon Produksi Kelapa Sawit