21
serta perbankan sangat menentukan dalam pencapaian masyarakat pekebun yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan lingkungannya.
2.3. Dampak Lingkungan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, dampak positif dari pengembangan kelapa sawit juga diikuti oleh dampak negatif terhadap
lingkungan akibat dihasilkannya limbah cair, limbah padat dan gas dari kegiatan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Untuk itu, tindakan pencegahan dan
penanggulangan dampak negatif dari kegiatan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit harus dilakukan dan sekaligus meningkatkan dampak
positif. Tindakan tersebut tidak cukup dengan mengandalkan peraturan perundang-undangan saja tetapi perlu juga didukung oleh pengaturan diri sendiri
secara sukarela dan pendekatan instrumen-instrumen ekonomi. Mekanisme pengaturan seperti ini dikenal dengan mixed policy tools Alamsyah, 2000.
Dilihat dari perkembangan pengelolaan dampak perkebunan terhadap lingkungan, pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan ditempuh dengan
berdasarkan pendekatan kapasitas daya dukung carrying capacity. Dalam pendekatan ini tidak ada usaha dari pihak pekebun untuk mencegah pengaruh
dampak terutama dampak negatif dari limbah yang dihasilkannya melainkan hanya tergantung pada kemampuan lingkungan menetralisir pencemaran yang
terjadi. Ketidak seimbangan antara besarnya volume limbah yang dihasilkan kebun terutama limbah cair pabrik kelapa sawit PKS dengan kemampuan alam
menetralisir pencemaran limbah menyebabkan pencemaran lingkungan meningkat dengan tajam. Oleh karena itu, strategi pengelolaan lingkungan
berubah menuju ke pendekatan mengolah limbah yang terbentuk end - of – pipe treatment. Pendekatan ini berfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah
untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Masih banyaknya kelemahan dalam aplikasi dari pendekatan end – of –
pipe treatment menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan terus berlanjut karena beberapa kendala yaitu Alamsyah, 2000:
1. Reaksi penghasil limbah bersifat reaktif yaitu baru bertindak setelah pencemaran terjadi, bukan pencegahan.
2. Tidak efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena dalam pengolahan limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan kemudian
memindahkannya dari satu media ke media lainnya.
22
3. Biaya investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah biasanya mahal, yang mengakibatkan meningkatnya biaya proses produksi dan harga
produk. 4. Memberi peluang untuk pengembangan teknologi pengolahan limbah
sehingga tidak terfikirkan untuk untuk mengurangi volume limbah yang dihasilkan oleh sumber limbah.
5. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan persyaratan limbah yang boleh dibuang setelah dilakukan pengolahan pada umumnya cenderung
untuk dilanggar bila pengawasan dan penegakan hukum lingkungan tidak efektif dijalankan.
Di beberapa sentra pengembangan kelapa sawit seperti di Propinsi Riau dilaporkan telah terjadi dampak negatif akibat pengelolaan perkebunan sawit
yang kurang tepat berupa penurunan kualitas lingkungan terutama sumberdaya lahan, air dan udara. Selain itu, terjadi konflik sosial dengan masyarakat di
sekitar perkebunan berupa penguasaan lahan, hilangnya kearifan lokal dan budaya setempat Setyarso dan Wulandari, 2002. Sementara itu, Winter 2002
menyatakan bahwa pengelolaan perkebunan dan pengolahan pasca panen kelapa sawit menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan antara
lain: 1. Polusi udara pada saat pembakaran hasil tebangan tanaman pada
pembukaan hutan untuk penanaman baru. 2. Polusi udara pada pembakaran hasil pangkasan tanaman pada penyiangan
tanaman dewasa. 3. Perubahan land scape pada saat pembersihan lahan sebelum penanaman
dilakukan kapasitas pegang air tanah, iklim mikro. 4. Perubahan land scape pada saat pembuatan dan pengelolaan jalan kebun
daya pegang air tanah, perkolasi air. 5. Penurunan keragaman genetik sebagai akibat dari penggantian spesies
alami yang keragamannya tinggi dengan spesies vegetasi kelapa sawit yang monokultur keragaman genetik.
6. Polusi tanah dan air tanah dengan penggunaan pestisida dan pupuk. 7. Polusi udara selama ekstraksi dan purifikasi minyak di pabrik penggilingan
melalui polusi uap dan gas polusi asap pada saat pembakaran TBS kosong.
8. Polusi tanah akibat pembuangan TBS kosong langsung ke lahan.
23
9. Perlakuan limbah cair yang kurang baik berakibat pencemaran air sungai. Jenis dan intensitas dampak lingkungan fisik-kimia dan biologi tanah,
sosial dan ekonomi akibat perubahan vegetasi alami dari lahan yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit tergantung pada kondisi vegetasi alami lahan yang
dikonversi. Kasus pengembangan kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat dan Lampung dengan mengkonversi lahan yang kurang
produktif dengan vegetasi hutan semak belukar, kebun durian yang sudah tua, hutan bambu dan kebun jengkol memperlihatkan perubahan lingkungan flora-
fauna biologi tidak nyata. Demikian juga dengan perubahan kondisi udara seperti pencemaran udara dengan bau yang tidak sedap dan kualitas air yang
relatif stabil. Perubahan fisik yang cukup nyata adalah menurunnya produktivitas lahan akibat terjadinya erosi terutama pada lahan dengan kondisi topografi
berlereng. Perubahan lingkungan sosial yang menonjol adalah konflik kepemilikan lahan karena adanya perubahan luasan dan status kepemilikan
lahan. Dampak ekonomi yang terjadi adalah meningkatnya nilai atau harga lahan, terbukanya kesempatan kerja bagi petani yang berujung pada
peningkatan pendapatan petani dan keluarganya IPB, 2000. Dari aspek produksi, pihak pengelola, baik perusahaan perkebunan
besar PBN maupun PBS, sudah menyadari bahwa pemupukan merupakan kunci keberhasilan dalam peningkatan produktivitas sawit. Untuk itu, secara umum
mereka memupuk sebanyak 2 kalitahun dengan menggunakan pupuk tunggal terutama Urea, SP-36 dan KCl. Biaya untuk pengadaan pupuk ini menempati
proporsi terbesar yaitu sekitar 50-60 dari biaya total pemeliharaan sawit. Namun demikian, aplikasi pemupukan dengan cara menyebar di permukaan
tanah berakibat rendahnya efisiensi pemupukan dan tingginya kehilangan pupuk ke lingkungan melalui erosi, aliran permukaan dan penguapan.
Masuknya pupuk ke lingkungan secara tidak terkendali dapat mencemari badan air permukaan dan air bawah tanah, tanah dan udara. Berkaitan dengan
ini, Adiwiganda 2002 melaporkan bahwa pemupukan nitrogen berupa Urea, yang disebar rata pada permukaan tanah sangat beresiko terhadap kehilangan
nitrogen terutama pada musim hujan. Pada kondisi ini, kehilangan nitrogen bisa sampai 70 dalam waktu seminggu. Peneliti lainnya Uexkhull
dan Fairhust, 1991 menyatakan bahwa kehilangan pupuk fosfat dan kalium sangat menonjol
pada lahan yang tidak dikonservasi karena unsur ini terikat pada partikel liat
24
tanah dan bahan organik yang terbawa oleh erosi dan aliran permukaan. Kehilangan unsur ini bisa menurunkan hasil antara 25-30.
Pencemaran air akibat tingginya kehilangan pupuk melalui erosi dan aliran permukaan adalah resiko lain yang berpotensi timbul pada pemupukan
dengan sistem disebar di permukaan tanah. Polusi air didefinisikan sebagai terkontaminasinya air oleh bahan-bahan yang resisten dan menimbulkan
perubahan kualitas air ke arah yang membahayakan kehidupan mahluk hidup Supardi, 2003. Berdasarkan sifatnya, polutan digolongkan menjadi:
1. Polutan kualitatif: terdiri dari unsur-unsur yang secara alamiah sudah terdapat di alam tetapi jumlahnya meningkat sedemikian banyak sehingga
menimbulkan polusi. 2.
Polutan kuantitatif: terdiri dari unsur-unsur yang terjadi akibat berlangsungnya persenyawaan yang dibuat secara sintetis seperti pestisida,
pupuk anorganik, detergen dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan pengelolaan kebun kelapa sawit, penggunaan
pupuk anorganik seperti Urea sebagai sumber nitrogen, SP-36 sebagai sumber fosfor, dan KCl sebagai sumber kalium berpotensi untuk mencemari air. Lebih-
lebih pemupukan dengan cara disebar di permukaan tanah yang selama ini dilakukan oleh perusahaan perkebunan dan petani berakibat tingginya kontribusi
bahan pencemar dari pupuk-pupuk tersebut ke dalam air permukaan dan air tanah dangkal. Dilihat dari sumber pencemar, mekanisme pencemaran oleh
pupuk termasuk kategori non point source pollutants. Pupuk yang masuk ke dalam air akan menghasilkan polutan anorganik yang terlarut dalam air seperti
senyawa nitrat dan fosfat menyebabkan terjadinya booming pertumbuhan Algae dan tanaman akuatik lainnya yang menurunkan oksigen terlarut dan berujung
pada kematian biota air termasuk ikan Miller, 1992. Perubahan cara pemupukan dengan pembenaman ke dalam tanah diharapkan menurunkan
tingkat pencemaran air permukaan dan air tanah dangkal di lokasi penelitian yang selama ini dijadikan sumber air untuk aktivitas sehari-hari oleh penduduk.
Penurunan pencemaran dengan mekanisme seperti ini digolongkan kedalam metode pencegahan pencemaran.
Masih banyaknya kasus pencemaran lingkungan akibat pengembangan kelapa sawit menimbulkan pemikiran-pemikiran untuk mencari solusi
pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Konsep pemikiran itu kemudian memunculkan upaya proaktif yang disebut dengan Produksi Bersih. Produksi
25
Bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan
daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Dalam aplikasinya, Produksi Bersih mencakup upaya
pencegahan pencemaran melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup, dan teknologi bersih Alamsyah, 2000.
Produksi Bersih merupakan salah satu alternatif dalam mengharmonisasikan perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan
ekonomi karena: 1. Memberikan peluang keuntungan ekonomi sebab dalam Produksi Bersih
terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya source reduction dan in-process recycling yaitu mencegah terbentuknya limbah
secara dini yang mengurangi biaya investasi pengolahan limbah. 2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui
pengurangan limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan yang aman. 3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
melalui penerapan proses produksi dan penggunaan bahan baku dan energi yang lebih efisien.
4. Mendukung prinsip environmental equity dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
5. Memelihara ekosistem lingkungan. 6. memperkuat daya saing produk di pasar internasional.
Penerapan konsep Produksi Bersih di Indonesia relatif masih baru dimana dari aspek produksi kelapa sawit penggunaan sarana produksi
merupakan komponen yang perlu lebih ditingkatkan efisiensinya. Berkaitan dengan hal itu, pemupukan merupakan salah satu masalah yang menarik untuk
dikaji lebih dalam karena tingginya kebutuhan akan pupuk sehingga sering diisukan bahwa perkebunan kelapa sawit sebagai penyedot pupuk yang
berujung pada langkanya pupuk untuk tanaman pangan. Untuk mengurangi kebutuhan pupuk pada kelapa sawit, efisiensi pemupukan melalui konsep
pemupukan rasional sebagai alternatif yang cukup efektif. Menurut Adiwiganda 2002 pemupukan rasional merupakan konsep
pemupukan berbasis pada neraca hara yang berfokus pada keseimbangan unsur hara antara input-output pada sistem tanah-tanaman dengan
mempertimbangkan:
26
1. Jumlah unsur yang hilang terbawa penguapan, erosi, dan aliran permukaan,
2. Jumlah unsur yang diserap oleh tanaman, baik bagian vegetatif maupun
generatif TBS, dan 3.
Kemampuan tanah menyediakan hara. Pemupukan rasional berbasis neraca hara merupakan konsep yang
analog dengan konsep Perhitungan Air untuk Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu yang dirancang oleh International Water Management Institute IWMI,
2004. Pada dasarnya konsep ini melihat keseimbangan jumlah masukkan input unsur yang bersumber dari pupuk dan yang ada di dalam tanah dengan
jumlah unsur yang hilang dari tanah output melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan diserap oleh tanaman pada bagian generatif TBS dan
vegetatif seperti tertera pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsep Pemupukan Rasional dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Gambar tersebut mengisyaratkan perlunya keseimbangan jumlah unsur
yang ada di dalam tanah, yang berasal dari pemupukan dan yang ada di dalam tanah itu sendiri dengan jumlah pupuk yang hilang dari tanah. untuk memperoleh
pertumbuhan dan produksi sawit yang optimal dan lestari. Dalam kondisi di lapangan, kemungkinan yang terjadi adalah:
27
1. Jumlah input unsur hara lebih kecil dari jumlah output sehingga yang terjadi adalah pengurasan unsur dari dalam tanah, lahan terdegradasi sehingga
tanaman menjadi kurang produktif. 2. Jumlah input unsur hara sama dengan jumlah output, pertumbuhan tanaman
baik tetapi kualitas lahan tidak meningkat. Jumlah input unsur hara lebih besar dari output, kualitas lahan membaik dan
tanaman tumbuh dengan subur dan produktif. Konsep pemupukan rasional diharapkan bisa mencapai kondisi yang
terbaik yaitu jumlah input hara melebihi dari output hara sehingga tanaman produktif dan berkelanjutan. Selain jumlah input yang melebihi output, maka
yang tidak kalah pentingnya adalah membuat kondisi dimana penyerapan unsur hara oleh tanaman menjadi dominan dibandingkan dengan kehilangan hara
melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan pencucian. Peningkatan jumlah unsur yang bisa diserap oleh tanaman akan tercermin dari semakin membaiknya
pertumbuhan tanaman diikuti oleh meningkatnya produksi. Keadaan seperti ini disebut semakin meningkatnya efektivitas pemupukan yang diukur dengan
tingkat efisiensi pemupukan. Dalam upaya untuk meningkatkan penyerapan unsur hara yang
bersumber dari pupuk oleh tanaman, pemanfaatan pupuk majemuk padat menjadi semakin penting. Dua keunggulan sifat pupuk majemuk padat yakni
kandungan hara yang komplek makro dan mikro dan sistem pelepasan unsur yang lambat slow release berefek pada rendahnya kebutuhan akan pupuk dan
kehilangan hara melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan pencucian. Dalam hal kandungan hara, pupuk majemuk akan sangat mengurangi kebutuhan
jumlah pupuk karena pupuk majemuk sudah mampu menyediakan banyak unsur. Dalam hal pelepasan hara secara lambat, kondisi ini seirama dengan
kemampuan tanaman menyerap hara. Akar tanaman mempunyai kapasitas penyerapan hara terbatas, tetapi kontinyu dalam artian bahwa setiap hari
tanaman menyerap hara dalam jumlah yang hampir tetap. Dengan pelepasan yang lambat, jumlah unsur yang dilepas tidak banyak tetapi berlangsung dalam
waktu yang lama sehingga tanaman akan berkecukupan unsur hara dalam waktu yang lama dari waktu pemupukan. Berbeda dengan pupuk yang cepat
larut, melepaskan unsur hara dalam jumlah banyak dan melewati kapasitas serapan tanaman, tetapi habis dalam waktu singkat. Akibatnya banyak unsur
hara yang hilang melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan pencucian.
28
Berkaitan dengan sifat ini, Adiwiganda 2002 menyatakan beberapa keunggulan pupuk majemuk yaitu:
1. Mensuplai berbagai unsur hara dalam satu kali pemberian untuk mencukupi kebutuhan tanaman,
2. Kehilangan unsur hara melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan pencucian sangat rendah,
3. Efisien dalam penggunaan tenaga kerja serta waktu yang diperlukan mulai dari handling di gudang, transportasi sampai aplikasinya di lapangan, dan
4. Mudah untuk pekerja lapangan. Pemberian pupuk dengan cara pembenaman kedalam tanah juga sangat
mengurangi kehilangan unsur hara melalui penguapan, erosi, aliran permukaan, dan pencucian. Hal ini disebabkan oleh terlindungnya pupuk dari evaporasi yang
terjadi di permukaan tanah, pengikisan lapisan atas tanah yang diikuti oleh erosi dan aliran permukaan. Dalam kasus ini, kehilangan hara terjadi melalui
pencucian walaupun persentasenya relatif kecil. Dengan pembenaman, tidak terjadi pencucian terhadap pupuk nitrogen, pencucian pupuk fosfat berkisar
antara 5-8, dan pupuk kalium sekitar 20 Folster dan Khanna, 1997. Penelitian awal yang dilakukan oleh Wigena dan Santoso 2003
menunjukkan bahwa pemanfaatan pupuk majemuk padat dalam bentuk tongkat stick yang dibenamkan ke dalam tanah ternyata mampu mengurangi jumlah
pupuk yang dibutuhkan tetapi produktivitas sawit sama dengan pemupukan anjuran perusahaan. Dalam kasus ini, penelitian dilakukan pada sawit berumur
muda-menjelang usia produktif dimana dosis anjuran perusahaan berupa pupuk tunggal NPK masing-masing sebanyak 1000 gram Urea, 2000 gram KCl, dan
750 gram SP-36pohonsemester. Pupuk stick yang menyamai produktivitas tersebut berkisar antara 600 dan 800 grampohonsemester. Hasil penelitian
awal ini menarik untuk dikaji lebih jauh dan mendalam untuk mengetahui dinamika hara pada sistem tanah-tanaman kebun sawit dan pengaruhnya
terhadap kualitas air di lingkungan kebun sawit yang selama ini dijadikan sebagai sumber air untuk aktivitas sehari-hari.
Pabrik Kelapa Sawit PKS yang mengolah tandan buah segar TBS menjadi crude palm oil CPO dan produk lainnya menghasilkan limbah cair dan
limbah padat yang berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu, PKS juga menimbulkan suara bising yang mengganggu kesehatan karyawan, mencemari
udara melalui gas buangan yang mengandung partikel, CO
2
, CO dan sulfur.
29
Pengelolaan limbah padat sudah berjalan relatif lancar dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman kelapa sawit di lapangan
setelah diberi perlakuan pengeringan dan penghalusan. Gangguan kesehatan karyawan juga relatif bisa diatasi dengan menempatkan lokasi PKS berjauhan
dari perumahan penduduk atau karyawan Risza, 2008. Pengelolaan limbah cair PKS mulai memberikan manfaat yang berarti
sejak ada pemikiran bahwa kandungan unsur hara yang terkandung dalam limbah berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik
dibandingkan dengan metode pengolahan penyaringan dan pengendapan. Pemanfaatan limbah cair PKS sebagai sumber pupuk organik dengan cara
mengalirkan limbah ke areal tanaman disebut sebagai sistem aplikasi lahan Land Application. Sistem ini berfungsi ganda yaitu mengurangi aliran limbah
cair ke badan sungai dan mengurangi kebutuhan pupuk bagi tanaman kelapa sawit Ginting, 2007. Secara rinci, kelebihan dan kekurangan sistem aplikasi
lahan adalah: Kelebihannya:
1. Mencegah pencemaran badan air permukaan terutama sungai. 2. Memberikan unsur hara kepada tanaman.
3. Dapat memperbaiki struktur tanah soil conditioner. 4. Dapat dimanfaatkan untuk lahan yang cukup luas.
Kekurangannya: 1. Kemungkinan adanya kontaminasi bahan kimia dari air limbah pada tanah
dan air tanah terutama pada kondisi limbah cair yang diberi perlakuan pendahuluan kurang sempurna.
2. Efektivitas pengaruh limbah cair dipengaruhi oleh musim dimana pada musim hujan biasanya kurang efektif karena tercampur dengan air hujan dan
mengalir bersama aliran permukaan.
2.4. Evaluasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Existing