110
Namun demikian, produktivitas tanah ini cukup baik untuk digunakan sebagai perkebunan kelapa sawit. Pahan 2005 menyatakan bahwa tanah mineral
masam seperti di lokasi penelitian dengan tingkat kesesuaian sesuai S2 mempunyai kisaran produktivitas luas yaitu 19-24 ton TBShatahun. Hasil
wawancara dengan petani menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas kelapa sawit di lokasi penelitian pada tingkat kesesuaian lahan S2-f,n sebesar 22,0 ton
TBShatahun.
4.4. Model Fungsi Produksi Kelapa Sawit
Model fungsi produksi kelapa sawit dalam bentuk tandan buah segar TBS di lokasi penelitian diestimasi dengan Model Penyesuaian Parsial yang
dikembangkan oleh Nerlove Nerloveās Partial Adjustment Model mengingat respon petani terhadap rangsangan kenaikan harga memerlukan waktu antara
waktu adanya kenaikan harga dengan perubahan perilaku petani dalam mengelola kebun sawitnya antara lain menambah luas tanam. Beda waktu
respon antara waktu kenaikan harga dengan perubahan perilaku ini disebut beda kala time lag. Untuk kondisi seperti ini, fungsi produksi Nerlove sudah
banyak digunakan dalam mengestimasi perubahan perilaku petani. Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan tidak langsung indirect method
melalui langkah estimasi fungsipersamaan luas areal tanam kelapa sawit dan fungsipersamaan produktivitas lahan kelapa sawit. Setelah estimasi-estimasi ini
dilakukan, maka produksi dapat diestimasi sebagai hasil kali hasil estimasi luas areal tanam dengan hasil kali produktivitas lahan kelapa sawit plasma. Hal ini
dinyatakan dalam bentuk respon produksi.
4.4.1. Fungsi Luas Areal Tanam Kelapa Sawit
Hasil pendugaan parameter persamaan luas areal tanam menunjukkan koefisien determinasi R
2
sebesar 0,9997 yang menunjukkan bahwa keragaman luas areal dapat dijelaskan oleh keragaman peubah-peubah penjelas sebesar
99,97. Nilai F-hitung sebesar 8452.18, nyata pada taraf 1 mengindikasikan bahwa peubah-peubah penjelas dalam model yang dikembangkan bisa
menjelaskan luas areal tanam secara baik Tabel 26, Lampiran 15. Tanda parameter dugaan harga TBS HGBS dan peubah beda kala
LAGHGTBS sesuai harapan yaitu bertanda positif, dengan besaran koefisien regresi masing-masing 0,06 dan 0,23 serta berpengaruh nyata pada taraf nyata
5 dan 15. Parameter dugaan lain yang sesuai harapan dan berpengaruh
111
positif adalah kebijakan pemerintah DUMMY dan teknologi pengelolaan kebun kelapa sawit TREND.
Tabel 26. Estimasi Luas Areal Tanam Kebun Kelapa Sawit Plasma Di Sei Pagar, 2007
Ordinary Least Squares Estimates
Variabel endogen = LPS luas areal tanam kelapa sawit Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr F Model 7 0.115189 0.016456 8452.18 .0001
Error 16 0.000031 1.947E-6 Corrected Total 23 0.115220
Root MSE 0.00140 R-Square 0.99973 Dependent Mean 8.82163 Adj R-Sq 0.99961
Coeff Var 0.01582
Parameter Estimates
Parameter Standard t Value Pr |t| Variable Label Variable DF Estimate Error
Intercept 1 6.615153 1.266779 5.22 .0001 Intercept hgtbs 1 0.062739 0.024520 2.56 0.0210 harga riil TBS
hgkrt 1 -0.00173 0.001631 -1.06 0.3058 harga riil karet uptk 1 -0.00495 0.005951 -0.83 0.4174 upah tenaga kerja riil
dummy 1 0.007010 0.001734 4.04 0.0009 kebijakan pemerintah trend 1 0.007964 0.001686 4.72 0.0002 teknologi
laglps 1 0.229191 0.148867 1.54 0.1432 lag luas tanam sawit
Parameter kebijakan pemerintah mempunyai koefisien regresi sebesar 0,007 dan nyata pada taraf uji 1. Kebijakan pemerintah, terutama pemerintah
daerah umumnya menyangkut aspek kelembagaan, pembinaan teknis dan penentuan harga TBS mempengaruhi sikap petani dalam mengambil keputusan
meningkatkan luas tanam. Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah berkaitan dengan kemudahan akses modal kerja, pengadaan sarana produksi input,
terutama pupuk dan pestisida, inovasi teknologi dan pemasaran TBS. Jika kebijakan pemerintah mendukung dalam pengelolaan kebun maka petani akan
meningkatkan luas lahan dan sebaliknya. Teknologi pengelolaan baik pada aspek produksi TBS maupun pengolahan TBS mempunyai koefisien regresi
positif sebesar 0,008 dan berpengaruh nyata pada taraf uji 1. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa petani meningkatkan luas areal sebagai akibat
kemajuan teknologi. Suatu contoh di lapangan adalah dengan ditemukannya pemanfaatan sisa panen dan hasil sampingan pabrik kelapa sawit sebagai
pupuk organik menunjukkan respon petani yang nyata dalam meningkatkan luas tanam karena faktor kelangkaan pupuk bisa diatasi.
112
Parameter dugaan upah tenaga kerja UPTK tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 20. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan kemampuan petani
dalam membayar upah tenaga kerja yang semakin baik dalam artian kenaikan upah tenaga kerja di lapangan seimbang dengan kenaikan kemampuan petani
dalam membayar upah akibat meningkatnya pendapatan yang dari usahatani kelapa sawit. Lebih jauh, peningkatan kemampuan petani dalam membayar
upah tenaga kerja didukung oleh tingkat produktivitas lahan yang relatif baik. Parameter dugaan harga karet HGKRT juga berpengaruh tidak nyata pada
taraf uji 20. Harga hasil komoditas karet sebagai pesaing di lokasi penelitian, tidak mempengaruhi minat petani dalam meningkatkan atau menurunkan luas
areal kelapa sawit. Dengan mengambil asumsi bahwa di Indonesia komoditas karet
merupakan pesaing utama, keragaman areal tanam kelapa sawit di Indonesia memperlihatkan kecendrungan yang sama dengan hasil penelitian ini Susila et
al.,1995. Dalam penelitian Susila et al. tersebut diperoleh pengetahuan bahwa keragaman areal tanaman kelapa sawit menghasilkan dapat dijelaskan oleh
variabel akumulasi harga CPO satu sampai 3 periode sebelumnya, nilai tukar US terhadap rupiah dan harga karet. Munculnya akumulasi harga CPO pada
estimasi tersebut menggambarkan adanya usaha untuk mengakumulasikan informasi sebelum melakukan investasi pada komoditas kelapa sawit. Senada
dengan hasil penelitian tersebut, Saharun 2001 melaporkan bahwa perilaku petani kakao perkebunan rakyat dalam menentukan areal tanamnya dipengaruhi
oleh peubah harga kakao, peubah dummy penyuluhan dan lag areal tanam satu tahun.
4.4.2. Fungsi Produktivitas Lahan Kelapa Sawit