Analisis Sensitivitas Hasil Optimalisasi

61 Harga jual ayam ras pedaging dapat naik atau turun kapan saja. Kenaikan dan penurunan tersebut dipengaruhi permintaan dan penawaran ayam ras pedaging. Skenario I dibuat dengan melakukan perubahan pada harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen. Hal tersebut didasarkan nilai tingkat inflasi rata-rata pada tahun 2007. Hasil solusi optimal skenario I dapat dilihat pada Lampiran 3. Skenario I menyebabkan tingkat produksi optimal berbeda dengan tingkat produksi optimal versi awal. Solusi optimal skenario I tidak jauh berbeda dengan solusi optimal versi awal. Hal tersebut terlihat dari nilai reduced cost lokasi kandang Tajurhalang lebih besar dari nol. Artinya lokasi kandang tidak termasuk dalam solusi optimal Tabel 19. Tabel 19. Nilai Reduced Cost Hasil Optimalisasi Skenario I Hasjrul Harahap Farm di Masing-masing Lokasi Kandang Selama Tujuh Periode Lokasi Kandang Value Reduced Cost Bilabong I 137874,922 0,000 Bilabong II 181604,719 0,000 Tajurhalang 0,000 1,026 Jampang 72500,938 0,000 Keuntungan optimal yang dapat dicapai HHF jika harga turun lima persen sebesar Rp 307.009.400. Nilai fungsi tujuan ini lebih kecil 50,51 persen bila dibandingkan dengan nilai fungsi tujuan versi awal. Sedangkan selisih solusi optimal skenario I lebih kecil Rp 214.900.046 bila dibandingkan dengan keuntungan aktual yang diterima HHF. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen, akan menyebabkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen. 62

6.12.2. Skenario II

Skenario II dilakukan dengan meningkatkan harga pakan sebesar lima persen. Hal ini dilakukan karena ketersediaan pakan pada kondisi optimal versi awal berlebih. Nilai slack dari ketersediaan pakan pada kondisi optimal versi awal sebesar 33.992 kilogram. Tidak jauh berbeda dengan skenario I, hasil skenario II juga menyebabkan tingkat produksi optimal berbeda dengan tingkat produksi optimal versi awal. Hal tersebut terlihat dari nilai reduced cost lokasi kandang Tajurhalang lebih besar dari nol. Artinya lokasi kandang tidak termasuk dalam solusi optimal Tabel 20. Tabel 20. Nilai Reduced Cost Hasil Optimalisasi Skenario II Hasjrul Harahap Farm di Masing-masing Lokasi Kandang Selama Tujuh Periode Lokasi Kandang Value Reduced Cost Bilabong I 170576,596 0,000 Bilabong II 143440,828 0,000 Tajurhalang 0,000 0,706 Jampang 74172,367 0,000 Keuntungan optimal yang dapat dicapai HHF jika ketersediaan pakan dikurangi lima persen sebesar Rp 537.052.600. Nilai fungsi tujuan ini lebih besar 42,83 persen bila dibandingkan dengan nilai fungsi tujuan versi awal. Sedangkan selisih solusi optimal skenario II dengan keuntungan aktual yang diterima HHF sebesar Rp 15.143.154. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan pakan sebesar lima persen, akan menyebabkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode meningkat sebesar 2,82 persen. 63 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan dan uraian yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan bahwa alokasi penggunaan input-input produksi di perusahaan peternakan ayam ras pedaging HHF belum optimal. Hal ini dapat dilihat nilai keuntungan aktual yang diperoleh HHF lebih kecil dari keuntungan pada kondisi optimal. Dengan demikian keuntungan yang diterima HHF masih dapat ditingkatkan sebesar Rp 98.419.154 atau sebesar 15, 87 persen. Selain itu berdasarkan hasil perhitungan LINDO dapat disimpulkan bahwa lokasi kandang Tajurhalang tidak masuk dalam solusi optimal. Biaya per ekor tertinggi terdapat di lokasi Tajurhalang sebesar Rp 15.696, artinya penggunaan input-input produksi di lokasi kandang Tajurhalang tidak efisien. Sedangkan biaya terendah terdapat di lokasi Jampang yaitu Rp 14.342. Hal tersebut menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan input-input produksi di lokasi kandang Jampang lebih baik dibandingkan dengan lokasi kandang lainnya. Keuntungan per ekor terbesar terdapat di lokasi kandang Bilabong II yaitu Rp 2.071. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan input-input produksi di lokasi kandang Bilabong II lebih efisien dibandingkan dengan lokasi kandang lainnya, sehingga keuntungan per ekor yang diperoleh tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan program LINDO penggunaan input-input produksi seperti pakan dan DOC masih berlebih. DOC berlebih terjadi karena kualitas DOC yang kurang baik. Umumnya satu box terdiri dari 100 sampai 105 64 ekor DOC dengan berat rata-rata 67 gram per ekor. Sedangkan di HHF berat badan DOC yang diterima cenderung berfluktuasi antara 40 sampai dengan 67 gram per ekor. Akibatnya biaya pakan yang dikeluarkan meningkat. Sehingga keuntungan yang diperoleh tidak maksimal. Input-input produksi yang menjadi kendala aktif yaitu OVD, gas LPG dan penggunaan lahan dan kandang. Input- input tersebut mempunyai nilai dual tidak sama dengan nol. Input-input yang mempunyai nilai dual lebih kecil dari nol merupakan input yang dapat mengurangi keuntungan apabila ketersediaanya ditambah satu satuan. Sebaliknya input-input yang mepunyai nilai dual lebih besar dari nol, akan memberikan dampak positif jika ketersediaannya ditambah. Input produksi yang bernilai negatif yaitu input OVD dan gas LPG. Keuntungan optimal yang diperoleh HHF menurun sebesar Rp 307.009.400 atau 50,51 persen lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai fungsi tujuan versi awal, jika harga jual ayam ras pedaging turun lima persen Skenario I. Sedangkan selisih optimal skenario I lebih kecil Rp 214.900.046 jika dibandingkan dengan keuntungan aktual yang diterima HHF. Sedangkan keuntungan optimal yang dapat dicapai HHF jika ketersediaan pakan diturunkan lima persen sebesar Rp 537.052.600. Nilai fungsi tujuan ini lebih besar 42,83 persen bila dibandingkan dengan nilai fungsi tujuan versi awal. Sedangkan selisih solusi optimal skenario II dengan keuntungan aktual yang diterima HHF sebesar Rp 15.143.154. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen, akan menyebabkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen. Sedangkan penurunan