B. Agroindustri Perikanan Laut
Menurut Austin 1992 dan Brown 1994, agroindustri adalah industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian yang berupa tanaman atau hewan,
yang meliputi transformasi dan pengawetan yang melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Soekartawi 2000
menyatakan bahwa agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian minimal 20 dari total bahan baku, dengan penekanan pada
manajemen pengolahan pangan. Hasil pertanian mencakup hasil pertanian pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan Gumbira-Sai’id dan
Intan, 2001; Hubeis, 2003 Austin 1992 mengkategorikan agroindustri dalam 4 empat level, yang
digolongkan atas aktivitas proses yang dikerjakan, yaitu agroindustri level 1 pembersihan, pengkelasan dan penyimpanan, agroindustri level 2 pemisahan,
penggilingan, pemotongan dan pencampuran, agroindustri level 3 perebusan, pengalengan, pembekuan, ekstraksi dan pasteurisasi, dan agroindustri level 4
pengubahan kandungan kimia dan teksturisasi. Kategori agroindustri tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kategori agroindustri berdasarkan tingkat transformasi bahan baku
Level Agroindustri Aktivitas Proses
Contoh Produk
Level 1 Pembersihan
Pengkelasan Penyimpanan
Buah-buahan segar Sayuran segar
Telur segar Level 2
Pemisahan Penggilingan
Pemotongan Pencampuran
Daging Tepung
Level 3 Perebusan
Pasteurisasi Pengalengan
Pembekuan Ekstraksi
Dehidrasi Buah kaleng
Sayuran kaleng Gula
Daging rebus
Level 4 Pengubahan kimia
Teksturisasi Makanan instan
Sayuran yang diteksturisasi Sumber : Austin, 1992.
Agroindustri merupakan salah satu subsistem dalam sistem agribisnis. Suatu sistem agribisnis yang lengkap terdiri atas 1 subsistem agribisnis hulu
up-stream agribusiness, yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi usaha tani seperti pembibitan, agrokimia, agro-
otomotif dan agri-mekanik; 2 subsistem usaha tani on-farm agribusiness, yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi usaha tani yang
menghasilkan produk pertanian primer; 3 subsistem agribisnis hilir down- stream agribusiness
, yakni kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan intermediatefinished product beserta
perdagangan dan konsumennya; dan 4 subsistem jasa penunjang agro- institution and agro-service
, yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis seperti perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan dan penyuluhan
konsultasi, transportasi, dan lain-lain Saragih, 2001. Subsistem agribisnis hilir lazim dikenal sebagai agroindustri Gumbira-Sa’id dan Intan, 2001.
Lebih lanjut Saragih 2001 mengungkapkan bahwa agroindustri dapat menjadi suatu sektor yang memimpin leading sector yang didasarkan pada
pemikiran sebagai berikut : pertama, agroindustri memiliki keterkaitan yang
besar, baik ke hulu maupun ke hilir. Agroindustri pengolah, yang menggunakan bahan baku hasil pertanian, memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan
budidaya pertanian maupun dengan konsumen akhir atau kegiatan industri lain. Keterkaitan yang erat ini merupakan hal logis dan sebagai konsekuensinya akan
menciptakan pengaruh ganda yang besar terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.
Kedua , produk-produk agroindustri, terutama agroindustri pengolah, umumnya
memiliki nilai elastisitas permintaan akan pendapatan yang relatif tinggi elastis jika dibandingkan dengan produk pertanian dalam bentuk segar atau bahan
mentah. Maka dapat dikatakan bahwa dengan semakin besarnya pendapatan masyarakat, akan semakin terbuka pula pasar bagi produk agroindustri. Hal ini
akan memberikan prospek baik bagi kegiatan agroindustri, dan dengan demikian akan memberikan pengaruh pula kepada seluruh kegiatan yang mengikutinya.
Ketiga
, kegiatan agroindustri umumnya memiliki basis pada sumber daya alam. Oleh karena itu, dengan dukungan potensi sumber daya alam Indonesia, akan
semakin besar kemungkinan untuk memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif di pasar dunia, disamping dapat memiliki pasar domestik yang cukup
terjamin. Keempat, kegiatan agroindustri umumnya menggunakan masukan yang
dapat diperbaharui, sehingga keberlangsungan kegiatan ini dapat lebih terjamin.
Kelima
, agroindustri merupakan sektor yang telah dan akan terus memberikan sumbangan besar. Data empiris menunjukan, terjadi kecenderungan peningkatan
pangsa ekspor produk pertanian olahan, dan di lain pihak harga produk pertanian
primer cenderung mengalami gejolak pasar yang lebih tidak pasti. Keenam,
agroindustri yang memiliki basis di pedesaan akan mengurangi kecenderungan perpindahan tenaga kerja yang berlebihan dari desa ke kota.
Perkembangan agroindustri ke depan perlu diarahkan pada pendalaman struktur agroindustri lebih ke hilir, dengan tujuan menciptakan nilai tambah
added value sebesar mungkin di dalam negeri, mendiversifikasi produk yang mengakomodir preferensi konsumen, dalam memanfaatkan segmen-segmen pasar
yang berkembang, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional Saragih, 2001; Nasution, 2002, mampu menyediakan lapangan kerja yang khususnya
mampu menarik tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri agroindustri sebagai proses antara dan memperbaiki pembagian pendapatan dan menarik
investor untuk mendukung pembangunan sektor pertanian Nasution, 2002. Menurut Poernomo, et al. 2001, tingkat pengusahaan sumber daya
perikanan di Indonesia yang rataan telah mencapai 62, ternyata belum diimbangi oleh kegiatan peningkatan nilai tambah secara sistematik melalui
industri pengolahan hasil perikanan. Data nasional Tabel 5 menunjukkan bahwa kurang lebih hanya 40 dari total produksi perikanan laut diolah terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi, dengan perincian 30,86 diolah secara tradisional dan hanya 12,03 yang diolah dalam bentuk modern seperti pembekuan, pengalengan
dan pembuatan tepung ikan. Dari data tersebut terlihat bahwa industri pengolahan ikan didominasi tiga macam pengolahan, yaitu pengeringanpenggaraman
22,35, pemindangan 4,05 dan pembekuan 9,27. Salah satu kendala yang dihadapi industri perikanan, baik industri yang
berteknologi maju maupun industri pengolahan tradisional adalah kesulitan memperoleh bahan baku, karena kedua jenis industri tersebut hanya
mengandalkan bahan baku hasil tangkapan perikanan rakyat Poernomo, et al.
2001. Ketersediaan bahan mentah merupakan persyaratan mutlak yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan suatu kegiatan industri pengolahan,
termasuk industri perikanan. Bahan mentah tersebut harus memenuhi syarat, baik secara kuantitas maupun mutu. Bahkan bagi industri yang mengolah limbah
perikanan, mutu bahan baku yang tinggi merupakan prasyarat yang tidak dapat ditawar lagi Widiasto, 2000; Poernomo, et al. 2001. Banyak perusahaan yang
tidak dapat beroperasi pada kapasitas produksi dan bahkan banyak diantaranya berhenti beroperasi, akibat tidak tesedianya bahan mentah yang memadai Irianto,
et al. 2001. Salah satu penyebabnya, adalah corak perikanan rakyat
mendominasi 87 armada perikanan Indonesia menghasilkan tangkapan bermutu rendah. Hal lainnya adalah banyaknya jenis yang dihasilkan dan dalam
volume yang tidak terlalu besar, dianggap sebagai kendala tersendiri dalam menentukan prioritas jenis agroindustri.
Tabel 5. Perlakuan produksi perikanan laut menurut cara perlakuan pada tahun 2002 dalam ton
Jawa Tengah
a
Total Indonesia
b
Cara Perlakuan Jumlah
Jumlah
Total 281.267 100,00 4.073.506 100,00
Dipasarkan segar 90.170 32,06 2.323.886 57,05
Pengeringanpenggaraman 126.641 45,02 910.581 22,35
Pemindangan 41.884 14,89
164.815 4,05
Terasi 142
0,05 29.884
0,73 Peda
44 0,02
6.849 0,17
Peragian Kecap ikan
0,00 9
0,00 Pengasapan
10.108 3,59
69.262 1,70
Pengawetan
Lain-lain 7.577
2,69 75.946
1,86 Pembekuan
3.467 1,23
377.526 9,27
Pengalengan 1.027
0,36 66.333
1,63 Pembuatan tepung ikan
206 0,07
48.415 1,19
a
Diskanlut Prov. Jateng, 2003.
b
Ditjen Perikanan Tangkap, 2004.
Permasalahan yang dihadapi oleh industri perikanan tidak hanya pasokan bahan baku, melainkan juga ketersediaan dan keterbatasan akses kepada
teknologi, sumber modal dan pemasaran, sumber daya manusia dan kultur, serta masalah-masalah kelembagaan, termasuk di dalamnya peraturan dan perundangan
Poernomo, et al., 2001; Nasution, 2002. Heruwati, et al. 2001 menyatakan bahwa salah satu kelemahan agribisnis perikanan adalah jauhnya jarak antara
lokasi pengolahan ikan dengan lokasi produksi bahan baku. Kelemahan ini berdampak pada mengalirnya nilai tambah ekonomi perkotaan, yang biasanya
merupakan lokasi pengolahan ikan, sementara produsen bahan baku selain tidak menikmati nilai tambah,juga menanggung resiko penurunan mutu kesegaran ikan.
C. Penanganan Pascapanen Perikanan Laut