Analisis Klaster TINJAUAN PUSTAKA

subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan luaran ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku. Fungsi utamanya adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antar subsistem Eriyatno, 1999. Menurut Keen and Morton 1978, kelayakan penerapan DSS dalam suatu manajemen harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu adanya basis data, adanya keterbatasan waktu, adanya manipulasi dan komputasi, serta pentingnya pengembangan alternatif dan memilih solusi berdasarkan akal sehat. ES memiliki komponen inferensia yang berbeda dengan DSS, karena adanya perbedaan luaran yang dihasilkan. DSS menghasilkan keputusan yang masih perlu mendapatkan pertimbangan keahlian dari pengguna, sedangkan ES bertujuan untuk membuat keputusan tanpa adanya pertimbangan keahlian dari pengguna Wetherbe, 1988. Kemampuan lebih dari ES disebabkan adanya komponen knowledge base yang dimasukkan ke dalam sistem berupa fakta dan aturan-aturan yang diperoleh dari ahli, dan program inference engine yang berfungsi untuk memformulasikan kesimpulan.

G. Analisis Klaster

Analisis klaster atau Cluster Analysis adalah sebuah teknik pengelompokan, klasifikasi, pengkategorian obyek-obyek yang diukur melalui tingkat kedekatan kemiripan karakteristik atribut-atributnya atau berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan. Analisis klaster menghasilkan kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari obyek-obyek itu sendiri dan secara terstruktur membentuk sebuah kelompok besar. Kaufman and Rousseeuw 1990 menyatakan, analisis klaster merupakan bagian nilai artistik dari sebuah metodologi pencarian grup dalam serangkaian analisis data. Sementara itu Anderberg 1973 menyatakan, tujuan operasional dari analisis klaster adalah menelusuri struktur kategori obyek dalam sebuah observasi atau mengurutkan obyek-obyek penelitian menjadi grup- grup dengan karakteristik yang sama. Analisis klaster sangat penting artinya dalam hampir semua jenis kegiatan manusia dan penggunaannya sudah diterapkan sejak awal berkembangnya sains. Seperti yang dikemukakan Kaufman and Rousseeuw 1990, pada abad ke 8 Linnaeus dan Sauvages menghasilkan teori yang sangat penting artinya bagi ilmu pengetahuan - klasifikasi makhluk hidup berdasarkan kemiripan karakteristiknya – merupakan implementasi dari metodologi klaster. Dewasa ini analisis klaster banyak digunakan untuk mengidentifikasi segmen pasar, pengelompokkan kawasan, klasifikasi penyakit, pengelompokkan elemen dan senyawa, dan sebagainya. Sebagian besar penelaahan analisis statistik termasuk di dalamnya analisis klaster didasarkan kepada asumsi bahwa peubah-peubah yang terlibat harus memiliki satuan unit yang sama dan biasanya bersifat kontinyu real. Tetapi pada kenyataannya sifat-sifat masing-masing peubah tersebut sering kali tidak dapat memenuhi persyaratan ini, karena itu diperlukan prosedur matematik tambahan sebagai langkah penyetaraan atau standardisasi seperti konversi skala indexing, transformasi-z, dan sejenisnya Anderberg, 1973. V 1 V 2 V 3 … V n V 1 V 2 V 3 … V n O 1 x 11 x 12 x 13 … x 1n O 1 z 11 z 12 z 13 … z 1n O 2 x 21 x 22 x 23 … x 2n O 2 z 21 z 22 z 23 … z 2n O 3 x 31 x 32 x 33 … x 3n O 3 z 31 z 32 z 33 … z 3n … … … … … … … … … … … … O m x m1 x m2 x m3 … x mn O m z m1 z m2 z m3 … z mn k k ik ik x x z θ − = Gambar 2. Ilustrasi transformasi-z Kaufman and Rousseeuw, 1990 Tahap pertama yang harus dilakukan dalam penyelesaian analisis klaster adalah prosedur agregasi kriteria. Langkah ini ditujukan untuk mencari bentuk hubungan posisi relatif antar obyek yang dikatakan Anderberg 1973 sebagai jarak euclideus euclidean distance. Andaikan diketahui sebuah matriks pendapat X ik yang mendeskripsikan penilaian pakar terhadap obyek ke-i pada kriteria ke-k, ditransformasi kedalam bentuk jarak euclideus d ij dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut : 2 1 1 2       − = ∑ = m k jk ik ij x x d Transformasi matriks pendapat menjadi bentuk jarak euclideus dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut : V 1 V 2 V 3 … V n O 1 O 2 O 3 … O m O 1 x 11 x 12 x 13 … x 1n O 1 d 11 d 12 d 13 … d 1m O 2 x 21 x 22 x 23 … x 2n O 2 d 21 d 22 d 23 … d 2m O 3 x 31 x 32 x 33 … x 3n O 3 d 31 d 32 d 33 … d 3m … … … … … … … … … … … … O m x m1 x m2 x m3 … x mn O m d m1 d m2 d m3 … d mm Euclidean Transform Gambar 3. Pembentukan jarak euclideus Kaufman and Rousseeuw, 1990 Menurut Kaufman and Rousseeuw 1990, terkadang pada kasus-kasus tertentu setiap kriteria harus melibatkan bobot yang menerangkan tingkat kepentingan kriteria yang bersangkutan. Nilai-nilai bobot ini tentu saja akan mempengaruhi hasil perhitungan, tetapi sebetulnya akan menghasilkan nilai akhir yang ekuivalen karena penambahan elemen bobot pada masing-masing kriteria hanya memberikan efek penskalaan. Walaupun demikian, faktor bobot kriteria tetap harus dilibatkan apabila nilai hasil perhitungan dianggap cukup penting dalam analisis. Aturan Minkowski yang melibatkan bobot kriteria diformulasikan sebagai berikut : 2 1 1 2       − = ∑ = m k jk ik k ij x x w d Langkah berikutnya adalah proses aglomerasi matriks euclideus, yaitu proses penggabungan obyek berdasarkan tingkat kedekatan kemiripan nilai-nilai matriks yang bersangkutan. Proses aglomerasi pada prinsipnya merupakan proses penghapusan secara iteratif terhadap baris dan kolom pada matriks euclideus, baris dan kolom yang dihapus merupakan baris dan kolom yang dikatakan satu grup. Secara rinci, langkah-langkah proses aglomerasi menurut Anderberg 1973 adalah sebagai berikut : 1. Tandai semua objek baris dan kolom pada matriks euclideus d ij yang nilainya paling kecil 2. Kemudian dibuat baris dan kolom baru yang isinya merupakan hasil operasi perbandingan minimum antara baris dan kolom yang bersangkutan. Baris dan kolom yang disisipkan tersebut dikatakan satu grup pada iterasi ke-i. 3. Baris dan kolom yang ditandai pada langkah pertama kemudian dihapus sehingga diperoleh matriks euclideus baru. 4. Lakukan langkah 1 - 3 secara berulang pada matriks euclideus yang baru tersebut, sehingga diperoleh matriks berukuran 1 x 1. Prosedur aglomerasi ini menghasilkan grup-grup yang secara hirarkis membuat sekat-sekat tingkat kedekatan mulai dari yang paling dekat sampai yang paling jauh. Keluaran prosedur aglomerasi ini biasanya digambarkan dalam bentuk diagram pohon seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4. Gambar 4. Profil hirarkis grup-grup hasil analisis klaster Anderberg, 1973

H. Evaluasi Pilihan Bebas