Optimalisasi industri penangkapan ikan merupakan upaya untuk menjaga kontinuitas pasokan komoditas perikanan sebagai bahan baku agroindustri
perikanan yang ada, sekaligus untuk membuka peluang tumbuhnya agroindustri perikanan laut yang baru. Selain untuk menjaga kontinuitas dari sisi volume,
optimalisasi pengangkapan juga dibutuhkan agar komoditas perikanan hasil tangkapan terjaga kualitasnya, diantaranya dengan penerapan rantai dingin dan
menyegerakan proses pembongkaran ikan.
E. Kelembagaan Agroindustri Perikanan Laut
Untuk menganalisis keterkaitan elemen yang terlibat dalam pengembangan agroindustri perikanan laut digunakan metode ISM pada Sub
Model Kelembagaan. Analisis dilakukan terhadap elemen pelaku, kebutuhan program, kendala, tolok ukur dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan
tindakan pengembangan. Matrik agregat pendapat pakar, hasil Reachability Matriks
dan intepretasinya dapat dilihat pada Lampiran 37.
1. Elemen Pelaku Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut
Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen pelaku pengembangan agroindustri perikanan laut yang terdiri dari 15 sub elemen
pelaku dapat digambarkan dalam bentuk hirarki Gambar 39 dan dibagi dalam empat sektor dalam grafik Dependece–Driver Power Gambar 40.
Dari Gambar 39 diketahui bahwa elemen pelaku pengembangan terbagi dalam enam level. Adapun sub elemen yang menjadi elemen kunci
dari elemen pelaku pengembangan agroindustri perikanan laut adalah Pemerintah Daerah E5 dan Pemerintah Pusat E6, yaitu pada level 1. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat merupakan dua pelaku yang memiliki peran yang lebih besar daripada pelaku
lain dalam pengembangan agroindustri perikanan laut. Peran pemerintah daerah dan pusat tersebut menunjukkan tindakan atau kebijakan yang
diputuskan dapat mempengaruhi dan memberikan dorongan besar bagi
pengembangan agroindustri perikanan laut. Peran kedua pelaku tersebut harus diarahkan kepada pencapaian tujuan pengembangan agroindustri perikanan
laut, yaitu terciptanya lapangan kerja dan perluasan kesempatan berusaha.
Gambar 39. Hirarki elemen pelaku pengembangan agroindustri perikanan laut Peran pemerintah daerah dan pusat selanjutnya akan mendorong
pelaku lain yang berada pada level 2, yaitu Nelayan E1, Pengusaha agroindustri perikanan laut E3 dan Pengusaha alat produksi E10 sebagai
pelaku langsung dalam kegiatan produksi, penanganan hasil tangkapan dan menyediakan alat produksi atau penunjang produksi agroindustri perikanan
laut. Hasil klasifikasi yang digambarkan pada grafik Dependence–Driver
Power Gambar 40 menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah E5 dan
Pemerintah Pusat E6 menempati sektor IV independent dan memiliki nilai Driver Power
DP yang tertinggi. Hal ini berarti Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat merupakan peubah bebas yang berperan besar untuk
mempengaruhi pelaku lain, sekaligus memiliki daya dorong tertinggi bagi pengembangan agroindustri perikanan laut. Posisi ini diikuti oleh Nelayan
E8 E12
E15 E14
E7 E2
E4
E5 E6
E13 E9
E11
E1 E3
E10 Level 6
Level 5 Level 4
Level 3
Level 2 Level 1
Pelaku
Keterangan : E1 : Nelayan
E2 : Bakul Ikan E3 : Pengusaha Agroindustri PL
E4 : Tenaga Kerja AIPL E5 : Pemerintah Daerah
E6 : Pemerintah Pusat E7 : Perbankan
E8 : Lembaga Keuangan Non Bank E9 : DistributorAgen Produk AIPL
E10 : Pengusaha Alat Produksi E11 : Konsumen
E12 : Perguruan TinggiLemb Riset E13 : Koperasi
E14 : Asosiasi E15 : Lembaga Swadaya Masyarakat
E1, Pengusaha agroindustri perikanan laut E3 dan Pengusaha alat produksi E10, yang juga menempati sektor IV pada posisi DP cukup tinggi. Ketiga
pelaku ini tampil bahu membahu dalam posisi sejajar sebagai pelaku aktif dalam pengembangan agroindustri perikanan laut. Nelayan bertindak sebagai
penyedia bahan baku, sedangkan pengusaha alat produksi bertindak sebagai penyedia teknologi yang mempengaruhi bentuk dan mutu produk yang
dihasilkan.
Dr ive
r P ow
er
Dependence
Gambar 40. Grafik Dependence–Driver Power pelaku pengembangan agro- industri perikanan laut
Bakul ikan E2, Tenaga kerja AIPL E4, Distributoragen produk AIPL E9 dan Konsumen E9 berada di sektor III linkage, yang berarti
pelaku-pelaku ini memiliki keterkaitan yang kuat dan daya dorong yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri perikanan laut. Bakul ikan dalam
sistem agroindustri perikanan laut, seringkali berperan sekaligus sebagai pelaku pengusaha agroindustri. Hal ini umumnya merupakan pengusaha
agroindustri PL yang bermodal cukup besar. Sedangkan untuk pelaku usaha agroindustri kecil akan mengandalkan bakul ikan sebagai perantara peserta
lelang, karena untuk menjadi peserta lelang dibutuhkan modal yang cukup besar.
Tenaga kerja AIPL dalam sistem agroindustri perikanan laut bisa diartikan sebagai aset industri, yang diharapkan memiliki ketrampilan tinggi,
Keterangan : E1 : Nelayan
E2 : Bakul Ikan E3 : Pengusaha Agroindustri PL
E4 : Tenaga Kerja AIPL E5 : Pemerintah Daerah
E6 : Pemerintah Pusat E7 : Perbankan
E8 : Lembaga Keuangan Non Bank E9 : DistributorAgen Produk AIPL
E10 : Pengusaha Alat Produksi E11 : Konsumen
E12 : Perguruan TinggiLemb Riset E13 : Koperasi
E14 : Asosiasi E15 : Lembaga Swadaya Msyarakat
memiliki jiwa kewirausahaan, profesional dan berorientasi pada mutu, keunggulan, produktif dan menerapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya
untuk mengelolaan sumber daya perikanan laut. Distributoragen produk AIPL merupakan ujung tombak pemasaran produk ke konsumen, sedangkan
konsumen memiliki peran sebagai pelaku yang menyerap produk agroinddustri dan melalui preferensinya akan mempengaruhi bentuk
agroindustri yang akan dikembangkan. Pelaku lain berada di sektor II dependent, yaitu Perbankan E7,
Lembaga keuangan non bank E8, Koperasi E13, Asosiasi E14, Perguruan tinggiLembaga riset E12 dan LSM E15, yang berarti bersifat tergantung
pada pelaku lain. Dari sejumlah pelaku tersebut, Perguruan tinggilembaga riset E12 dan LSM E15 dianggap merupakan pelaku yang memiliki
kekuatan pendorong yang paling lemah dalam pengembangan agroindustri perikanan laut.
2. Elemen Kebutuhan untuk Pelaksanaan Program Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut