Penentuan Pusat Pertumbuhan Kawasan Pengembangan

ikan, yang terdiri dari 5 TPI Kelas I termasuk Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, 4 TPI Kelas II dan 1 TPI Kelas IV Lampiran 7.

2. Penentuan Pusat Pertumbuhan Kawasan Pengembangan

Dari setiap kawasan pengembangan selanjutnya ditetapkan pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai pusat produksi dan pintu keluar untuk memasarkan hasil-hasil produk agroindustri perikanan laut, serta wilayah- wilayah pendukung yang berfungsi sebagai daerah produksi atau pemasok bahan baku ke pusat-pusat produksi. Daerah yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan juga harus merupakan daerah yang mempunyai kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah. Daerah tersebut harus memiliki sektor unggulan yang mampu mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi, baik dalam daerah itu sendiri dan daerah pendukungnya. Selain itu, daerah yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan adalah yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang. Keterkaitan ke depan memungkinkan terbukanya pasar bagi produk-produk unggulnya dan keterkaitan ke belakang memungkinkan pusat pertumbuhan tersebut mendapat pasokan bahan baku untuk kegiatan produksinya. Ciri lain dari daerah yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan adalah harus memiliki sarana dan prasarana bagi pengembangan agroindustri perikanan laut yang lebih baik dari daerah-daerah sekitarnya. Penentuan pusat pertumbuhan masing-masing kawasan untuk pengembangan agroindustri perikanan laut ditentukan berdasarkan 11 kriteria, yaitu 1 kebijakanperaturan Pemerintah Daerah, 2 tingkat investasi, 3 kedekatan bahan baku, 4 kedekatan pasar, 5 tingkat biaya produksi, 6 tingkat konflik sosial, 7 ketersediaan tenaga kerja, 8 ketersediaan sumber air, 9 ketersediaan sumber energilistrik, 10 ketersediaan sarana transportasi dan 11 ketersediaan sarana komunikasi. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode OWA Operator Tabel 9 dan Lampiran 8 dengan data pendukung pada Lampiran 9. Tabel 9. Bobot kriteria penentuan pusat pertumbuhan agroindustri perikanan laut No Kriteria Deskripsi Agregat 1 Kebijakanper aturan pemda Kebijakanperaturan pemerintah daerah yang terkait dengan RUTRW, kemudahan perijinan dan kepastian hukum dalam berusaha Tinggi 2 Tingkat investasi Besarnya investasi yang diperlukan dalam pembangunan industri pasca panen perikanan laut di suatu daerah seperti biaya lahan dan bangunan Tinggi 3 Kedekatan bahan baku Kedekatan lokasi usaha dengan lokasi pemasok komoditas perikanan sebagai bahan baku industri Tinggi 4 Kedekatan pasar Kedekatan lokasi usaha dengan pasar produk, baik lokal, nasional dan pintu ekspor bagi produk yang dihasilkan Tinggi 5 Biaya produksi Tingkat biaya produksi di suatu daerah yang terkait dengan harga bahan baku, harga bahan pembantu, upah tenaga kerja, biaya transportasi, dan lain-lain Tinggi 6 Konflik sosial Tingkat konflik sosial yang muncul di suatu daerah akibat berdirinya suatu usaha industri Tinggi 7 Tenaga kerja Ketersediaan tenaga kerja terampil di suatu daerah bagi industri pasca panen komoditas perikanan laut Sedang 8 Sumber air Ketersediaan sumber air yang diperlukan dalam proses produksi, seperti pencucian bahan baku, proses pengolahan dan sanitasi Tinggi 9 Sumber daya energilistrik Ketersediaan sumber daya listrik atau energi lain bagi mesin pengolah dan peralatan lain, penerangan dan peralatan administratif Tinggi 10 Sarana transportasi Ketersediaan sarana transportasi untuk pengangkutan bahan baku dan produk yang dihasilkan, serta diperlukan untuk mobilitas pekerja Tinggi 11 Sarana komunikasi Ketersediaan sarana komunikasi untuk berbagai keperluan seperti pemesanan bahan baku, pemasaran, dan sebagai alat bantu yang memudahkan dalam proses pengambilan keputusan yang diperlukan Tinggi Berdasarkan hasil pembobotan pada Tabel 9 terlihat bahwa kriteria- kriteria yang diujikan memiliki bobot tinggi, kecuali kriteria tenaga kerja, yaitu dengan bobot sedang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menentukan pusat pertumbuhan agroindustri, wilayah yang diuji harus memenuhi banyak kriteria dengan tingkat kepentingan yang tinggi, agar industri yang akan dikembangkan dapat menjaga keberlangsungannya dalam berusaha. Kriteria tenaga kerja memiliki bobot sedang; hal ini sesuai dengan pendapat pakar terkait yang diwawancarai yang menyatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja bagi pengembangan agroindustri perikanan laut cukup tinggi terkait dengan tingginya angka pencari kerja. Adapun permasalahan yang terkait dengan ketrampilan bagi para pekerja dapat diberikan apabila diperlukan mengingat teknologi pasca panen untuk menanganimengolah hasil perikanan laut relatif sudah dikuasai dengan baik. Penilaian untuk penentuan pusat pertumbuhan terhadap masing-masing daerah dilakukan dengan memberikan nilai l - l0 sangat rendah sekali – sangat tinggi sekali terhadap 15 KabupatenKota. Pengujian dilakukan menggunakan metode Cluster Anaysis dalam sub model Kawasan sub-sub model Pusat Pertumbuhan Lampiran 10. Berdasarkan potensi dan kondisi yang dimiliki, wilayah-wilayah tersebut dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu sebagai wilayah kurang potensial A, potensial B dan sangat potensial C. Wilayah A meliputi Kabupaten Brebes A1, Kabupaten Tegal A2, Kabupaten Pemalang A4, Kabupaten Pekalongan A5, Kabupaten Batang A7, Kabupaten Kendal A8, Kabupaten Demak A10, Kabupaten Jepara A11 dan Kabupaten Kebumen A14. Wilayah B meliputi Kota Semarang A9 dan Kabupaten Cilacap A15. Wilayah C meliputi Kota Tegal A3, Kota Pekalongan A6, Kabupaten Pati A12 dan Kabupaten Rembang A13 Gambar 12. Pengkategorian wilayah secara khusus didasarkan atas potensi sumber daya perikanan laut yang dimiliki oleh kelompok wilayah tersebut. Besarnya volume produksi perikanan laut dari suatu daerah memperlihatkan ketersediaan bahan baku agroindustri untuk daerah tersebut juga besar Tabel 10. Dari Tabel 10 terlihat bahwa Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang Kelompok C memperlihatkan potensi volume hasil tangkapan yang sangat besar dibanding kabupatenkota lainnya, sehingga kelompok ini dikategorikan sebagai wilayah yang sangat potensial. Gambar 12. Hasil analisis pengelompokan wilayah untuk pemilihan pusat pertumbuhan masing masing kawasan di Provinsi Jawa Tengah Kelompok B, terdiri dari Kabupaten Cilacap dan Kota Semarang, dikategorikan sebagai wilayah potensial. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cilacap memiliki potensi produksi perikanan laut yang cukup besar di wilayah pantai selatan Pulau Jawa. Potensi produksi perikanan laut di Kota Semarang kecil, akan tetapi memiliki nilai yang tinggi pada berbagai kriteria lain seperti ketersediaan sumber air, sumber energi, sarana transportasi dan sarana komunikasi yang sangat penting dalam memfasilitasi pengembangan agroindustri perikanan laut. Besarnya ketersediaan sarana prasarana dan kedekatan dengan pasar produk yang dimiliki oleh Kota Semarang menempatkan wilayah ini dalam kategori potensial. Wilayah lain yang tergabung dalam kelompok A, yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara dan Kebumen, dikategorikan sebagai wilayah yang kurang potensial. Hal ini disebabkan volume produksi hasil tangkapan tidak terlalu besar, sedangkan sektor penunjangnya juga tidak terlalu menonjol. Tabel 10. Volume produksi perikanan laut Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1999 – 2003 dalam Ton KabKota 1999 2000 2001 2002 2003 Kab. Brebes 2.375,0 2.403,9 2.568,9 3.742,8 5.269,6 Kab Tegal 677,7 649,6 723,9 845,3 1.106,9 Kota Tegal 22.172,3 44.819,1 36.849,0 34.513,3 29.564,4 Kab. Pemalang 6.095,3 7.226,4 8.592,1 11.279,8 9.925,2 Kab. Pekalongan 2.014,3 1.438,2 1.973,2 2.163,9 1.978,9 Kota Pekalongan 65.034,6 66.628,7 73.124,1 53.161,9 62.008,9 Kab. Batang 23.368,9 19.038,1 20.452,7 17.656,9 11.863,6 Kab. Kendal 1.819,9 1.601,9 1.245,2 1.111,4 1.055,2 Kota Semarang 602,1 652,0 566,0 331,6 174,3 Kab. Demak 2.559,6 2.264,2 1.598,7 1.181,5 1.208,6 Kab. Jepara 3.072,3 2.147,0 1.798,3 2.206,1 3.729,8 Kab. Pati 42.339,5 44.969,1 49.624,2 59.889,3 63.457,2 Kab. Rembang 35.953,7 50.783,3 60.200,1 78.825,7 32.370,7 Kab. Kebumen 3.226,3 1.470,8 1.988,2 5.349,8 4.180,0 Kab. Cilacap 10.100,1 15.153,2 13.123,9 8.944,6 8.140,1 Total 221.411,7 261.243,5 274.328,5 281.203,9 236.235,0 Sumber : Diskanlut Prov. Jateng, 2004. Pertimbangan lanjut dalam penentuan pusat pertumbuhan untuk masing-masing kawasan adalah kuantitas dan kontinuitas produksi perikanan laut masing-masing wilayah dalam kategori yang sama Lampiran 10. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada Gambar 13 terlihat bahwa di Kawasan Pengembangan I, produksi perikanan Kota Pekalongan lebih tinggi dibandingkan Kota Tegal. Namun demikian data series selama 10 tahun 1994 - 2003 menunjukkan adanya penurunan laju produksi di Kota Pekalongan sebesar 5,95, sedangkan Kota Tegal mengalami peningkatan laju produksi sebesar 2,84. Wilayah yang memiliki potensi besar dalam produksi perikanan di Kawasan Pengembangan II adalah Kabupaten Pati dan Rembang. Gambar 13 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1994 – 1999, volume produksi Kabupaten Pati lebih tinggi dibanding Kabupaten Rembang, kemudian pada tahun 2000 - 2002 volume produksi di Kabupaten Rembang sedikit mengungguli tingkat volume produksi Kabupaten Pati, tetapi pada tahun 2003 Kabupaten Pati kembali menjadi kabupaten dengan volume produksi terbesar di wilayah timur Provinsi Jawa Tengah. Selama 10 tahun 1994 - 2003, laju pertumbuhan produksi perikanan di Kabupaten Pati mengalami penurunan sebesar 1,98, sebaliknya laju pertumbuhan produksi Kabupaten Rembang mengalami peningkatan sebesar 4,36. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2003, produktivitas ikan Kabupaten Pati hampir menyamai Kota Pekalongan yang sampai tahun 2001 mendominasi volume produksi ikan di Provinsi Jawa Tengah. - 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun V o lu m e T o n Tegal Pekalongan Pati Rembang Cilacap Sumber : Diskanlut Kota Tegal, 2004; Diskanlut Kota Pekalongan, 2004; Diskanlut Kab.Pati, 2004; Diskanlut Kab. Rembang, 2004; Diskanlut Kab. Cilacap, 2004. Gambar 13. Volume produksi perikanan di kabupatenkota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 Meskipun pada tahun 2000 – 2002 dari sisi volume produksi Kabupaten Rembang sempat mengungguli Kabupaten Pati, dari nilai produksinya Kabupaten Pati tetap lebih unggul dibanding Kabupaten Rembang Gambar 14. Nilai produksi Kabupaten Rembang pada tahun 2002, yang menjadi puncak produksi selama kurun waktu 10 tahun 55.282 ton, adalah Rp 118,9 M, sedangkan volume produksi Kabupaten Pati pada tahun yang sama hanya 50.905 ton tetapi mampu menghasilkan nilai produksi sebesar Rp 165,1 M. Hal ini berarti bahwa ikan yang didaratkan di Kabupaten Pati memiliki nilai ekonomis yang lebih baik dibanding Kota Rembang Gambar 15. Pada tahun 2002, harga rataan ikan di Kabupaten Pati Rp 3.244,00 sedangkan di Kabupaten Rembang Rp. 2.152,00. - 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun N il a i x R p . 1 000 T egal Pekalongan Pati R embang Cilacap Sumber : Diskanlut Kota Tegal, 2004; Diskanlut Kota Pekalongan, 2004; Diskanlut Kab.Pati, 2004; Diskanlut Kab. Rembang, 2004; Diskanlut Kab. Cilacap, 2004. Gambar 14. Nilai produksi perikanan di kabupatenkota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 Gambar 14 menunjukkan selama tahun 1994 - 2003 seluruh wilayah yang diunggulkan mengalami peningkatan nilai produksi. Peningkatan laju nilai produksi tertinggi adalah Kota Tegal 28,15, diikuti oleh Kabupaten Rembang, Pati, Cilacap dan Kota Pekalongan masing-masing 23,10, 18,47, 17,06 dan 16,88. Diantara wilayah unggulan lain, Kabupaten Cilacap yang berada di Kawasan Pengembangan III menghasilkan volume produksi ikan yang paling kecil. Secara keseluruhan selama 10 tahun 1994 - 2003, laju volume produksi Kabupaten Cilacap juga mengalami penurunan 4,33. Namun demikian, Gambar 15 menunjukkan bahwa harga rataan ikan hasil tangkapan Kabupaten Cilacap lebih besar dibandingkan harga ikan di kota-kota lain. Hal ini didukung dengan laju peningkatan harga rataan ikan Kabupaten Cilacap 45.28, sedangkan Kota Tegal dan Pekalongan serta Kabupaten Pati dan Rembang, masing-masing 27,54, 23,87, 22,22 dan 19,76. - 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun H a rg a ra ta a n R p K g Tegal Pekalongan Pati Rembang Cilacap Sumber : Diskanlut Kota Tegal, 2004; Diskanlut Kota Pekalongan, 2004; Diskanlut Kab.Pati, 2004; Diskanlut Kab. Rembang, 2004; Diskanlut Kab. Cilacap, 2004. Gambar 15 Harga rataan komoditas perikanan laut di kabupatenkota unggulan pada masing-masing kawasan pengembangan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 Besarnya harga rataan ikan di Kabupaten Cilacap, yang terletak di Pantai Selatan Jawa, dikarenakan ikan yang didaratkan merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti ikan tuna, cakalang dan udang. Ketiga jenis komoditas ini menjadi andalan Kabupaten Cilacap sebagai komoditas ekspor, baik dalam bentuk gelondongan segar maupun bentuk olahan. Jenis ikan hasil tangkapan di wilayah Pantai Utara Jawa pada umumnya adalah pelagis kecil seperti layang, selar, tembang, kembung, tongkol dan lemuru, yang umumnya memiliki nilai ekonomis rendah. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah Lampiran 11 dan 12, tingkat pertumbuhan volume produksi perikanan masing-masing daerah di Provinsi Jawa Tengah selama tahun 1994 – 2003 10 tahun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16, secara keseluruhan menunjukkan terjadinya penurunan produksi 1,43. Tingkat pertumbuhan positif tertinggi dicapai oleh Kabupaten Kebumen 64,12 dan terendah dengan laju pertumbuhan negatif ditunjukkan oleh Kota Semarang 20,43. -20 -10 10 20 30 40 50 60 70 La ju P e n in g ka ta n P rodu k s i A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 Total KabupatenKota Keterangan : A1: Kab. Brebes; A2: Kab. Tegal; A3: Kota Tegal; A4: Kab. Pemalang; A5: Kab. Pekalongan; A6: Kota Pekalongan; A7: Kab. Batang; A8: Kab. Kendal ; A9: Kota Semarang; A10: Kab.Demak; A11: Kab. Jepara; A12: Kab. Pati; A13: Kab. Rembang; A14: Kab. Kebumen; A15: Kab. Cilacap Sumber : Diskanlut Prov. Jateng, 2004. Gambar 16. Laju peningkatan produksi perikanan laut di kabupatenkota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1994-2003 Selain Kota Semarang dan Pekalongan, laju pertumbuhan negatif ditunjukkan oleh volume produksi Kabupaten Batang 3,14, Kendal 7,25, dan Demak 6,20. Salah satu penyebabnya adalah bahwa kapal penangkap ikan laut yang didaratkan di wilayah tersebut pada umumnya merupakan kapal kecil dengan wilayah penangkapan di Laut Jawa. Tingkat eksploitasi perikanan laut di wilayah Laut Jawa diketahui telah mencapai ambang kritis, sementara pantai utara Pulau Jawa adalah salah satu daerah yang padat nelayan Atmadja et al., 2003. Kasus pendangkalan muara sungai dan rusaknya dermaga tempat pelelangan ikan TPI juga menjadi kendala dalam proses pendaratan ikan. Faktor kesulitan keuangan pada TPI berkaitan dengan pembayaran nelayan kekurangan pembayaran lelang ikanKPLI menjadi pemicu lain dari penurunan produksi perikanan laut di beberapa TPI di daerah-daerah tersebut. Peningkatanpenurunan volume produksi di tiap-tiap wilayah juga dipengaruhi oleh tingkatan harga ikan yang diterima oleh nelayan pada saat lelang dan banyaknya pembeli bakul yang sebagian besar sekaligus bertindak sebagai pengolah. Dengan demikian apabila agroindustri perikanan laut di suatu daerah berkembang dengan baik akan memberi peluang bagi daerah tersebut untuk dijadikan tempat pendaratan ikan, sehingga volume produksi daerah tersebut juga akan meningkat. Peningkatan volume dan nilai produksi raman yang diikuti dengan pengembangan agroindustri akan memberikan kontribusi positif bagi PAD, baik yang secara langsung disumbangkan oleh industri perikanan industri penangkapan dan pengolahan maupun industri penunjangnya penyedia sarana penangkapan, pengolahan, pengemasan, transportasi, komunikasi dan perdagangan. Berdasarkan kedua analisis yang dilakukan, yaitu pengelompokan kawasan pengembangan dan penentuan pusat pertumbuhan, maka wilayah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi untuk pengembangan agroindustri perikanan laut dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Kelompok wilayah dan pusat pertumbuhan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut Provinsi Jawa Tengah Kelompok Wilayah Pusat Pertumbuhan Kawasan Pengembangan I 1 Kab. Brebes 2 KabKota Tegal 3 Kab. Pemalang 4 KabKota Pekalongan 5 Kab. Batang Kota Pekalongan Kawasan Pengembangan II 1 Kab. Kendal 2 Kota Semarang 3 Kab. Demak 4 Kab. Jepara 5 Kab. Pati 6 Kab. Rembang Kabupaten Pati Kawasan Pengembangan III 1. Kab. Kebumen 2. Kab. Cilacap Kabupaten Cilacap Kawasan Pengembangan I terdiri dari Kabupaten Brebes, KabKota Tegal, Kabupaten Pemalang, KabupatenKota Pekalongan dan Kabupaten Batang dengan pusat pertumbuhannya adalah Kota Pekalongan. Kawasan Pengembangan II terdiri dari Kabupaten Kendal, Demak, Jepara, Pati, Rembang dan Kota Semarang dengan pusat pertumbuhan Kabupaten Pati. Kabupaten Cilacap merupakan pusat pertumbuhan Kawasan Pengembangan III yang terdiri dari Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Persentase produksi perikanan laut terhadap total produksi di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2003 untuk Kota Pekalongan adalah 26,2, Kabupaten Pati 26,9 dan Kabupaten Cilacap 3,4.

3. Gambaran Umum Pusat Pertumbuhan Kawasan Pengembangan