Permodelan Struktural Interpretatif Proses Hirarki Analitik

pendapat serta mempunyai keteraturan dalam nilai skala komparasi Saaty : 1 sampai dengan 9 yang ditunjukkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Komparasi penilaian berdasarkan skala Saaty Saaty 1993 telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 sampai dengan 9 merupakan pengambilan keputusan individual yang baik dalam pendekatan sistem dengan pertimbangan ketelitian yang ditunjukkan pada nilai RMS Root Means Square dan MAD Mean Absolute Deviation. Untuk menyusun prioritas dilakukan identifikasi terhadap intensitas masalah yang merupakan faktor dominan. Teknik komparasi berpasangan menerapkan penilaian para pakar berdasarkan skala komparasi berpasangan, sehingga membentuk matriks segi nxn. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan prioritas yang dicari berdasarkan nilai eigenvector dan untuk mendapatkan konsistensi penilaian diukur berdasarkan nilai eigenvalue. Revisi Pendapat dapat dilakukan jika rasio konsistensi CR pendapat cukup tinggi, dan dianggap konsisten jika mempunyai nilai 0,1.

J. Permodelan Struktural Interpretatif

Teknik Permodelan Struktural Interpretatif Interpretative Structural Modelling atau ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun bisa juga dipakai oleh seorang peneliti Eriyatno, 1999. Metodologi dan Nilai Keterangan 1 Sama pentingnya 3. Sedikit lebih penting 5 Jelas lebih penting 7 Sangat jelas lebih penting 9 Mutlak lebih penting 2,4,6,8 Jika terjadi keraguan jawaban antara 2 nilai yang berdekatan 1 1-9 kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1 - 9 teknik ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-sistem. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Struktur dari suatu sistem yang berjenjang diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman tentang perihal yang dikaji. Menentukan tingkat jenjang mempunyai banyak pendekatan, diantaranya dengan pendekatan lima kriteria. Pertama, kekuatan pengikat dalam dan antar kelompok atau tingkat. Kedua, frekuensi relatif dari oskilasi guncangan dimana tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang dari yang di atas. Ketiga, konteks dimana tingkat yang lebih tinggi beroperasi pada jangka waktu yang lebih lambat daripada ruang yang lebih luas. Keempat, liputan dimana tingkat yang lebih tinggi mencakup tingkat yang lebih rendah. Kelima, hubungan fungsional, dimana tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat di bawahnya Eriyatno, 1999. Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dimana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen sampai dipandang memadai. Studi dalam perencanaan program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen dan peranan kelembagaan guna mencapai solusi yang lebih baik dan mudah diterima. Teknik ISM memberikan basis analisis dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan dan perencanaan strategis. Menurut Saxena yang dikutip oleh Eriyatno 1999, program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : 1 sektor masyarakat yang terpengaruhi; 2 kebutuhan dari program; 3 kendala utama; 4 perubahan yang dimungkinkan; 5 tujuan dari program; 6 tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7 aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan; 8 ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas; dan 9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Selanjutnya, untuk setiap elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub-elemen menggunakan masukan dari pakar. Setelah itu hubungan kontekstual antar sub-elemen yang mengandung suatu pengarahan seperti “apakah tujuan A lebih penting daripada tujuan B ?”, dan ”apakah lembaga A lebih berperan daripada lembaga B?”. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan ada atau tidak adanya keterkaitan antar sub-elemen didapat berdasarkan pendapat pakar. Jika pendapat pakar lebih dari satu dilakukan agregasi. Hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan disusun structural self interaction matrix SSIM. Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O. V adalah e ij =1 dan e ji =0 A adalah e ij =0 dan e ji =1 X adalah e ij =1 dan e ji =1 O adalah e ij =0 dan e ji =0 Pengertiannya adalah simbol 1 menunjukkan terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 menunjukkan tidak ada ubungan kontekstual antar sub-elemen ke –i dan ke -j. Hasil penilaian structural self interaction matriks SSIM selanjutnya dibuat tabel reachability matiks RM melalui perubahan VAXO menjadi bilangan 1 dan 0. Matriks tersebut dikoreksi lebih lanjut menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transitivitas. Klasifikasi sub-elemen mengacu pada hasil olahan RM yang memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan dari nilai driver power DP dan nilai dependence D digunakan untuk menentukan klasifikasi sub-elemen yang dibedakan menjadi empat sektor, dibawah ini : Sektor 1 : Weak driver-weak dependent variables AUTONOMOUS. Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan kecil, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Jika nilai DP 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 1. Sektor 2 : Weak driver-strongly dependent variables DEPENDENT. Sub- elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya adalah sub-elemen yang tidak bebas. Jika nilai DP 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 2. Sektor 3 : Strong driver-strongly dependent variables LINKAGE. Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar sub-elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub- elemen akan memberikan dampak terhadap sub-elemen yang lain dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Jika nilai DP 0,5 jumlah sub-elemen, dan nilai D 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 3. Sektor 4 : Strong driver-weak dependent variables INDEPENDENT. Sub- elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Jika nilai DP 0,5 jumlah sub- elemen, dan nilai D 0,5 jumlah sub-elemen, maka akan diklasifikasikan sektor 4.

K. Analisis Kelayakan Finansial