Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan

diketahui bahwa persentase pengeluaran pembangunan untuk pendidikan memiliki kecenderungan meningkat begitu juga halnya pengeluaran pembangunan untuk kesehatan. Untuk tahun 2004, persentase pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan masing-masing adalah 21.46 persen dan 10.29 persen

2.9. Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan

Perubahan alokasi anggaran pendidikan seperti yang diuraikan sebelumnya, menunjukkan adanya tekad dan upaya pemerintah yang makin kuat untuk mengembangkan bidang pendidikan. Apakah dengan demikian berarti pelayanan pendidikan telah menjadi prioritas pemerintah? Sejauh ini upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dinilai masih tertinggal dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya. Salah satu contoh ketertinggalan tersebut tercermin dari kecilnya proporsi anggaran pendidikan Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto PDB dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lain lihat Tabe1 8. Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa pada 19992000 persentase anggaran pendidikan terhadap PDB di Indonesia tergolong paling kecil. Anggaran pemerintah untuk seluruh jenjang pendidikan di Zimbabwe, misalnya, mencapai 8 kali lebih besar dibandingkan anggaran pendidikan di Indonesia. Demikian pula jika dihandingkan dengan anggaran pendidikan di negara-negara Asean seperti Malaysia, Thailand, dan Philipina, anggaran pemerintah untuk pendidikan di Indonesia rata-rata sepertiga dari anggaran pendidikan di negara-negara tersebut. Demikian pula pada tahun 20002001, berdasarkan statistik pendidikan 2003 yang dikeluarkan oleh UNESCO, persentase anggaran pendidikan terhadap PDB di Indonesia hanya 1.5, atau turun dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian Indonesia merupakan negara yang menyediakan anggaran pendidikan terkecil kedua setelah Myanmar. Oleh karena itu, Indonesia dinilai oleh Organisasi Guru Internasional sebagai salah satu dari tujuh negara Mesir, Brasil, Argentina, India, Bangladesh, Pakistan, dan Indonesia yang dianggap tidak memperdulikan bidang pendidikan, karena tidak memenuhi ketentuan UNESCO mengenai besarnya anggaran sektor pendidikan yang diminta sebesar 6 dari PDB atau 25 dari anggaran negara. Tabel 8. Persentase Anggaran Pendidikan terhadap Produk Domestik Bruto di Beberapa Negara, Tahun 19992000 Seluruh Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Negara Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah Argentina 4.0 0.8 4.8 2.7 0.3 3.0 Brazil 4.6 - - 3.1 - - Chili 3.5 2.6 6.1 2.7 1.2 3.9 Indonesia 1.4 0.6

2.0 1.1

0.3 1.4

Malaysia 4.5 - - 3.0 - - Paraguay 4.4 - - 3.5 - - Peru 2.9 2.1 5.0 2.0 1.3 3.3 Philiphina 3.5 2.7 6.2 2.9 1.9 4.9 Thailand 4.3 3.4 7.6 2.4 1.4 3.8 Tunisia 6.8 - - 5.4 - - Uruguay 2.8 - - 2.0 0.1 2.1 Zimbabwe 11.6 - - 9.3 - - Sumber: World Education Indicator WEI dalam “Selayang Pandang Pendidikan Nasional” www.depdiknas.go.id Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dana operasional yang benar-benar diterima dan digunakan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar ternyata tidak cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan rutin sekolah. Hasil studi Ninasapti et. al 2001 menyatakan bahwa anggaran pemerintah untuk SD adalah Rp 221000siswatahun. Dana tersebut antara lain dipergunakan untuk gaji 83, biaya rutinoperasionil 2, dan biaya pembangunan 15. Jadi, biaya rutinoperasional SD pada tahun 2001 rata-rata Rp 4420siswatahun. Hasil studi Asian Development Bank ADB bersama CERC The Hongkong University menunjukkan bahwa biaya rutinoperasional dari pemerintah untuk SD pada tahun 199596 rata-rata Rp 5000siswatahun. Berarti, dalam kurun 5 tahun terjadi penurunan biaya rutin yang diterima SD. Jika nilai inflasi pada kurun waktu tersebut diperhitungkan maka besarnya dana rutin yang diterima setiap siswa semakin tidak berarti. Karena kegiatan belajar mengajar sebagai inti pendidikan di sekolah tidak memperoleh fasilitas yang memadai, akibatnya mutu pendidikan di jenjang SD rendah Toyamah dan Usman, 2004. Upaya pemerintah memperbesar alokasi dana untuk sektor pendidikan nampaknya belum mampu memenuhi kebutuhan nyata yang ada di lapangan. Keadaan ini makin memperkuat suara berbagai pihak bahwa pembangunan pendidikan tidak bisa dibebankan pada kemampuan pemerintah semata. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan maupun substansi pembangunan pendidikan sangat diperlukan. Misalnya, sasaran Propenas Pembangunan Pendidikan tahun 2000-2004, adalah mengupayakan terwujudnya organisasi sekolah yang lebih demokratis, transparan, efisien, akuntabel, dan mendorong partisipasi masyarakat, serta mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolahmasyarakat melalui pembentukan Dewan Sekolah dan Komite Sekolah. Melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang lebih nyata dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya melalui diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana, diharapkan manajemen pendidikan dapat diperbaiki. Pendanaan pendidikan yang bersumber dari peran serta masyarakat diatur dalam Keputusan Mendiknns No. 056U2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Pasal 6 Keputusan mi menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di sekolah selain dibiayai APBD dapat dilakukan melalui pemberdayaan peran serta masyarakat, orangtua, dan sumber lainnya. Dalam hal ini prinsip yang harus diperhatikan adalah asas musyawarah, mufakat, keadilan, transparansi, akuntabilitas, kemampuan masyarakat, dan ketentuan lain yang berlaku. Pada dua dekade terakhir ini ada kesan bahwa kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pembangunan pendidikan dasar cenderung melemah. Keadaan ini diperburuk oleh kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kebijakan pemerintah di masa Orde Baru cenderung menjadikan masyarakat sebagai penerima berbagai program bantuan pemerintah tanpa melibatkan mereka dalam pelaksanaan program. Hal ini misalnya, terjadi pada pelaksanaan program Instruksi Presiden lnpres, terutama Inpres Pembangunan SD. Dalam perkembangannya dampak kebijakan ini membuat masyarakat tidak saja menjadi tergantung pada bantuan pemerintah dan kehilangan semangat berswadaya, tetapi juga kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap pembangunan SD. Pengalaman ini menjadi hambatan tersendiri bagi usaha untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan dasar.

2.10. Studi Terdahulu