Struktur Model MODEL EKONOMI KESEIMBANGAN UMUM

4.2. Struktur Model

Sistem notasi yang digunakan dalam model ini pararel dengan sistem yang terdapat dalam model INDOF Oktaviani, 2000, WAYANG Wittwer, 2002, ORANIGRD Horridge, 2002 dan ORANI-F Horridge, 1997. Sistem notasi ini menggunakan huruf kecil untuk menunjukkan nama variabel dalam suatu sistem persamaan linier dan huruf besar untuk menunjukkan koefisien dalam persamaan tersebut. Huruf besar juga digunakan untuk menggambarkan parameter dan koefisien lainnya serta nama set dari suatu item. Sedangkan huruf kecil juga digunakan untuk menggambarkan indeks dari uraian dalam suatu set. Pada umumnya variabel dan koefisien digunakan untuk menunjukan set dari suatu item. Dalam penelitian ini terdapat 9 set utama yang kesemuanya ditulis dengan huruf besar. Ke-9 set tersebut adalah : industri IND i sumber yaitu domestic atau impor SRC s jenis pekerjaan OCC o komoditi COM c rumah tangga HH h Empat set berikut digunakan untuk menggambarkan subset dari komoditi: margin MAR m non-margin NONMAR n komoditi ekspor tradisionalTRADEXP c komoditi ekspor non tradisional NTRADEXP c Sedangkan set berikut menggambarkan sequen set: List sequen integer\sequential list of integers YEARS t

4.2.1. Spesifikasi Umum

Struktur teoritis yang digunakan dalam model CGE pada umumnya mengandung sistem persamaan non-linear tentang permintaan tenaga kerja, permintaan terhadap input primer, permintaan terhadap input antara, permintaan terhadap input gabungan composite, komposit output dari suatu industri, permintaan terhadap barang modal investment goods, permintaan rumah tangga, ekspor dan permintaan akhir lainnya, margin permintaan, persamaan keseimbangan pasar, harga di tingkat pembeli dan pajak tidak langsung. Solusi terhadap sistem persamaan non-linear dinamik membutuhkan pemograman prosedur rutin yang kompleks. Walaupun rutin trial and error terkadang dapat mencapai global optimum, cara tersebut tidak efisien karena membutuhkan waktu yang lama, dan peluang keberhasilannya relatif kecil. Dengan kata lain, output yang dihasilkan lebih banyak dalam bentuk local optimum. Selain itu, ukuran matriks yang besar biasanya menjadi karakteristik model CGE dan menyebabkan kesulitan dalam penetapan kombinasi initial value. Pada model yang dibangun dalam menganalisis peningkatan investasi sumberdaya manusia, jumlah kombinasi ini bisa mencapai jutaan titik sehingga tidak praktis untuk dilakukan. Sebagai gantinya, prosedur solusi model ditentukan dengan melakukan linearisasi setiap persamaan yaitu dengan cara menyatakan semua variable dalam bentuk pertumbuhannya percentage change. Akan tetapi ini berarti bahwa functional form yang dilibatkan hanya terbatas pada bentuk fungsi Cobb-Dougglas. Dengan demikian, model ini hanya berlaku atau sesuai dengan realitas apabila fungsi produksi, konsumsi dan fungsi-fungsi lainnya secara alami mampu direpresentasikan dengan fungsi Cobb-Dougglas. Fungsi ini telah banyak diaplikasikan dalam berbagai penelitian dan secara umum yang mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Oleh karena itu, pemakaiannya dalam model tidaklah mengurangi secara signifikan kemampuan model ini dalam melakukan reflekasi fenomena ekonomi yang sudah terjadi. Karena tujuan utama model adalah memberikan fasilitas simulasi tentang efek perubahan investasi sumberdaya di setiap sektor yang berhubungan, maka disagregasi sektor dilakukan klasifikasi dengan lebih terperinci sesuai kebutuhan tujuan penelitian. Selain itu, untuk setiap jenis komoditi, mekanisme supply dan demand-nya dirancang secara spesifik sesuai dengan karakteristik industri yang bersangkutan. Karena itu formasi harga bagi setiap jenis barang juga akan berbeda. Penawaran supply ditentukan oleh teknologi produksi dengan menggunakan empat faktor primer yaitu: tanah, tenaga kerja, modal, dan biaya lainnya. Tenaga kerja dibagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik dan rumahtangga didisagregasikan menjadi 8 kategori rumah tangga. Salah satu asumsi penting dalam CGE yaitu menyangkut mobilitas faktor produksi. Jika faktor produksi tersebut bersifat mobilitas antar industri maka perbedaan harga faktor antar industri mencerminkan perbedaan dalam tingkat pajak dan subsidi. Dengan kata lain jika tingkat pajak dan subsidi adalah sama, maka harga faktor produksi juga akan sama. Akan tetapi jika faktor produksi bersifat spesifik hanya bisa dipakai oleh satu jenis industri tertentu maka secara otomatis tingkat harga juga akan berbeda- beda. Asumsi mobilitas faktor sangat penting karena dua hal, yaitu pertama, setiap industri dapat menentukan jumlah produksi berdasarkan jumlah sumberdaya yang tersedia, dan kedua faktor produksi dapat dialihkan ke aktivitas produksi lain yang lebih menguntungkan.

4.2.2. Sistem Persamaan

Penulisan notasi dalam model ini mengikuti sistem persamaan model INDOF Oktaviani, 2000, dan WAYANG Wittwer, 1999. Secara umum penulisan model tersebut, dituliskan dalam istilah perubahan persentase. Seperti umumnya pada model-model CGE lainnya, model yang digunakan dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa seluruh industri beroperasi pada pasar dengan kondisi competitive baik di pasar input maupun di pasar output. Hal ini mengimplikasikan bahwa tidak ada sektor atau rumah tangga yang dapat mengatur pasar, oleh karenanya, seluruh sekor dalam ekonomi diasumsikan menjadi penerimaan harga price-taker. Pada tingkat output, harga-harga dibayar oleh konsumen sama dengan marginal cost dari memproduksi barang. Hal yang sama, dimana input dibayar sesuai dengan nilai produk marginalnya value marginal productivity. Sebagai tambahan, persamaan permintaan dan penawaran untuk pelaku swasta diturunkan dari prosedur optimasi optimization. Mengacu pada Oktaviani 2000 dan Wittwer 1999, sistem persamaan disusun kedalam 18 Blok. Adapun inti dari 18 Blok persamaan yang dimaksud diuraikan dibawah ini: 1. Permintaan tenaga kerja demands for labour 2. Permintaan faktor primer demands for primary factors 3. Permintaan input barang antara demands for intermediate inputs 4. Permintaan faktor primer komposit dan input barang antara demands for composite primary factors and intermediate inputs 5. Komposit komoditi dari output industri commodity composites of industry outputs 6. Permintaan barang untuk investasi demands for investment goods 7. Permintaan rumah tangga household demands 8. Permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya export and other final demands 9. Permintaan margin demands for margins 10. Harga pembelian purchaser’s prices 11. Kondisi keseimbangan pasar market clearing conditions 12. Pajak tidak langsung indirect taxes 13. GDP dari sisi pendapatan dan pengeluaran GDP from the income and expenditure sides 14. Keseimbangan perdagangan dan agregat lainnya trade balance and other aggregates 15. Tingkat pengembalian dan indeks rates of return, indexation 16. Akumulasi investasi-modal investment-capital accumulation 17. Akumulasi hutang debt accumulation 18. Perluasan Fiskal fiscal extension Struktur produksi dari suatu industri ditampilkan dalam Gambar 6. Dalam setiap proses produksi, masing-masing industri dapat memproduksi beberapa komoditi. Industri menggunakan faktor produksi primer dan input antara. Setiap input antara dapat diperoleh baik dari pasar domestik maupun impor. Faktor primer yang digunakan adalah tenaga kerja, lahan dan modal. Penyederhanaan asumsi kunci model produksi ini dibuat dalam beberapa tahap multi-stage termasuk pemisahan input-output, struktur hirarki didasarkan pada fungsi produksi constant elasticities of substitution transformation kecuali untuk tahapan kombinasi barang-barang antara intermediate goods dan agregat faktor primer primary factors, yang menggunakan fungsi teknologi Leontief fixed proportions technology . Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai berikut: Finput,output = 0 dan dapat dituliskan kembali seperti: Ginput = X1TOT = Houtputs dimana X1TOT adalah sebuah indeks atau tingkat aktivitas industri. Dengan menggunakan asumsi separabilitas di dalam input-output atau separabilitas dalam fungsi transformasi, dapat diartikan bahwa kombinasi produksi dari produk- produk yang dihasilkan suatu industri tidak secara langsung dihubungan dengan kombinasi penggunaan input tertentu, tetapi hanya melalui indeks dari aktivitas industri Blackorby et al., 1978. Kemudian pada tingkat aktivitas industri tertentu, keputusan untuk menentukan kombinasi produk apa yang akan dihasilkan terpisah dari atau tidak tergantung pada keputusan dalam menentukan kombinasi input yang digunakan. Secara khusus, harga input tidak berpengaruh pada kombinasi output kecuali pada tingkat aktivitas industri. Demikian juga halnya dengan harga output tidak berpengaruh pada kombinasi input kecuali melalui pengaruhnya pada tingkat aktivitas industri. Jadi fungsi permintaan dan penawaran, pada tingkat aktivitas industri, hanya terdiri dari harga input atau harga produk, atau kedua-duanya. Kondisi ini merupakan penyederhanaan secara empiris. Sementara fungsi transformasi Houtputs diasumsikan hanya memiliki satu tahap, fungsi Ginputs ditentukan sebagai sebuah rumpun yang secara hirarki memiliki percabangan sampai pada tiga tahap. Hal ini merupakan pemisahan dan penyederhanaan lebih jauh dari fungsi permintaan. Secara khusus permintaan input pada setiap level tertentu dapat diekspresikan sebagai fungsi dari harga input dan tidak ekspresikan sebagai fungsi harga input pada level hirarkis yang lebih rendah. Pada Gambar 6 permintaan tenaga kerja untuk memproduksi input primer dapat dinyatakan sebagai fungsi dari harga tenaga kerja, lahan dan modal tanpa menjelaskan secara eksplisit harga dari setiap jenis pekerja tersebut. Produk yang dihasilkan industri dipasarkan ke pasar domestik dan ekspor. Alokasi produk secara optimal untuk penawaran domestik dan ekspor ditentukan oleh fungsi constant elasticity of transformation CET. Proses produksi pada tingkat perusahaan diasumsikan mengikuti fungsi produksi Leontief fixed proportions yang menunjukkan tidak memungkinkan terjadinya substitusi diantara input antara, faktor-faktor produksi primer dan biaya-biaya lainnya. Input antara berasal dari barang domestik dan impor, yang satu dengan lainnya diasumsikan dapat saling bersubstitusi secara terbatas mengikuti fungsi constant elasticity of substitution CES sebagaimana yang diasumsikan fungsi Armington. Permintaan perusahaan terhadap seluruh faktor primer juga diasumsikan mengikuti fungsi CES. Hal yang sama juga berlaku terhadap permintaan kelompok tenaga kerja. Asumsi ini juga memperlihatkan kemungkinan adanya substitusi terbatas baik antar seluruh input primer, maupun antar jenis-jenis input primer tenaga kerja. Pasar Lokal Barang C Barang 1 Domestik Barang 1 Impor Barang 1 Domestik Barang C Impor Barang C CET CES CES 1 2 σ c 2 σ i dom X 1 i dom c X i imp c X i imp X 1 1 1TOT X Pasar Ekspor Pasar Lokal Pasar Ekspor CET i TOT X1 CET OUT 1 σ Level Aktivitas Leontief Barang 1 s i X _ 1 Barang C s ci X _ Faktor Primer Biaya lain i OCT X1 CESS PRIM 1 σ Lahan Tenaga Keja Modal CES TK type 1 TK Type 2 1 1 i LAB X 2 1 i LAB X i LAB 1 σ i LND X1 o i LAB X _ 1 i CAP X1 Gambar 6. Struktur Produksi Penggunaan fungsi CES sangat lazim dilakukan di berbagai studi yang menerapkan model CGE. Dengan fungsi ini akan memberikan simplikasi empiris, karena kesederhanaan bentuk fungsinya. Fungsi produksi yang digunakan memiliki sifat constant elasticity of substitution CES yang hanya menggunakan tiga parameter yaitu skala, distribusi dan elastisitas. Fungsi CES secara umum dapat dirumuskan: [ ] g v g g x b bx A y 2 1 1 − − − − + = Dimana: y adalah output, A adalah parameter efisiensi, g adalah parameter substitusi, x 1 dan x 2 adalah input 1 dan input 2 dan σ adalah parameter elastisitas. Dari persamaan tersebut, Beattie and Taylor 1985 mengklasifikasikan tiga parameter yaitu: parameter skala v, parameter distribusi v+g dan parameter elastisitas g + = 1 1 σ . Homogenitas dari fungsi tersebut tergantung pada parameter skala. Ketergantungan antar industri ditentukan oleh parameter distribusi dan kesamaan elastisitas substitusi dalam komposisi faktor.

4.2.2.1. Permintaan Tenaga Kerja

Dari fungsi produksi di atas, permintaan terhadap tenaga kerja oleh suatu industri dapat diturunkan sebagai berikut: X1LABi_o = CES o εOCC X1LABio | X1LABi ; S1LABio 4.1 dimana: X1LABi_o = Permintaan tenaga kerja oleh industri i pada semua jenis pekerjaan CES o εOCC = Fungsi CES X1LABi = Elastisitas substitusi berdasarkan jenis pekerjaan di industri S1LABio = Nilai share berdasarkan jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayar oleh industri i Dengan menggunakan model rekursif dinamik dynamic recursive model, pada penelitian ini pertumbuhan tenaga kerja dianggap sebagai sumber pertumbuhan dari tahun ke tahun. Mengikuti model ORANIGRD Horridge, 2002, dimana model tersebut menggunakan upah riil dalam menyesuaikan terhadap tingkat tenaga kerja. Ketika tenaga kerja berhubungan secara negatif terhadap upah rill, dimana mekanisme tersebut menyebabkan tenaga kerja menyesuaikan arah tingkat trend, sampai harus mencapai tingkat tenaga kerja dalam kondisi keseimbangan. Adapun persamaan antara tenaga kerja pada periode yang akan datang terhadap periode tenaga kerja sebelumnya dapat dijelaskan menjadi : ∆V1LAB _io t V1LAB _io 0 = σ1LAB i [X1LAB i_o 0T1LAB i_o 0-1] + σ1LAB i ∆X1LAB i_o tT1LABt ∆V1LAB _io t V1LAB _io 0 - σ1LAB i [X1LAB i_o 0T1LAB0- 1] = σ1LAB i ∆X1LAB i_o tT1LABt X1LAB i_o t = T1LAB i_o ∆V1LAB _io t V1LAB _io 0 – σ1LAB i [X1LAB i_o 0T1LAB0- 1] + X1LAB i_o dimana: X1LAB i_o = tenaga kerja aktual actual employment T1LAB i_o = trend tenaga kerja trend employment V1LAB _io = upah riil real wage

4.2.2.2. Permintaan Input Primer

Permintaan akan masing-masing faktor diturunkan dari total permintaan seluruh faktor yang dipakai dalam suatu industri X1PRIMi dan dipengaruhi oleh :harga relatif suatu faktor. Total permintaan seluruh faktor di diperoleh dengan         σ = i i o _ i i i i i o _ i i LND 1 S ; CAP 1 S ; LAB 1 S ; PRIM 1 LND 1 A LND 1 X , CAP 1 A CAP 1 X , LAB 1 A X1LAB CES PRIM 1 X i_o 4.2 cara minimisasi total biaya faktor. Dengan formulasi ini perubahan harga relatif akan mempengaruhi komposisi penggunaan seluruh faktor, dimana faktor yang lebih murah akan dipakai lebih banyak. Turunnya tingkat suku bunga, akan menyebabkan penggunaan modal secara intensif sehingga industri menjadi bersifat lebih capital intensive. Dimana persamaan permintaan input primer adalah sebagai berikut: dimana : X1PRIM i = Permintaan input primer oleh industri i X1CAP i = Permintaan capital industri i X1LND i = Permintaan lahan industri i A1LAB i_o = Produktivitas tenaga kerja industri i semua jenis pekerjaan A1CAPi i = Produktivitas kapital industri i A1LND i = Produktivitas lahan industri i σ1PRIM i = Elastisitas substitusi antar faktor primer ndustri i S1LAB i_o = Nilai pangsa pada semua jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayarkan oleh industri i S1CAP i = Nilai pangsa kapital industri i S1LND i = Nilai pangsa lahan industri i

4.2.2.3. Permintaan Input Antara

Dalam model ini diasumsi mengikuti fungsi Armington 1969, bahwa impor sebagai subtitusi tidak sempurna bagi komoditi domestik. Dengan demikian, penurunan harga impor akan memperbesar permintaan impor dan menurunkan permintaan barang domestik. Akan tetapi, tidak seluruh komoditi domestik dapat digantikan oleh impor. Dalam pemakaian input antara, suatu industri melakukan minimasi biaya total berdasarkan fungsi produksi CES, sehingga persamaan permintaan input antara dapat dirumuskan sebagai berikut:       = ∈ csi c csi SRC s S A CES 1 ; 1 1 σ csi ci_s X1 X1 ; c ∈COM,i ∈IND 4.3 dimana: X1 ci_s = Permintaan input antara pada setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber X1 csi = Permintaan input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber A1 csi = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber σ1 c = Elastisitas substitusi input antara berdasarkan komoditi S1 csi = Nilai pangsa input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber Permintaan terhadap input yang bersumber dari domestik atau impor tergantung pada kuantitas komoditi komposit dan harga relatif input dari kedua sumber tersebut.

4.2.2.4. Permintaan Komposit Input Antara dan Komposit Faktor Primer

Dari sisi input, komposit komoditi, komposit faktor primer dan faktor yang termasuk kategori biaya lain-lain digabungkan ke dalam suatu fungsi produksi Leontief untuk menentukan tingkat produksi dari suatu industri. Fungsi permintaan terhadap input primer gabungan dan input antara adalah: IND i A1OCT X1OCT , A1PRIM X1PRIM , A1 X1 MIN MIN A1TOT 1 X1TOT i i i i ci_s ci_s COM c i i ∈                 = ∈ 4.4 dimana: X1TOT i = Permintaan input gabungan industri i A1TOT i = Produktivitas input gabungan industri i A1 ci_s = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber A1PRIM i = Produktivitas input primer industri i X1OCT i = Permintaan input biaya lain industri i A1OCT i = Produktivitas input industri i Berdasarkan formula ini, permintaan terhadap seluruh input bersifat proporsional terhadap tingkat produksi. Persentase perubahan permintaan input akan sama dengan laju perubahan output, kecuali terjadi perubahan teknologi. Rasio yang menentukan kombinasi input merupakan parameter dari fungsi produksi Leontief. Bersama-sama harga input, rasio ini menentukan pangsa biaya dari suatu kegiatan produksi.

4.2.2.5. Komposit Output dari Suatu Industri

Komposisi komoditi yang diproduksi oleh suatu industri ditentukan berdasarkan prinsip maksimisasi penerimaan untuk setiap tingkat produksi dengan menggunakan fungsi produksi teknologi CES: _ ; 1 1 ci i ci COM c i MAKE S OUT Q CET X1TOT σ ∈ = 4.5 dimana: X1TOT i = Komposit output industri i σ1OUT i = Elastisitas transformasi pada industri i S_MAKE ci = Pangsa produksi total komoditi c pada industri i Dari fungsi maksimisasi tersebut, transformasi akan mengarah ke komoditas yang disukai jika harganya meningkat relatif terhadap harga rata-rata. Persamaan penawaran komoditas tergantung pada tingkat aktivitas industri. Harga rata-rata yang diterima oleh suatu industri dari berbagai komoditas yang dihasilkannya merupakan pangsa penerimaan rata-rata tertimbang dari harga individu.

4.2.2.6. Permintaan Barang Investasi

Pembentukan investasi dan barang modal ditampilkan dalam Gambar 7. Sebagaimana halnya barang konsumsi, proses pembentukan barang modal terjadi secara bertingkat multi-stage, dengan mengikuti karekterisasi fungsi CES pada tingkat awal dan fungsi Leontief pada tingkatan yang lebih tinggi. Gambar 7. Struktur Pembentukan Investasi dan Barang Modal Sumber: Oktaviani, 2000 Barang 1 Barang C Barang Dometik 1 X2 1domi Barang Impor 2 X2 1impi Barang Domestik C X2 cdomi Barang Impor C X2 cimpi CES σ2 1 CES σ2 c Barang Kapital Leonti ef Dalam proses pembentukan modal diasumsikan bahwa barang-barang modal dapat dihasilkan tanpa menggunakan faktor primer. Pada tingkat yang lebih rendah, total biaya untuk mengkombinasikan barang impor dan domestik ditentukan berdasarkan minimisasi biaya mengikuti fungsi produksi CES, yaitu: IND i COM c S A X CES X csi c csi csi SRC s ci_s ∈ ∈ = ∈ , 1 ; 1 1 1 2 σ 4.6 dimana: X2 ci_s = Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber X2 csi = Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber A2 csi = Produktivitas barang kapital setiap komoditi, setiap industri pada setiap sumber σ2 c = Elastisitas Armington pada setiap komoditi S2 csi = Pangsa nilai kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber Pada tahap berikutnya, yang merupakan level atas, total biaya komposit komoditi dilakukan minimisasi biaya untuk menghasilkan barang modal tertentu dengan mengikuti fungsi Leontief yang dirumuskan sebagai berikut: IND i A X MIN TOT A X2TOT s c s ci COM c i ∈         = ∈ , 2 2 2 1 _ 1 _ 1 4.7 dimana: X2TOT i = Permintaan total barang kapital pada industri i A2TOT i = Produktivitas total barang kapital pada industri i

4.2.2.7. Permintaan Rumahtangga

Dengan mengacu pada teori Neoklasik, sektor rumahtangga diasumsikan penerima harga dan mengkonsumsi komoditi untuk memaksimumkan fungsi utilitasnya dengan kendala pengeluaran agregat. Dalam model INDOF rumah tangga diklasifikasikan hanya satu rumahtangga, hal ini disebabkan karena model INDOF tidak melihat bagaimana dampak liberalisasi perdagangan APEC terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan. Karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat distribusi pendapatan dan kemiskinan dalam kelompok rumahtangga, maka model INDOF dimodifikasi dengan membuat klasifikasi rumahtangga menjadi delapan kelompok rumahtangga berdasarkan kelompok rumahtangga di SNSE 2003. Disagregasi rumahtangga menjadi penting karena penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Utillitas Rumah Tangga Barang C Barang 1 Domestik Barang 1 Domestik Barang 2 Domestik Barang C Impor BarangC Stone Geary CES CES 1 3 σ c 3 σ 1 3 dom X 3 dom c X 3 imp c X 1 3 imp X s X _ 1 3 s c X _ 3 Gambar 8. Spesifikasi Konsumsi Rumahtangga Sumber: Silva dan Horridge, 1999 Untuk tetap mempertahankan aturan model INDOF, maka fungsi utilitas konsumen di cabangkan dalam dua tingkatan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 8. Rumahtangga sebagai konsumen diasumiskan memaksimumkan kepuasan utility. Pada tingkatan yang paling tinggi, konsumen memilih antara berbagai komoditi yang akan dikonsumsi berdasarkan fungsi linear expenditure system LES. Sedangkan pada level ke dua, konsumen mengkombinasikan barang-barang dari sumber yang berbeda domestik dan impor melalui mekanisme CES. Pada LES diasumsikan bahwa pengeluaran untuk barang i merupakan fungsi linear dari pendapatan dan harga barang. Sistem persamaan tersebut diturunkan dari fungsi utilitas agreggat Stone-Geary adalah: TOTALUTILITY = Pc X3LUXc S3LUXc 4.8 dimana: TOTALUTILITY = Utilitas sektor rumah tangga X3LUXc = Komposit konsumsi barang “mewah” aggregate dari komposit komoditi c yaitu kombinasi CES barang domestik dan impor Dengan bentuk fungsi seperti ini, utilitas hanya diperoleh dari tambahan mengkonsumsi barang-barang di atas tingkat subsisten. Jumlah konsumsi barang mewah dapat dirumuskan sebagai berikut: X3LUXc = X3c_s - X3SUBc 4.9 dimana: X3LUXc = Aggregate dari konsumsi barang mewah X3c_s = Konsumsi agregat barang c dan X3SUBc = Tingkat konsumsi subsisten barang c Dalam suatu perekonomian tingkat konsumsi subsisten barang c ditentukan dengan X3SUB c = Q A3SUB c . 4.10 Dimana A3SUB c adalah tingkat subsisten individu rumahtangga untuk komoditi. Secara potensial dapat dijadikan sebagai endogen, secara normal hal tersebut di set sebagai eksogen sama seperti Q. Adapun utilitas untuk masing-masing rumahtangga dirumuskan sebagai berikut: UTILITY = TOTALUTILITY Q = IQ Pc X3LUXc S3LUXc 4.11 Fungsi permintaan barang mewah yang diperoleh dengan memaksimumkan utility merupakan pengeluaran barang mewah terhadap barang tertentu yang besarnya proporsional terhadap pengeluaran barang mewah seluruh barang. Artinya elastisitas pengeluaran barang mewah untuk konsumsi setiap barang sama dengan satu. Pangsa pengeluaran bagi setiap barang ditentukan berdasarkan formula: P3 C_S X3LUX C = Pc X3LUXc V3LUX _C 4.12 Dimana V3LUX_c adalah pengeluaran total atas konsumsi untuk semua barang mewah. Dengan menyusun kembali persamaan-persamaan yang relevan di atas maka akan diperoleh: X3 c_s = X3LUX c + X3SUB c 4.13

4.2.2.8. Ekspor dan Permintaan Akhir Lainnya

Dalam model ini ekpor dibagi menjadi dua kategori yaitu tradisional dan non-tradisional sehingga spesifikasi fungsi bagi masing-masing grup dapat dibuat berbeda. Ekspor diasumsikan dipengaruhi oleh perubahan harganya, sehingga fungsi permintaannya dirumuskan sebagai berikut: X4c = F4Q c [P4cPHI P4c] EXP_ELASTc 4.14 dimana: X4c = Volume ekspor tradisional berdasarkan komoditi P4c = Harga komoditi Rupiah PHI = Nilai tukar Rupiah per dollar US EXP_ELASTc = Elastisitas ekspor berdasarkan komoditi F4c = Demand shifter Sedangkan untuk kelompok ekspor non tradisional, volume ekspornya ditentukan dengan formula: X4c = S4Q_”NTRAD” X4_”NTRAD” 4.15 dimana: X4c = Volume ekspor non-tradisional berdasarkan komoditi S4Q_”NTRAD” = Rasio ekspor komoditi c terhadap total ekspor non- tradisional X4_”NTRAD” = Volume ekspor seluruh komoditi non tradisional

4.2.2.9. Permintaan Barang Margin

Penggunaan komoditi atau barang baik oleh produsen maupun konsumen pada umumnya memerlukan pelayanan jasa selanjutnya. Jenis jasa lanjutan ini merupakan input tambahan yang belum tercakup dalam proses permintaan atau produksi CES, LES dan Leontief. Jenis jasa ini disebut barang margin dan contohnya adalah transportasi dan telekomunikasi. Jumlah barang margin yang digunakan diasumsikan proporsional terhadap arus komoditi pada tingkat proses produksi dan konsumsi. Sebagai contoh, permintaan barang m sebagai margin dalam memfasilitasi industri i menggunakan barang c yang berasal dari sumber s dirumuskan sebagai beriktu: X1MARcsim = A1MARcsim X1csi 4.16 dimana: X1MARcsim = Permintaan barang margin setiap komoditi, setiap sumber komoditi, pada setiap industri dan setiap margin A1MARcsim = Produktivitas barang margin setiap komoditi, setiap sumber, setiap industri dan setiap margin Meskipun A1MARcsim adalah konstanta, ratio yang berlaku di masing-masing industri adalah berbeda, tergantung dari data dasar yang digunakan. Dalam simulasi, dapat pula ditambahkan variable demand shifter.

4.2.2.10. Harga Barang di Tingkat Pembeli

Suatu komoditi margin dapat dimasukkan ke dalam produksi barang lain baik sebagai barang antara maupun sebagai suatu margin. Input margin menimbulkan biaya yang harus dibayar oleh pengguna. Biaya tersebut akan meningkatkan harga ditingkat produsen sumber komoditas berbeda dengan harga tingkat pengguna. Harga ditingkat pengguna akhir disebut sebagai harga pembeli purchaser price. Untuk komoditi domestik harga ditingkat pembeli merupakan penjumlahan dari “harga dasar” komoditi dengan biaya margin dan pajak. Harga barang ditingkat pembeli dirumuskan: P1SELci_s = P1BASICci_s + CSTMRGci_s + TAXci_s 4.17 dimana: P1SELci_s = Harga di tingkat pembeli pada semua komoditi P1BASICci_s = Harga dasar pada semua komoditi CSTMRGci_s = Biaya margin TAXci_s = Pajak bersih Sedangkan harga impor dalam mata uang Indonesia dihitung dengan menggunakan formula berikut ini: P0IMP csi = PF0CIF c PHI T0IMP c 4.18 Dimana: POIMP csi adalah harga impor setelah bea masuk, PF0CIF c adalah bea masuk, PHI adalah kurs dan T0IMP adalah total impor.

4.2.2.11. Keseimbangan Market Clearing

Model INDOF memerlukan ratusan kondisi keseimbangan pasar yang memuat relasi harga dan jumlah komoditi, faktor dan input antara. Pada prinsipnya, kondisi keseimbangan merupakan titik pertemuan antara penawaran dan permintaan untuk komoditi. Karena jumlah persamaannya relatif begitu besar, maka dalam hal ini yang ditampilkan hanya salah satu contoh keseimbangan. Sebagai contoh kondisi keseimbangan kuantitas suatu faktor secara agregat dapat dirumuskan sebagai berikut: ∑ ∈ = IND i i i i i fac x FAC V FAC V fac x 1 1 1 1 1 _ _ 4.19 dimana: V1FAC_i = Total pembayaran atas faktor V1FACi = Pembayaran atas faktor oleh industri i

4.2.2.12. Pajak Tak Langsung

Pajak tidak langsung dalam penelitian adalah pajak penjualan yang dinyatakan dalam bentuk ad-valorem tax dan masing-masing jenis komoditi yang dibedakan atas sumber dan jenis penggunaannya memiliki tingkat pajak yang berbeda-beda. Bentuk umum nilai pajak dari suatu komoditi yang diproduksi secara domestik dapat dirumuskan sebagai berikut: T1csi = F0TAXc_s F1TAX_csi 4.20 dimana: T1csi = Nilai pajak dari suatu komoditas yang diproduksi oleh produsen domestik F0TAXc_s dan F1TAX_csi = Variabel shifter Dari sini, penerimaan pajak dirumuskan sebagai: Tax revenue = Tax rate Value of product before tax = Power of tax - 1 Value of product before tax 4.21

4.2.2.13. GDP dari Sisi Pendapatan dan Pengeluaran

Komponen dasar dari model CGE berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh oleh pemilik faktor produksi dengan pengeluaran pemilik faktor produksi. Oleh karena itu GDP dari sisi pengeluaran harus sama dengan GDP dari sisi penerimaan. Persamaan-persamaan nilai tambah atau dari sisi penerimaan mencakup total pembayaran berbagai macam input, nilai biaya lainnya dan penerimaan total dari pajak komoditas dan GDP secara agregat. GDP dari sisi pengeluaran mencatat pembayaran agregat yang dilakukan oleh berbagai kelompok permintaan akhir, yaitu investasi total, konsumsi, ekspor bersih, permintaan lainnya others demands dan inventori, semua persamaan tersebut dalam bentuk perubahan persentase. GDP nominal dinyatakan berdasarkan sisi pendapatan adalah: GDP nominal = Pendapatan dari lahan + Pendapatan dari kapital + Pendapatan dari tenaga kerja + Pendapatan impor lain + Pendapatan dari pajak tidak langsung 4.22 Sedangkan GDP nominal berdasarkan sisi pengeluaran adalah : GDP nominal = Konsumsi rumah tangga + investasi + pengeluaran pemerintah + net ekspor ekspor – impor 4.23

4.2.2.14. Neraca Perdagangan dan Aggregat Lainnya

Setiap kebijakan pemerintah mempunyai dampak terhadap neraca perdagangan balance of trade dan term of trade. Persamaan term of trade dirumuskan sebagai berikut: P0TOFT = P4TOT P0CIF_c 4.24 dimana; P0TOFT = Terms of Trade P4TOT = Harga komoditi domestik P0CIF_c = Harga CIF semua komoditi Sedangkan balance of trade dalam mata uang domestik dirumuskan sebagai berikut: BAlTRD = V4TOT –V0CIF_c 4.25 dimana: BAlTRD = Balance of trade V4TOT = Nilai ekspor total V0CIF_c = Nilai impor total Sedangkan untuk mengekspresikan balance of trade relative terhadap gross domestic product, V0GDPEXP, ditentukan dengan persamaan: BAlTRDV0GDPEXP=V4TOTV0GDPEXP–V0CIF_cV0GDPEXP 4.26 dimana: V0GDPEXP = GDP dari sisi pengeluaran

4.2.2.15. Tingkat Pengembalian Modal

Dalam model ini modal dibedakan dengan input lainnya, karena modal memiliki dua sifat, yaitu dapat diproduksi dan dapat juga dihabiskan. Untuk menambah atau menggantikan modal yang ada P2TOTi dihubungkan dengan harga modal yang digunakan P1CAPi dan berdasarkan kesediaan investor untuk berinvestasi. Blok ini menggambarkan tingkat pengembalian modal, yang menghubungkan harga modal di sisi permintaan dan penawaran, dan termasuk suatu persamaan khusus pada suatu kondisi keseimbangan di tingkat pengembalian penciptaan modal. Syarat investasi model INDOF adalah relatif sederhana, dimana semua industri tertentu, semakin tinggi persediaan stok modal relatif terhadap stok modal agregrat, maka semakin tinggi juga tingkat pengembalian modal bersih pada pembentukan modal baru. Model tersebut lebih lanjut mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian modal secara relatif berhubungan dengan tingkat stok modal industri dengan elastisitas yang diasumsikan tetap, yaitu: R1CAPi R1CAP_i = F1RETi X1CAPi X1CAP_i BETA_Ri 4.27 X1CAPFi = X1CAPi 1 - DEPRATi + X2TOTi 4.28 dimana: R1CAP i = Net rate of return of capital pada industri i X1CAPF i = Tingkat pengembalian periode yang akan datang industri i BETA_R i = Bernilai positif dan dapat berbeda antar industri F1RETi = Proporsi input. Stok kapital untuk waktu yang akan datang ditentukan oleh stok kapital pada periode sekarang dan tingkat investasi seperti dituliskan pada persamaan 4.28.

4.2.2.16. Persamaan Akumulasi Investasi-Kapital

Dalam suatu proses dinamik, tingkat kapital stok merupakan faktor yang sangat penting. Berbeda dengan model keseimbangan umum statis yang mengasumsikan kapital tetap, dalam model keseimbangan dinamik permintaan dan penawaran kapital mengalami perubahan. Perubahan kapital stok memberikan implikasi yang penting terhadap pendapatan, alokasi sumberdaya dan kebijakan pemerintah Francois, et. al, 1996. Dengan demikian pada model keseimbangan dinamik proses akumulasi kapital perlu dimasukan ke dalam model berdasarkan pendekatan sequential, dimana tingkat stok kapital antar periode selalu mengalami perubahan. Tingkat stok kapital periode yang akan datang t+1 pada suatu proses produksi periode t+1 sama dengan tingkat depresiasi dari kapital stok tersebut dikalikan dengan stok kapital dan investasi pada periode sebelumnya. Adapun persamaan akumulasi kapital dirumuskan sebagai berikut : 1 1 2 1 1 1 − − + − = t t t TOT X CAP X DEP CAP X 4.29 di mana DEP adalah tingkat depresiasi X1CAP adalah stok kapital agregat dan X2TOT adalah besarnya investasi pada periode sebelumnya. Stok kapital pada periode sekarang tidak hanya dipengaruhi oleh stok kapital pada periode satu tahun sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh stok kapital pada periode-periode sebelumnya t-2, t-3, t-n. Berdasarkan kondisi tersebut maka persamaan di atas dapat dibuat ke dalam bentuk umum Beghin, 1996 dalam Oktaviani, 2000 menjadi persamaan berikut : 1 2 2 2 2 1 1 1 1 − − − +       + − − = t t t t TOT X TOT X CAP X DEP DEP CAP X ∑ = − − − − + − = n j j t j n t n t TOT X DEP CAP X DEP CAP X 1 1 2 1 1 1 1 4.30 Dalam standar model keseimbangan umum, model CGE tidak memiliki persamaan yang menghubungkan secara langsung investasi dengan stok kapital. Dengan hanya berdasarkan pada kondisi tingkat pertumbuhan atau sebaliknya hanya menekankan pada kondisi keseimbangan tingkat pengembalian modal, akan menyebabkan investasi dan stok kapital tidak akan pernah saling berhubungan. Dalam hal ini, maka model yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan model standar lainnya, dimana pada model ini sudah mencakup persamaan yang menghubungkan secara langsung stok kapital pada periode 0 terhadap stok kapital periode yang akan datang. Model ini juga telah memasukan hubungan langsung antara investasi dan stok kapital pada periode T. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: X1CAPi - X1CAP0i =[ X1CAP0i DEPRATiT - 1 + X2TOT0i N] delFudge+X2TOTi - X2TOT0iM]F_ACCUM 4.31 dimana: X1CAPi = Pembentukan kapital pada masa sekarang X1CAP0i = Pembentukan kapital periode awal DEPRATiT = Depresiasi X2TOT0i = Investasi pada periode awal Angka “0” dalam persamaan menunjukkan bahwa variabel tersebut nilainya dapat diaplikasikan secara langsung sebelum periode waktu sekarang. Khusus pada persamaan tersebut dimasukkan sebuah variabel delFudge. Hal ini bukan bagian dari model ekonomi tetapi suatu bagian pemecahan prosedural, dimana nilainya diberikan sebuah konstan di luar persamaannya. Variabel delFudge yang ditetapkan bernilai 1, bertujuan untuk menghubungkan waktu sekarang dengan periode waktu mendatang dimana data tidak ada. Keseimbangan ekonomi berpindah dari keseimbangan ekonomi periode sekarang ke satu periode mendatang. Jika delFudge = 0, nilainya tidak memiliki pengaruh.

4.2.2.17. Persamaan Akumulasi Hutang Luar Negeri

Di dalam ini, persamaan akumulasi hutang luar negeri mengikuti persamaan yang terdapat dalam model INDOF. Pada model ini perlakuan terhadap akumulasi hutang luar negeri sama dengan perlakuan terhadap akumulasi kapital. Pada periode 0 sampai ke T, defisit perdagangan tahunan secara implisit diasumsikan berubah secara linier dari periode awal hingga akhir periode T. Tingkat pembayaran hutang dihubungkan dengan akumulasi keseimbangan dari defisit perdagangan dengan tingkat suku bunga dunia. Pembayaran hutang, defisit perdagangan dan suku bunga yang dibayarkan diukur pada periode dasar dalam satuan mata uang asing. Dalam hal ini neraca perdagangan didefinisikan sebagai berikut: BT = V0CIF_c - V4TOT P_GLOBAL 4.32 Dimana P_GLOBAL adalah nilai tukar ‘000 Rupiah US antar periode T diukur dalam nilai domestik dengan periode dasar yang diukur dalam satuan US dollar. Sedangkan hubungan antara akumulasi hutang terhadap GDP, setelah dikonversi keduanya secara agregat ke dalam mata uang yang sama akan menjadi: DEBT_RATIO = DEBT P_GLOBAL V0GDPEXP 4.33 Dimana DEBT_RATIO adalah rasio hutang terhadap GDP, DEBT adalah hutang luar negeri riil, P_GLOBAL adalah nilai tukar dan V0GDPEXP adalah GDP nominal dari sisi pengeluaran.

4.2.2.18. Perluasan Fiskal

Persamaan fiskal merupakan salah satu blok persamaan tambahan yang diadopsi dari model WAYANG. Persamaan fiskal dalam hal ini mencakup dua sisi yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Dilihat dari sisi penerimaan, total penerimaan pemerintah berasal dari penerimaan pajak tidak langsung, pajak pendapatan personal terhadap seluruh faktor rumah tangga, transfer luar negeri kepada pemerintah dan transfer rumah tangga kepada pemerintah. Dari sisi penerimaan persamaan total penerimaan pemerintah diformulasikan sebagai berikut: GOVTREV = VOTAX_csi + ∑ = + 8 1 _ h recp F TRANSFER HHTAX V + ∑ = 8 1 _ h recp H TRANSFER 4.34 Dimana GOVTREV adalah total peneriman pemerintah, V0TAX_csi adalah total penerimaan pajak tidak langsung, V0HHTAX adalah pajak pendapatan personal terhadap seluruh faktor rumahtangga. TRANSFER_Frecp adalah transfer luar negeri ke pemerintah dan TRANSFER_Hrecp adalah transfer rumahtangga ke pemerintah. Dari sisi pengeluaran, total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan permintaan pemerintah, pengeluaran investasi pemerintah, transfer pemerintah ke luar negeri dan transfer pemerintah ke rumah tangga. Transfer pemerintah ke rumah tangga di perlakukan sebagai eksogen, karena penelitian ingin mengetahui dampak tranfer pendapatan pemerintah kepada kelompok rumahtangga terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. Dari sisi pengeluaran, total pengeluaran pemerintah diformulasikan sebagai berikut: GOVTEXP = V5TOT + ∑ = + 8 1 exp _ _ 2 h end F TRANSFER G TOT V + ∑ = 8 1 exp _ h end H TRANSFER 4.35 Dimana GOVTEXP adalah total pengeluaran pemerintah, V5TOT adalah nilai total permintaan pemerintah, V2TOT_G adalah total pendanaan pemerintah untuk menciptakan modal publik. TRANSFER_Fexpend adalah transfer pemerintah ke luar negeri dan TRANSFER_Hexpend adalah transfer pemerintah ke kelompok rumahtangga. Persamaan terakhir pada blok perluasan fiskal adalah defisit anggaran pemerintah yang ditunjukkan oleh selisih antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah, yaitu: DELBUDGET = GOVEXP – GOVTREV 4.36 Dimana DELBUDGET adalah defisit anggaran pemerintah, GOVEXP adalah total pengeluaran pemerintah dan GOVTREV adalah total penerimaan pemerintah.

4.3. Ukuran Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan