Pendanaan pendidikan yang bersumber dari peran serta masyarakat diatur dalam Keputusan Mendiknns No. 056U2001 tentang Pedoman Pembiayaan
Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Pasal 6 Keputusan mi menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di sekolah selain dibiayai APBD dapat
dilakukan melalui pemberdayaan peran serta masyarakat, orangtua, dan sumber lainnya. Dalam hal ini prinsip yang harus diperhatikan adalah asas musyawarah,
mufakat, keadilan, transparansi, akuntabilitas, kemampuan masyarakat, dan ketentuan lain yang berlaku.
Pada dua dekade terakhir ini ada kesan bahwa kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pembangunan pendidikan dasar cenderung melemah.
Keadaan ini diperburuk oleh kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kebijakan pemerintah di masa Orde Baru cenderung menjadikan masyarakat
sebagai penerima berbagai program bantuan pemerintah tanpa melibatkan mereka dalam pelaksanaan program. Hal ini misalnya, terjadi pada pelaksanaan program
Instruksi Presiden lnpres, terutama Inpres Pembangunan SD. Dalam perkembangannya dampak kebijakan ini membuat masyarakat tidak saja menjadi
tergantung pada bantuan pemerintah dan kehilangan semangat berswadaya, tetapi juga kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap pembangunan SD.
Pengalaman ini menjadi hambatan tersendiri bagi usaha untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan dasar.
2.10. Studi Terdahulu
Paula, et. all 1999, dalam studinya yang berjudul Economic Growth with Endogenous Human Capital and Income Inequality, menjelaskan secara langsung
dan tidak langsung pengaruh distribusi pendapatan, human capital yang diproksi dengan tingkat pendidikan, distribusi lahan dan faktor-faktor lain terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan eknometrika dan data diperoleh dari 41 negara. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa
konsentrasi pendapatan akan menurunkan pertumbuhan. Sedangkan konsentrasi kepemilikan lahan menurunkan human capital dan meningkatkan ketimpangan
pendapatan, yang selanjutnya akan menghambat tingkat pertumbuhan. Penelitian yang dilakukan Yudoyono 2004, yang menunjukkan bahwa
kemiskinan di daerah pedesaan dipengaruhi secara nyata oleh pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi, upah, dan dummy
reformasi. Sedangkan di daerah perkotaan, kemiskinan dipengaruhi oleh pengeluaran infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dummy reformasi dan dummy
desentralisasi. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa pegeluaran pemerintah merupakan suatu kebijakan jangka pendek yang potensial terutama dalam
mengurangi kemiskinan. Decaluwé, et al, 1999, melakukan penelitian tentang kemiskinan di
dalam kerangka model ekonomi keseimbangan umum. Tujuan dari studi ini adalah untuk menampilkan bagaimana model SAM dan CGE dapat menganalisis
dan melakukan isu yang berhubungan dengan kemiskinan dan distribusi pendapatan.
Tulisan ini dibagi dalam dua bagian besar, yang pertama dengan menjelaskan model SAM dan kemudian mengkalibrasikan model CGE ke dalam
perekonomian Afrika. Dalam studinya, poverty line diperlakukan sebagai endogen antara kelompok rumah tangga, sedangkan distribusi pendapatan dilihat dengan
menggunakan beta distribution functions. Dengan spesifikasi ini, poverty line akan berubah mengikuti variasi di dalam harga relatif. Sehingga garis kemiskinan
dan distribusi yang baru akan ditemukan. Untuk melihat tingkat kemiskinan tahun dasar yang dibandingkan dengan nilai ex-post dengan menggunakan Foster, Greer
dan Thorbecke’s. Klasifkasi pengukuran P
α
digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan rumah tangga. Dengan mempertimbangkan dua skenario simulasi,
yaitu, pertama adalah penurunan 30 persen harga dunia dari negara pengekspor dan yang kedua adalah pengurangan 50 persen tarif impor.
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa penurunan harga dunia di negara- negara pengekspor, menghasilkan tetesan di dalam seluruh pendapatan rumah
tangga dan menurunkan kemiskinan. Lebih lanjut disebutkan bahwa liberalisasi perdagangan secara sepihak mempunyai konsekwensi negatif terhadap semua
pendapatan rumah tangga. Damuri and Perdana 2003, melakukan penelitian dengan mencari nilai
secara kuantitatif pengukuran dampak kebijakan fiskal terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan model CGE
WAYANG untuk Perekonomian Indonesia. Hasil yang diperoleh ditemukan bahwa skenario untuk ekspansi fiskal secara signifikan mempengaruhi distribusi
pendapatan dan kemiskinan. Ekspansi fiskal terutama bermanfaat bagi rumah tangga perkotaan dan rumah tangga pedesaan non-labour, umumnya terhadap
segmen masyarakat yang paling kaya. Hal ini disebabkan karena, pertama, faktor- faktor produksi yang dimiliki oleh segmen ini membuat mereka menuai paling
banyak memperoleh keuntungan dari ekspansi fiskal tersebut. Kedua, rumah tangga ini paling sedikit terpengaruh oleh peningkatan harga dalam kaitan dengan
struktur konsumsi mereka. Yang terakhir, ditemukan bahwa, dalam terminologi riil, sistem perpajakan Indonesia beban pajak rumah tangga orang miskin lebih
besar dari pada orang-orang kaya. Calderon and Serven 2004 dalam studinya ingin menunjukkan dampak
pengembangan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Studi ini menggunakan sampel data dari 121 negara-negara pada
periode 1960-2000. Hasilnya menyimpulkan bahwa: pertama, pembangunan infrastruktur yang sesuai memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan
ekonomi jangka panjang. Kedua, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang buruk berdampak negatif pada pemerataan equality pendapatan. Hasil ini signifikan
tidak hanya secara statistik tapi juga ekonomi. Contohnya hampir semua negara Amerika Latin yang memperbaiki infrastruktur dengan mempertimbangkan
kualitas dan kuantitas dalam jangka panjang mengalami pertumbuhan antara 1,1 sampai 4,8 persen per tahun.
Arndt et al. 1998 melakukan studi yang menyajikan pengukuran secara kuantitatif tentang keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor
pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Meode yang digunakan didasarkan pada analisis computable general equilibrium CGE model
untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikutsertakan pemilahan biaya
pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian diagregasi ke dalam 8 subsektor. Permintaan rumahtangga dibedakan menjadi
permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi produk rumahtangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi
bukan harga pasar. Mereka menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk perekonomian Mozambique,
karena akan memberikan keuntungan potensial cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada dalam lingkungan yang tidak
kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup signifikan. Penurunan ini
akan mentransmisikan keuntungan dari faktor pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata membawa keuntungan bagi
rumahtangga perdesaan karena tersedianya pangan yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya konsumsi rumahtangga.
Studi tentang strategi pembangunan industri yang lebih kompleks dilakukan Bautista et al. 1999, mengukur pengaruh dari tiga alternatif
pembangunan industri terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis multiplier SAM dan CGE. Tiga alternatif industri yang dimaksudkan
adalah agricultural demand-led industry ADLI, industri berbasis permintaan sektor pertanian food processing-based industry FPB, industri berbasis
pengolahan pangan, dan light manufacturing-based industry LMB, industri berbasis manufaktur ringan. Analisis menggunakan data SAM Indonesia tahun
1995 ini lebih difokuskan dari sisi permintaan. Model SAM yang dibentuk terdiri dari 17 sektor produksi, 6 faktor produksi, 7 kelompok pendapatan rumahtangga,
3 neraca pemerintahan dan 1 neraca masing-masing untuk perusahaan, modal dan rest of the world ROW. Analisis yang dilakukan meliputi: Pertama, analisis
multiplier yang menghitung pengaruh multiplier langsung dan tidak langsung akibat adanya injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang
mendorong strategi pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Dalam hal ini, multiplier pendapatan yang diperoleh akan menunjukkan dampak keterkaitan
ekonomi pada sektor-sektor produksi, dengan asumsi bahwa tidak ada kendala dalam penawaran.
Multiplier pendapatan yang dihitung juga selalu dihubungkan dengan kelompok-kelompok rumahtangga yang berbeda, dengan maksud untuk
menggambarkan adanya hubungan antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, mengukur tingkat pemerataan pendapatan dengan membandingkan perubahan
pendapatan pada berbagai kelompok rumahtangga menurut strategi ADLI, FPB dan LMB, dengan pusat perhatian pada kelompok farm worker tenaga kerja
pertanian, small farm usahatani kecil, nonfarm low-income rumahtangga pertanian berpendapatan rendah, dan urban low-income rumahtangga perkotaan
berpendapaan rendah. Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. 1999 dapat disimpulkan
bahwa pembangunan industri yang berorientasi pada komoditas pertanian lebih tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia
dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan
GDP lebih besar dampaknya terhadap perubahan pendapatan kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di
sektor non pertanian. Abimanyu, 2000 mencoba untuk mengkaji isu ketergantungan
liberalisasi perdagangan, aktivitas produksi sektor pertanian dan polusi lingkungan serta mengevaluasi dampak kebijakan atas pengembangan sektor
industri di Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan keseimbangan umum dengan mengembangkan model INDORANI. Masalah pokok yang dianalisis
dalam simulasi adalah masalah ekonomi, sosial, dan implikasinya terhadap lingkungan. Skenario yang dilakukan adalah pertama, penurunan tarif impor input
yang terkait dengan sektor pertanian; kedua, peningkatan subsidi pupuk; dan ketiga, kombinasi pengurangan tarif impor dan peningkatan transfer pemerintah
ke petani miskin. Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk memproyeksikan pengaruh jangka pendek comparative-static karena ini menjadi
tujuan untuk mencapai pemulihan ekonomi. Konsep short-term comparative- static closures yang digunakan untuk simulasi sebagai berikut: 1 Kapital stock
tetap pada setiap industri; 2 pasar tenaga kerja untuk semua kategori tenaga kerja, atau upah riil tetap dan exogenous; 3 agregat investasi swasta dan pengeluran
pemerintah ditentukan sebagai eksogen; 4 nilai tukar adalah exogenous dan; 5 penyusutan polusi adalah exogenous.
Abimanyu, menyimpulkan bahwa pengaruh kebijakan penurunan tarif impor input pertanian berdampak terhadap kenaikan GDP. Demikian pula dengan
kebijakan peningkatan subsidi pupuk dan kombinasi kebijakan liberalisasi perdagangan dengan transfer pemerintah kepada masyarakat miskin dapat juga
memberikan peningkatan pada GDP. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan benefit yang lebih besar pada semua simulasi
kebijakan yang dilakukan, khususnya pada usaha perkebunan karet dan kehutanan. Lebih lanjut disebutkan bahwa liberalisasi pertanian dengan
menurunkan tarif impor input pertanian secara relatif tidak begitu berdampak terhadap distribusi konsumsi nominal rumah tangga. Kebijakan tersebut lebih
memberikan benefit kepada petani yang berpendapatan sedang. Sedangkan pemberiaan subsidi merupakan cara yang paling efektif untuk diterapkan, karena
dengan pemberian subsidi langsung, akan sangat membantu masyarakat miskin di pedesaan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Secara umum, penerapan tarif
impor terhadap input pertanian tidak memberikan dampak terhadap lingkungan, namun demikian peningkatan penggunaan pupuk dalam negeri tidak efisien dan
menjadi tidak ramah lingkungan. Lofgren, 2001 melakukan studi di perekonomian Malawi. Tujuan dari
studi adalah untuk melihat dampak goncangan eksternal luar negeri terhadap pengurangan kemiskinan. Penelitian ini juga melihat potret perekonomian Malawi
dengan menggunakan model keseimbangan umum. Simulasi yang dilakukan adalah bagaimana dampak kebijakan dari pengaruh luar external shock terhadap
pengurangan kemiskinan. Untuk tujuan tersebut Lofgren menggunakan Model CGE Malawi, data yang digunakan adalah Social Accounting Matrix SAM 1998.
Keuntungan utama dengan menggunakan pendekatan modeling ini bahwa model CGE tersebut terintegrasi secara lengkap untuk analisis perubahan pada tingkat
mikro dan makro, termasuk cakupan kebijakan pemerintah yang cukup luas. Model ini melakukan disaggregasi berdasarkan kelompok rumahtangga, yang
bertujuan untuk menilai dampak perubahan distribusi di dalam ekonomi. Simulasi yang dilakukan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, yang terkait dengan
shock eksternal, yaitu meneliti dampak perubahan dalam nilai tukar riil, dan harga minyak tanah dan harga tembakau dunia dan Kedua, kebijakan yang diarahkan
untuk domestik yang terkait dengan pengurangan kemiskinan, yaitu pekerjaan umum dan land reform.
Hasil studi Lofgren 2001 menyimpulkan bahwa simulasi external shock menyebabkan ekspor akan mengalami peningkatan, sedangkan tingkat impor
mengalami penurunan. Akibat external shock tersebut, menyebabkan konsumsi total rumah tangga pedesaan dan perkotaan mengalami penurunan kecuali disektor
pertanian mengalami peningkatan. Untuk simulasi program pekerjaan publik terlihat bahwa dari semua simulasi yang dilakukan memberikan dampak yang
negatif terhadap persentase pangsa GDP, kecuali terhadap pangsa pajak tidak langsung memberikan dampak positif di setiap simulasi. Selanjutnya disebutkan
bahwa total konsumsi rumah tangga pedesaan mengalami peningkatan begitu juga halnya dengan konsumsi masyarakat perkotaan. Sedangkan pada simulasi land
reform, seluruh skenario kontribusinya terhadap masing-masing GDP akan mengalami peningkatan kecuali investasi dan tabungan luar negeri. Selain itu
kondisi perdagangan pertanian mengalami peningkatan dan total konsumsi masyarakat pedesaan untuk semua simulasi mengalami peningkatan sedangkan
total konsumsi masyarakat perkotaan mengalami penurunan. Cororaton and Cockburn 2004 melakukan studi tentang reformasi
perdagangan dan kemiskinan di Philipina. Pendekatan yang digunakan adalah CGE-Microsimulation untuk menganalisis pengaruh penurunan tarif terhadap
kemiskinan. Penelitian ini lebih mendekati pada metode yang dikembangkan oleh Cockburn 2001 yang diaplikasikan di Philipina untuk menguji pengaruh
kemiskinan terhadap penurunan tarif dari tahun 1994 sampai dengan 2000. Penelitian ini menggunakan data SAM 1994 dengan memasukkan 8 faktor
produksi, 12 sektor produksi: yang dibagi dalam kategori sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan pertanian lain, sektor industri 5
sektor mining, food manufacturing, non-food manufacturing, construction dan electricity, gas dan water, sektor jasa terdiri dari tiga sektor pedagang besar dan
kecil, jasa lainnya dan kantor pelayanan pemerintah. Jumlah rumahtangga yang diintegrasikan ke dalam model adalah 24797
yang diperoleh dari Family Income and Expenditure Survey FIES Philippine. Closure yang digunakan dalam model adalah, pengeluaran riil pemerintah
diasumsikan fixed untuk mengontrol beberapa kemungkinan pengaruh kesejahteraan dari variasi pengeluaran pemerintah. Total nominal pendapatan
pemerintah juga dipertahankan fixed. Beberapa pengurangan pendapatan pemerintah dari penurunan tarif dikompensasi secara endogen, salah satu dengan
direct income taxes terhadap rumah tangga atau indirect taxes atau keduanya. Tabungan nominal atau riil pemerintah adalah flexible dalam meyerap perubahan
harga yang ditentukan secara endogen dari total riil konsumsi pemerintah. Total investasi di pertahankan fixed dari pengaruh kesejahteraan antar waktu. Current
account balance diasumsikan konstan untuk menghindari “free-lunch” pengaruh kesejahteraan yang dihubungkan terhadap capital inflow. Nominal exchage rate
diperlakukan sebagai numeraire. Sektor perdagangan luar negeri secara efektif dijelaskan oleh perubahan di dalam real exchage rate, yaitu rasio nominal
exchange rate dikalikan dengan harga ekspor dunia dan dibagi dengan harga domestik. Kecondongan menabung dari berbagai kelompok rumah tangga di
dalam model disesuaikan secara proporsional untuk mengakomodasi perubahan indeks harga investasi dan tabungan pemerintah, dengan asumsi total investasi riil
adalah fixed. Ini dilakukan melalui faktor di dalam fungsi tabungan rumah tangga yang akan melakukan penyesuaian secara endogen.
Perubahan di dalam tabungan rumah tangga adalah kecil, semata-mata hanya disebabkan dari hasil dari perubahan di dalam harga investasi dan konsumsi
pemerintah. Hasil temuan Cororaton and Cockburn 2004 adalah, dengan simulasi penurunan tingkat tarif antara tahun 1994 sampai 2000 pada umumnya
menurunkan kemiskinan. Meskipun demikian, penurunan tersebut jauh lebih besar di daerah perdesaan dibanding dengan daerah perkotaan, dimana diketahui di
daerah perkotaan memiliki kemiskinan yang paling rendah sedangkan di daerah pedesaan memiliki kemiskinan yang paling tinggi. Dampaknya terhadap distribusi
diperoleh dari sebagian besar dari pengaruh realokasi pengurangan tarif yang mendukung sektor non-food manufacturing. Pemotongan tarif terendah dari biaya
produksi domestik menimbulkan depresiasi nilai tukar. Karena sektor non-food manufacturing mendominasi barang ekspor dalam kaitan dengan pangsa ekspor
dan intensitas ekspor, maka pengaruh keseimbangan umum dalam pengurangan tarif akan menarik sumberdaya ke arah tersebut, yang akan menghasilkan harga
faktor lebih tinggi di dalam sektor tersebut. Hal penting lainnnya yang mempengaruhi penurunan kemiskinan akibat dari penurunan tarif tersebut adalah
terjadinya penurunan harga konsumen. Faktanya, semua penurunan harga konsumen adalah secara signifikan dan lebih besar dari pada total peningkatan
dalam pendapatan rumahtangga. Studi yang dilakukan oleh Fane dan Warr 2002, yang menggunakan
model CGE, menelaah bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa semakin besar
pertumbuhan meningkatkan returns terhadap faktor yang merupakan sumber pendapatan paling penting bagi kaum miskin the poor daripada yang bukan
penduduk miskin the non-poor, maka semakin besar kemungkinan untuk menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Perbedaan sumber
pertumbuhan mempengaruhi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dengan cara yang berbeda, karena mereka dipengaruhi oleh pendapatan faktor factor
returns yang berbeda, dan karena orang miskin dan bukan miskian memiliki faktor dengan proporsi yang berbeda.
Savard 2003 melakukan studi tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan, dengan mengembangkan model representative household CGE-RH
yang dianggap tidak memberikan perubahan distribusi antar kelompok, sehingga penulis memodifikasi dalam bentuk analisis multi-household CGE CGE-IMH.
Tulisannya mencoba mengusulkan antara model rumah tangga dan model CGE, dengan memperkenalkan bi-directional yang saling berhubungan dan oleh karena
itu akan diperoleh solusi yang convergen antara kedua model. Tambahan spesifikasi model yang dikembangkan adalah dengan memasukkan jenis
pekerjaan dengan kategori qualified, unqualified dan unemployed. Klasifikasi pekerja tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak suatu kebijakan
akan mempengaruhi pekerja sehingga akan mempengaruhi distribusi pendapatan pekerja karena adanya perubahan upah yang bersifat fixed dan flexible. Simulasi
kebijakan yang dilakukan sebagai eksperimen adalah pengurangan tarif impor sebesar 50 persen dan peningkatan upah pekerja kelompok qualified sebesar 20
persen. Dari kedua simulasi diketahi bahwa skenario pertama, menyebabkan
penurunan batas kemiskinan poverty threshold sebesar -2.84 yang dihasilkan dari pengurangan harga pasar barang sehingga merubah konsumsi kebutuhan
dasar dan batas kemiskinan. Pada simulasi kedua dengan peningkatan upah sebesar 20 persen di sektor qualified menyebabkan permintaan tenaga kerja
disektor qualifed menurun, sehingga para pekerja disektor tersebut akan memilih untuk menawarkan tenaganya di sektor unqualified, meskipun upah di sektor
unqualified juga mengalami penurunan upah nominal sebesar 9.08 perse, selainnya lebih menyukai menganggur, sebesar 7.30 persen.
Studi yang dilakukan oleh Asra 2000, yang melakukan dekomposisi atas perubahan insiden kemiskinan agregat di Indonesia menurut sektor desa-kota.
Beberapa diantara temuan penting dari studi tersebut adalah bahwa: 1 penurunan kemiskinan di daerah perdesaan merupakan penyumbang terbesar terhadap
penurunan kemiskinan secara agregat, dan pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan poverty reduction di
Indonesia; 2 elastisitas kemiskinan terhadap “distributionally neutral growth” untuk ketiga ukuran FGT headcount index, poverty gap index, dan
distributionally sensitive index di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan, yang menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah
perdesaan lebih elastis atau sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi; dan 3 hasil dari simulasi dekomposisi menunjukkan bahwa pergeseran di dalam angkatan
kerja dan perbaikan peluang kerja di perkotaan urban memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan agregat.
Studi yang dilakukan Musjeri 2002 tentang lapangan kerja dan kemiskinan di Bangladesh mengupas tentang pentingnya program pembangunan
infrastruktur pedesaan dalam upaya mengurangi kemiskinan. Bangladesh merupakan negara dengan pendapatan per kapita rendah sekitar 370 pada tahun
2001, dimana satu dari tiga orang penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan 1 per hari. Bangladesh juga merupakan negara dengan surplus tenaga kerja
yang besar. Tingkat pertumbuhan negaranya tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Bertahun-tahun lamanya pemerintah Bangladesh berupaya
menciptakan lapangan kerja untuk menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut melalui program-program pekerjaan publik maupun program pembangunan
infrastruktur berbasis tenaga kerja. Progam-program ini terbukti mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin dan bahkan mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui infrastruktur-infrastruktur yang dibangun tersebut. Bangladesh merupakan negara yang didominasi oleh
perekonomian pedesaan, sehingga untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya, pemerintah lebih memfokuskan pada pembangunan desa sebagai prioritas.
Oktaviani, 2001 menganalisis dampak liberalisasi perdagangan dalam skem kerjasama ekonom Asia Pasifik APEC terhadap kondisi makroekonomi
Indonesia. Teknik analisis yang digunakan adalah model peramalan Indonesia dengan basis model keseimbangan umun ORANI-F dengan memodifiksi model
yang dikembangkan di Australia. Model ini lebil detail dibanding model CGE computable general equilibrium biasa karena menggabungkan fleksibilitas
untuk “menangkap” berbagai asumsi alternatif yang berkaitan dengan perilaku investasi dan penggunaan lahan.
Pengaruh liberalisasi perdagangan dianalisis dengan cara memasukkan perubahan kondisi harga perdagangan dunia - karena adanya perdagangan bebas -
sebagai variabel eksogen ke dalam model. Sedangkan pengaruh perdagangan bebas APEC terhadap perubahan kondisi pasar dunia dianalisis dengan model
GTAP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbaikan produktivitas dan kesempatan kerja akan meningkatkan Produk Domestik Bruto PDB riil lebih
besar dari perbaikan pada komponen ekononi lain, baik dengan maupun tanpa liberalisasi perdagangan. Implikasinya adalah bahwa kedua variabel di atas dapat
distimulasi lebih cepat lagi untuk berkontribusi bagi pemulihan ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Balisacan, at. al. 2003 menemukan antara lain
bahwa 1 kesejahteraan penduduk miskin yang diukur dengan pendapatan dari kaum miskin dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi, 2 faktor lain
yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan penduduk miskin adalah modal manusia yang diukur dengan lama bersekolah, term of trade, infrastruktur road
dan akses terhadap teknologi, 3 mengurangi kemiskinan tidak cukup hanya dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi semata, namun harus
mempertimbangkan berbagai ”redistributing-mediating an institutional factors that matters” jika tujuan adalah mempercepat pengurangan kemiskinan secara
berkelanjutan. Studi yang dilakukan Oktaviani, et. al, 2006 yang bertujuan untuk
menganalisis dampak pengurangan subsidi minyak dan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan melalui suatu peningkatan penawaran tenaga kerja
administrator dan managerprofessional. Dalam kajian ini digunakan computabel general equilibrium model sebagai suatu pendekatan, dengan tujuan untuk
menangkap dampak makro dan mikroekonomi variabel. Simulasi yang dilakukan adalah, pertama penurunan subsidi bahan bakar minyak sebesar 29 persen dan
peningkatan penawaran tenaga kerja administrator sebesar 2.73 persen, dan kedua, penurunan subsidi bahan bakar minyak sebesar 29 persen dan peningkatan
penawaran tenaga kerja managerprofessional sebesar 12.83 persen. Hasil kedua simulasi menunjukkan bahwa GDP riil mengalami peningkatan tetapi Indonesia
akan mengalami ketergantungan impor dalam jangka panjang. Seluruh skenario memberikan dampak yang positif terhadap upah nominal tenaga kerja, tetapi tidak
secara otomatis meningkatkan daya beli mereka. Kebijakan tersebut tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga tanpa
meningkatkan penawaran tenaga kerja terdidik atau skilled administrator, dan managerprofessional.
Oktaviani, et. al 2005 melakukan penelitian tentang dampak kebijakan pemerintah pada sektor pendidikan terhadap ekonomi Indonesia dan distribusi
pendapatan, dimana penelitan ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah seperti pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan transfer
pemerintah ke rumahtangga terhadap distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan sektoral. Model ekonomi keseimbangan umum Computable
General Equilibrium digunakan sebagai alat dalam menganalisis dampak perubahan kebijakan dengan menggunakan data Tabel input-output, Survey Sosial
Ekonomi Nasional SUSENAS dan parameter-parameter elastisitas yang diperoleh dari berbagai penelitian sebelumnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP Riil dan peubah ekonomi makro lainnya akan lebih baik jika pengeluaran pemerintah diberikan secara langsung
kepada keluarga miskin dibandingkan pemerintah meningkatkan pengeluaran di sektor pendidikan. Transfer pemerintah langsung ke rumahtangga miskin lebih
berdampak positif terhadap keragaaan ekonomi makro dan sektoral, meskipun share pengeluaran pendidikan sangat kecil di masing-masing kelompok
rumahtangga. Dalam kajian ini disarankan kepada pemerintah melakukan transfer langsung pada program yang akan dijalankan, dengan asumsi minimisasi
kebocoran-kebocoran dari kebijakan tersebut. Oktaviani dan Sahara 2005 melakukan penelitian tentang dampak
kenaikan harga BBM terhadap kinerja ekonomi makro, keragaan ekonomi sektoral dan rumahtangga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan
model ekonomi keseimbangan umum Recursice Dynamic. Ada dua skenario simulasi yang dilakukan, pertama, peningkatan harga BBM tanpa disertai
kompensasi kepada masyarakat dan kedua, peningkatan harga BBM disertai dengan adanya kompensasi kepada masyarakat. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa kebijakan pemerintah meningkatkan harga BBM ternyata telah menyebabkan turunnya konsumsi BBM baik di setiap sektor industri maupun di
setiap kelompok rumah tangga, bahkan jika dana kompensasi telah disalurkan. Akibatnya, sebagian sektor industri mengurangi produksinya dan mengurangi
tenaga kerja. Kenaikan harga BBM sebelum dan setelah kompensasi menyebabkan daya beli masyarakat menurun di setiap kelompok rumahtangga
karena peningkatan pendapatan nominal jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat inflasi. Hal ini diperparah dengan turunnya tingkat upah pekerja yang
tidak mempunyai keterampilan unskilled.Untuk mempertahankan tingkat utilitas yang sama, jumlah rumah tangga di hampir seluruh kelompok pendapatan
jumlahnya akan menurun. Hal ini mengindikasikan semakin tingginya tingkat kemiskinan. Naiknya harga BBM akan menyebabkan GDP riil mengalami
peningkatan yang sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh konsumsi rumah tangga turun bahkan setelah diberikan dana kompensasi.
Secara umum, beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain antara lain dapat diketahui dari sisi pendekatan yang digunakan dan topik kajian
yang ingin diketahui. Secara umum, penggunaan model CGE hasil studi tersebut lebih banyak menyoroti bagaimana dampak liberalisasi perdagangan terhadap
kemiskinan dan distribusi pendapatan, sementara dalam penelitian ini lebih melihat kepada investasi sumberdaya manusia. Dari segi model, seperti model
INDOF, menganalisis dampak dari liberalisasi dan agregasi rumahtangga hanya satu kelompok dan model INDOF lebih fokus terhadap liberalisasi, dan
didalammnya tidak menggunakan metode Beta Distribution Function dan Foster Greer Thorbecke sebagai pengukuran distribusi pendapatan dan kemiskinan.
III. KERANGKA TEORI