Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia terhadap

Tabel 28. Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Utilitas Rumahtangga Perubahan utilitas No Kelompok Rumahtangga Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 1 Buruh pertanian di desa 5.834 10.833 2.545 2 Pengusaha pertanian di desa 10.579 14.297 2.000 3 Bukan pertanian golongan bawah di desa 9.374 10.847 1.737 4 Bukan angkatan kerja di desa 5.458 7.989 0.638 5 Bukan pertanian golongan atas di desa 5.844 6.434 0.657 6 Pertanian golongan bawah di kota 10.876 12.649 0.908 7 Bukan angkatan kerja dan gol tdk jls di kota 6.923 6.468 0.906 8 Bukan pertanian golongan atas di kota 7.350 7.256 0.769 Dari Tabel 28 juga dapat diketahui bahwa peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan maupun untuk kesehatan memberikana kontribusi yang lebih besar di dalam kenaikan pendapatan riil dan peningkatan utilitas rumahtangga dibandingkan dengan transfer pendapatan oleh pemerintah kepada kelompok rumahtangga perdesaan.

6.3. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia terhadap

Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan Untuk mengetahui dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan digunakan metode beta density distribution function atau sering juga disebut sebagai beta distribution function . Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti apa yang diusulkan dan dilakukan oleh Decaluwe, et.all. 1999, Cockburn, 1999 dan Agenor, et.all 2003, dimana mereka menganggap pendekatan ini lebih logik dibandingkan dengan ukuran distribusi lainnya. Sedangkan untuk mengukur tingkat kemiskinan digunakan metode pengukuran Foster, Greer and Thorbecke F-G-T Indeks. Metode ini relatif banyak dan populer digunakan dalam kajian- kajian kemiskinan.

6.3.1. Distribusi Pendapatan

Distribui pendapatan diuraikan berdasarkan kelompok rumahtangga yang ada di dalam kerangka dasar SNSE Indonesia. Dalam tabel SNSE Indonesia 2003, rumahtangga didisagregasi ke dalam 8 delapan kelompok rumahtangga, terdiri dari 5 kelompok rumahtangga di perdesaan dan 3 kelompok rumahtangga di perkotaan. Kelompok rumahtangga perdesaan tersebut didefinisikan sebagai berikut: 1 buruh pertanian di desa, 2 pengusaha pertanian di desa, 3 pengusaha bebas golongan rendah di desa, 4 bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa, dan 5 pengusaha bebas golongan atas di desa. Sedangkan tiga kelompok rumahtangga di perkotaan adalah 1 pengusaha bebas golongan rendah di kota, 2 bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di kota, dan 3 pengusaha bebas golongan atas di kota. Karakteristik dari delapan kelompok rumahtangga tersebut disajikan pada Tabel 29. Variasi pendapatan minimum berkisar antara Rp 44.540 ribu sampai dengan Rp. 114.26 ribu per bulan. Dimana pendapatan terendah dimiliki oleh kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa, yaitu Rp. 35.240 ribu. Tabel 29. Karakteristik Pendapatan Rumahtangga dan Demographi Indonesia No Rumah Tangga Mean Minimum Maximum Penduduk Poverty Rp 000 Rp 000 Rp 000 Line 1 Buruh Pertanian 543.84 44.54 999.91 2.88 57.23 2 Pengusaha Pertanian 555.13 58.54 1000.00 23.99 55.07 3 Pengusaha Bebas Gol Rendah Desa 559.91 47.14 6543.52 8.48 62.52 4 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Desa 565.32 35.24 6935.20 29.64 61.35 5 Pengusaha Bebas Gol atas Desa 560.28 68.15 4175.76 2.87 61.33 6 Pengusaha Bebas Gol Rendah Kota 1001.79 102.16 8878.63 6.99 27.35 7 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Kota 984.43 100.49 8994.67 22.80 26.98 8 Pengusaha Bebas Gol Atas Kota 1028.15 114.26 9613.13 2.34 26.13 Sumber: Susenas, 2002 diolah Keterangan: Poverty line ditentukan berdasarkan ukuran Bank Dunia, yaitu sebesar 2 per hari atau setara dengan Rp. 570 ribu per bulan Pada Tabel 29 tersebut dapat diketahui bahwa variasi rata-rata pendapatan kelompok rumahtangga tertinggi adalah antara Rp. 543.84 ribu sampai dengan Rp. 1028.15 ribu. Dimana pendapatan terkecil dimiliki oleh kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa sedangkan pendapatan tertinggi dimiliki oleh kelompok rumahtangga pengusaha bebas golongan atas di kota, yaitu sebesar Rp. 1028.15 ribu. Pangsa populasi terbesar terdapat pada kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa yaitu sebesar 29.64 persen, kemudian diikuti dengan rumahtangga pengusaha pertanian di desa sebesar 23.99 persen. Dari Tabel 29 juga dapat diketahui bahwa jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan poverty line terbesar terdapat pada kelompok rumahtangga pengusahan bebas golongan rendah di desa. Secara umum jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan terbesar terdapat di daerah perdesaan. Sedangkan di daerah perkotaan, penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan relatif kecil yaitu sekitar 26 persen. Dalam rangka untuk menganalisis dan mengevaluasi distribusi pendapatan berdasarkan kelompok rumahtangga, dalam penelitian ini digunakan ukuran beta density distribution function atau beta density distribution function untuk masing- masing pendapatan kelompok rumahtangga. Formula dari Beta distribution function dapat dilihat pada persamaan 4.37 dan 4.38. Parameter mx dan mn secara berturut-turut adalah pendapatan maksimum dan minimum di dalam kelompok rumahtangga. Sementara parameter p dan q yang ditentukan oleh persamaan 4.39 dan 4.40. Paramater tersebut akan mempengaruhi bentuk ketimpangan distribusi pendapatan untuk masing-masing kelompok rumahtangga. Jika p q maka distribusi pendapatan relatif condong disebelah kiri, hal ini mengindikasikan ketimpangan dalam distribusi pendapatan semakin meningkat, sebaliknya jika q p maka distribusi pendapatan menjadi lebih condong ke kanan. Hal ini juga menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Jika parameter p = q, maka fungsi menjadi simetris, dengan kata lain distribusi pendapatan menjadi merata. Pada Tabel 30 ditampilkan parameter yang diperlukan oleh beta density distribution function untuk masing-masing kelompok rumahtangga. Parameter mx, mn , p dan q tersebut di estimasi dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS Tahun 2002. Bentuk distribusi pendapatan yang dihasilkan dari nilai parameter yang ditampilkan pada Tabel 30 untuk masing-masing kelompok rumahtangga ditampilkan pada Gambar 16 - 23 bentuk distribusi pendapatan kelompok rumahtangga tersebut diperoleh dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Distributive AnalysisDAD versi 4.3. Tabel 30. Nilai Parameter Beta Density Distribution Function No Rumah Tangga p q Minimum Maximum Rp. 000 Rp. 000 1 Buruh Pertanian 2.18 1.99 44.54 999.91 2 Pengusaha Pertanian 2.16 1.94 58.54 1000.00 3 Pengusaha Bebas Gol Rendah Desa 2.27 26.54 47.14 6543.52 4 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Desa 2.30 36.03 35.24 6935.20 5 Pengusaha Bebas Gol Atas Desa 2.29 16.14 68.15 4175.76 6 Pengusaha Bebas Gol Rendah Kota 1.23 9.00 102.16 8878.63 7 Bukan AK dan Gol Tdk Jelas Kota 1.25 12.02 100.49 8994.67 8 Pengusaha Bebas Gol Atas Kota 1.16 10.25 114.26 9613.13 Sumber: Susenas, 2002 diolah Gambar 16 - Gambar 23 merupakan distribusi pendapatan tanpa ada intervensi kebijakan peningkatan investasi sumerdaya manusia dan transfer pendapatan. Kelompok rumahtangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian di perdesaan distribusi pendapatan berada disebelah kiri garis kemiskinan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kedua kelompok rumahtangga tersebut, tingkat pendapatan masing- masing individu di dalam kelompok rumahtangga relatif rendah sementara jumlah individuna relatif lebih banyak. Dengan kata lain bahwa pada kelompok segmen rumahtangga ini, ketimpangan pendapatannya relatif lebih rendah. Hal tersebut dapat diketahui dari data SUSENAS 2002 bahwa jumlah individu di masing-masing kelompok rumahtangga buruh pertanian di desa dan pengusaha pertanian di desa yang berada dibawah garis kemiskinan relatif besar, yaitu sebesar 57.23 persen dan 55.07 persen secara berturut-turut. Kelompok rumuhtangga lainnya ditunjukkan oleh Gambar 18 - Gambar 23 dimana distribusi pendapatan condong di sebelah kanan. Hal ini terjadi karena individu di dalam kelompok rumahtangga tersebut, memiliki pendapatan yang relatif tinggi, situasi ini juga menunjukkan bahwa distribusi pendapatan semakin tinggi. Distribusi pendapatan yang ditunjukkan pada Gambar 16 – 23 akan digunakan untuk mengevaluasi distribusi pendapatan di masing-masing kelompok rumahtangga. Jika pendapatan rata-rata meningkat sebesar ψ, maka pendapatan masing-masing rumahtangga di dalam kelompok juga mengalami peningkatan sebesar ψ. Dengan acuan diatas, distribusi pendapatan akan secara secara horizontal bergeser mengikuti perubahan pendapatan pada masing-masing kelompok rumahtangga. Gambar 24 merupakan hasil simulasi untuk kelompok rumahtangga buruh tani. Peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan maupun untuk kesehatan berdampak pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. 208 Gambar 16: Distribusi Pendapatan Buruh Pertanian Gambar 17: Distribusi Pendapatan Pengusaha Pertanian Gambar 18: Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Rendah di Desa Gambar 19: Distribusi Pendapatan Bukan Angkatan Kerja dan Golongan Tidak Jelas di Desa 20 8 209 Gambar 20: Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Atas di Desa Gambar 21: Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Rendah di Kota Gambar 22: Distribusi Pendapatan Bukan Angkatan Kerja dan Golongan Tidak Jelas di Kota Gambar 23: Distribusi Pendapatan Pengusaha Bebas Golongan Atas di Kota 209 210 Gambar 24: Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Buruh Tani Gambar 25: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Pertanian Gambar 26: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Golongan Rendah di Desa Gambar 27: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Bukan Angkatan Kerja dan Golongan Tidak Jelas di Desa 210 211 Gambar 28: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Gol atas di Desa Gambar 29: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Gol Rendah di Kota Gambar 30: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Bukan AK dan Gol Tidak Jelas di Kota Gambar 31: Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Distribusi Pendapatan Rumahtangga Pengusaha Bebas Gol atas di Kota 211 Hal tersebut ditunjukkan oleh kurva beta distribusi function proporsional bergeser secara horizontal dari kiri menuju ke kanan bawah garis kemiskinan. Jika dibandingkan investasi pendidikan dan kesehatan pada kelompok rumahtangga buruh pertanian ini, maka terlihat jelas bahwa investasi kesehatan lebih baik menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Dengan kata lain, distribusi pendapatan dalam kelompok rumahtangga menjadi lebih merata. Sedangkan investasi pendidikan relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok rumahtangga buruh pertanian umumnya lebih mengutamakan kesehatan dalam bentuk fisik, dibandingkan dengan tingkat pendidikan. Secara umum dapat disebutkan bahwa investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan masih relatif lebih baik menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga jika dibandingkan dengan transfer pendapatan pemerintah ke rumahtangga. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok rumahtangga pengusaha pertanian di desa seperti yang ditampilkan pada Gambar 25. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan maupun kesehatan berdampak pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan kelompok rumahtangga, singkatnya, distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Jika dibandingkan sebelum kebijakan terlihat bahwa kurva bergerak secara horizontal dari kiri menuju ke kanan bawah garis kemiskinan, yang menunjukkan bahwa tingkat pendapatan kelompok rumahtangga tersebut meningkat. Sedangkan transfer pendapatan yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok rumahtangga perdesaan relatif kecil menurunkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan kelompok rumahtangga. Hal ini dapat diketahui dari pergeseran kurva distribusi yang relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk merubah distribusi pendapatan antara kelompok rumahtangga tidak cukup hanya dengan melakukan transfer pendapatan tetapi juga harus diikuti dengan pembentukan modal manusia. Investasi sumberdaya manusia terutama untuk pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat menjadi modal bagi kaum miskin. Jika dilihat dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia pada kelompok rumahtangga pengusaha bebas golongan rendah di desa Gambar 26, terlihat bahwa baik investasi pendidikan dan kesehatan relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan, dimana distribusi pendapatan masih condong berada di sebelah kanan, yang hal ini juga menunjukkan bahwa dalam segmen kelompok rumahtangga tersebut distribusi pendapatan masih timpang. Peningkatan investasi sumberdaya manusia pada kelompok rumahtangga tersebut hanya sedikit mempengaruhi atau menurunkan jumlah individu yang termasuk kategori miskin. Namun demikian jika dibandingkan dengan transfer pendapatan, dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia lebih baik dalam menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan, terlihat dari pergeseran kurva beta distribution bergerak dari kiri ke kanan bawah menuju garis kemiskinan. Gambar 27 merupakan hasil dari simulasi dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia dan tansfer pendapatan terhadap distribusi pendapatan kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di desa. Pada Gambar 27 terlihat bahwa baik investasi pendidikan maupun investasi kesehatan relatif kecil menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan. Begitu juga halnya jika pemerintah melakukan transfer pendapatan kepada rumahtangga perdesaan. Dampak transfer pendapatan kepada rumahtangga secara visual masih terlihat berimpitan dengan kurva beta distribusi tanpa kebijakan. Transfer pendapatan yang diberikan pemerintah tidak mampu mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Dalam kelompok rumahtangga ini, investasi sumberdaya manusia lebih memberikan manfaat dalam menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dibandingkan dengan transfer pendapatan kepada rumahtangga. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok rumahtangga pengusaha bebas golongan atas di desa Gambar 28, dimana investasi sumberdaya manusia baik investasi pendidikan maupun kesehatan memberikan pengaruh yang sama terhadap distribusi pendapatan, sedangkan transfer pendapatan kepada pemerintah secara visual terlihat tidak memberikan pengaruh pada bentuk distribusi pendapatan. Pada kelompok rumahtangga ini, peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk investasi pendidikan maupun kesehatan hanya sedikit menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan, terlihat dari pergerakan kurva beta dari kiri menuju ke kanan bawah garis kemiskinan. Sementara transfer pendapatan relatif tidak mempengaruhi bentuk distribusi pendapatan rumahtangga dalam kelompok ini. Gambar 29 merupakan hasil simulasi peningkatan investasi sumberdaya manusia pada kelompok rumahtangga pengusaha bebas golongan rendah di kota, dimana kenaikan investasi sumberdaya manusia masih relatif kecil mempengaruhi ketimpangan di dalam distribusi pendapatan kelompok rumahtangga, namun demikian jumlah individu yang berada dibawah garis kemiskinan masih dapat diturunkan, sementara transfer pendapatan ke rumahtangga relatif tidak memiliki pengaruh terhadap ketimpangan dalam distribusi pendapatan rumahtangga. Pada kelompok rumahtangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di kota, dimana dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia juga relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan jika dibanding dengan transfer pendapatan Gambar 30. Dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk rumahtangga pengusaha bebas golongan atas di kota Gambar 31, relatif kecil mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan, meskipun demikian, dampak investasi sumberdaya manusia masih relatif lebih besar mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan jika dibandingkan dengan transfer pendapatan oleh pemerintah ke rumahtangga perdesaan. Hasil temuan ini tidak ditemukan pola yang sistematik antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapatan seperti yang dihipotesiskan oleh Kuznet. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti dengan tingginya tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi dalam kajian ini dapat menurunkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan, terutama bagi kelompok rumahtangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan jika ketimpangan awal dalam kelompok rumahtangga rendah. Hasil temuan ini sesuai dengan Bautista et al. 1999, yang menyatakan bahwa, dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan PDB riil lebih besar dampaknya terhadap perubahan pendapatan kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian. Ravallion dan Chen 1997 juga tidak menemukan hubungan yang sistematik antara tingkat pertumbuhan dan ketimpangan. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan menurut Gouie and Ladd 1999 adalah bahwa pertumbuhan mengubah distribusi menjadi lebih baik. Dampak pertumbuhan kepada yang miskin sangat tergantung pada bagaimana keuntungan didistribusikan antar populasi. Lebih tegas dinyatakan oleh Deininger dan Squire 1998 bahwa pertumbuhan menurunkan penduduk miskin, dan tidak ada ditemukan menderita dari pertumbuhan tersebut. Implikasinya adalah bahwa untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan sangat perlu diperhatikan ketimpangan awal yang ada di dalam kelompok rumahtangga. Jika dalam kelompok rumahtangga ketimpangan awalnya rendah, maka cukup hanya dengan miningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan jika ketimpangan awal dalam distribusi pendapatan kelompok rumahtangga tinggi, maka untuk menurunkan ketimpangan tersebut tidak cukup hanya dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dibarengi dengan kebijakan redistribusi asset. Redistribusi ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pajak pendapatan kepada individu yang berpendapatan tinggi didalam kelompok dan mendistribusikan kepada masyarakat miskin atau penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

6.3.2. Tingkat Kemiskinan

Distribusi pendapatan yang dihasilkan di atas selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi kemiskinan poverty incidence pada setiap kelompok di dalam model ekonomi keseimbangan umum. Jika rata-rata pendapatan meningkat sebesar ψ, maka income setiap rumahtangga dalam kelompok juga meningkat sebesar ψ. Dengan aturan ini, distribusi pendapatan secara proporsional akan berubah secara horizontal mengikuti perubahan di dalam pendapatan. Prosedur di atas mengizinkan kita untuk membandingkan tingkat kemiskinan yang dihasilkan pada kasus post-simulation dan pre-simulation dengan menggunakan ukuran Foster, Greer and Thorbecke F-G-T. Bentuk formula dari FGT dapat dilihat pada persamaan 4.45. Dimana α adalah poverty- aversion parameter , z adalah poverty line dan mn adalah pendapatan minimum. Garis kemiskinan umumnya diukur dengan satuan monetar. Poverty line merupakan sejumlah keranjang komoditi baskets of quantities of commodities yang mencerminkan konsumsi kebutuhan dasar. Dalam penelitian ini ukuran poverty line ditentukan sesuai dengan standard Bank Dunia yaitu sebesar 2 hari atau setara Rp. 570 ribu per bulan. Dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan dan kesehatan dan transfer pendapatan dari pemerintah kepada kelompok rumahtangga perdesaan diuraikan pada Tabel 31, Tabel 32 dan Tabel 33. Pada Tabel 31 dapat diketahui bahwa peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan maupun untuk kesehatan berdampak pada penurunan indeks rasio kemiskinan head count index atau poverty incidence, indeks kesenjangan kemiskinan poverty depth dan indeks intensitas kemiskinan poverty severity di masing-masing kelompok rumahtangga. Dilihat berdasarkan indikator kemiskinan head count index, poverty depth dan poverty severity yang paling besar mengalami penurunan di masing-masing kelompok rumahtangga secara berturut-turut adalah intensitas kemiskinan, kesenjagan kemiskinan dan rasio kemiskinan. Secara umum, dampak peningkatan investasi sumberdaya manusia baik untuk pendidikan terhadap rasio kemiskinan paling besar mengalami penurunan berada di daerah perkotaan. 218 Tabel 31. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Pendidikan terhadap Kemiskinan di Indonesia No Kelompok Rumahtangga Dasar Simulasi 1 Perubahan α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 1 Buruh pertanian di desa 0.5723 0.1778 0.0776 0.5580 0.1721 0.0747 -2.5030 -3.1822 -3.6925 2 Pengusaha pertanian di desa 0.5507 0.1657 0.0705 0.5235 0.1545 0.0650 -4.9386 -6.7725 -7.8075 3 Bukan pertanian golongan bawah di desa 0.6252 0.2019 0.0894 0.6021 0.1908 0.0836 -3.6868 -5.4617 -6.4905 4 Bukan angkatan kerja di desa 0.6135 0.1963 0.0863 0.5969 0.1881 0.0821 -2.7141 -4.1388 -4.9200 5 Bukan pertanian golongan atas di desa 0.6133 0.1951 0.0852 0.5864 0.1833 0.0791 -4.3769 -6.0689 -7.2332 6 Pertanian golongan bawah di kota 0.2735 0.0746 0.0301 0.2567 0.0686 0.0274 -6.1538 -7.9433 -8.7240 7 Bukan angkatan kerja di kota 0.2698 0.0721 0.0290 0.2549 0.0673 0.0270 -5.5367 -6.6563 -7.1347 8 Bukan pertanian golongan atas di kota 0.2613 0.0708 0.0285 0.2404 0.0641 0.0256 -8.0128 -9.4372 -10.2352 Tabel 32. Dampak Peningkatan Investasi Sumberdaya Manusia untuk Kesehatan terhadap Kemiskinan di Indonesia No Kelompok Rumahtangga Dasar Simulasi 2 Perubahan α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 1 Buruh pertanian di desa 0.5723 0.1778 0.0776 0.5534 0.1698 0.0735 -3.2976 -4.5142 -5.2289 2 Pengusaha pertanian di desa 0.5507 0.1657 0.0705 0.5138 0.1507 0.0632 -6.7003 -9.0395 -10.3851 3 Bukan pertanian golongan bawah di desa 0.6252 0.2019 0.0894 0.5991 0.1891 0.0827 -4.1677 -6.2939 -7.4680 4 Bukan angkatan kerja di desa 0.6135 0.1963 0.0863 0.5895 0.1845 0.0802 -3.9111 -6.0010 -7.1093 5 Bukan pertanian golongan atas di desa 0.6133 0.1951 0.0852 0.5842 0.1821 0.0785 -4.7478 -6.6594 -7.9312 6 Pertanian golongan bawah di kota 0.2735 0.0746 0.0301 0.2544 0.0677 0.0270 -6.9744 -9.1733 -10.0577 7 Bbukan angkatan kerja di kota 0.2698 0.0721 0.0290 0.2560 0.0676 0.0271 -5.1328 -6.2360 -6.6864 8 Bukan pertanian golongan atas di kota 0.2613 0.0708 0.0285 0.2412 0.0642 0.0256 -7.6923 -9.3240 -10.1125 218 219 Tabel 33. Dampak Peningkatan Transfer Pendapatan ke Rumahtangga terhadap Kemiskinan di Indonesia No Kelompok Rumahtangga Dasar Simulasi 3 Perubahan α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 α = 0 α = 1 α = 2 1 Buruh pertanian di desa 0.5723 0.1778 0.0776 0.5671 0.1753 0.0763 -0.9138 -1.4016 -1.6290 2 Pengusaha pertanian di desa 0.5507 0.1657 0.0705 0.5451 0.1635 0.0694 -1.0243 -1.3171 -1.5302 3 Bukan pertanian golongan bawah di desa 0.6252 0.2019 0.0894 0.6213 0.1998 0.0883 -0.6288 -1.0354 -1.2387 4 Bukan angkatan kerja di desa 0.6135 0.1963 0.0863 0.6117 0.1953 0.0858 -0.2912 -0.4924 -0.5892 5 Bukan pertanian golongan atas di desa 0.6133 0.1951 0.0852 0.6106 0.1937 0.0845 -0.4451 -0.7008 -0.8417 6 Pertanian golongan bawah di kota 0.2735 0.0746 0.0301 0.2722 0.0740 0.0298 -0.4786 -0.6966 -0.7723 7 Bukan angkatan kerja di kota 0.2698 0.0721 0.0290 0.2678 0.0714 0.0288 -0.7333 -0.9005 -0.9726 8 Bukan pertanian golongan atas di kota 0.2613 0.0708 0.0285 0.2607 0.0701 0.0282 -0.2137 -1.0334 -1.1356 α = 0 adalah poverty incidence atau head count ratio, α = 1 adalah poverty depth poverty gap, dan α = 2 adalah poverty severity 21 9 Sebelum adanya kebijakan peningkatan investasi sumberdaya manusia, indeks rasio kemiskinan, indeks kesenjangan kemiskinan dan indeks intensitas kemiskinan secara umum paling besar terdapat di daerah pedesaan. Rasio kemiskinan di daerah perdesaan tertinggi terdapat pada kelompok rumahtangga bukan pertanian golongan bawah di desa. Sedangkan rasio tingkat kemiskinan paling rendah terdapat pada daerah perkotaan yaitu pada segmen rumahtangga bukan pertanian golongan atas di kota 26.13 persen. Dengan adanya kebijakan peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan, rasio kemiskinan di seluruh segmen rumahtangga menurun. Rasio kemiskinan menurun paling besar umumnya terdapat di daerah perkotaan. Dengan kata lain bahwa investasi pendidikan tersebut memberikan pengaruh yang lebih besar di daerah perkotaan, terutama untuk kelompok rumahtangga bukan pertanian golongan atas di kota dimana rasio kemiskinan berkurang sebesar 8.01 persen, pertanian golongan bawah kota berkurang sebesar 6.15 persen dan bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas di kota dengan penurunan rasio kemiskinan sebesar 5.53 persen. Kelompok rumahtangga yang memperoleh dampak paling kecil dari peningkatan investasi pendidikan ini adalah rumahtangga buruh pertanian di desa, dimana rasio kemiskinan hanya berkurang sebesar 2.50 persen. Hal ini disebabkan karena 1 bagi seorang buruh pertanian di desa, tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara signifikan tidak akan mempengaruhi produktivitas petani. Dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, misalnya tamat pendidikan Sekolah Menengah Pertama, dan dengan pengalaman dalam berusaha tani yang secara turun temurun telah diperoleh oleh buruh tani, maka produktivitasnya tidak berbeda nyata dengan tingkat pendidikan petani lainnya yang berpendidikan lebih tinggi, misalnya tamat SMA atau Universitas dan 2 lambatnya proses kemajuan teknologi pertanian yang terkait dengan usahatani petani. Secara umum, yang paling besar memperoleh manfaat dari peningkatan investasi pendidikan terutama untuk indikator rasio kemiskinan α=0 adalah kelompok rumahtangga yang berada di daerah perkotaan, hal yang sama juga akan terjadi terhadap indikator indeks kesenjangan kemiskinan dan indeks intensitas kemiskinan. Kesenjangan kemiskinan dan intensitas kemiskinan yang paling kecil mengalami penurunan adalah kelompok rumahtangga buruh pertanian di desa dimana indeks tersebut masing-masing mengalami penurunan 3.18 persen dan 3.69 persen secara berturut-turut. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dampak investasi sumberdaya manusia yang diwakili oleh peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan secara umum akan memberikan manfaat yang paling besar bagi daerah perkotaan baik terhadap ketegori poverty incidence, poverty depth maupun pada poverty severity . Dampak kebijakan peningkatan investasi sumberdaya manusia untuk kesehatan terhadap rasio kemiskinan adalah positif. Dalam arti rasio kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami penurunan. Penurunan yang paling besar terdapat di perkotaan, sementara penurunan rasio kemiskinan terkecil secara umum terdapat di daerah perdesaan terutama untuk kelompok rumahtangga buruh pertanian di perdesaan Lihat Tabel 32. Kesenjangan kemiskinan α=1 dan intensitas kemiskinan α=2 yang paling kecil mengalami penurunan akibat investasi kesehatan adalah kelompok rumahtangga yang berada di daerah perdesaan. Dari uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa dampak investasi sumberdaya manusia untuk kesehatan memberikan manfaat paling besar di daerah perkotaan, untuk seluruh kategori kemiskinan poverty incidence, poverty depth dan poverty severity di perkotaan dibandingkan dengan daerah perdesaan. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja, akan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya jumlah orang miskin dapat dikurangi. Hasil ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Asra 2000, yang melakukan dekomposisi atas perubahan insiden kemiskinan agregat di Indonesia, hasilnya pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan poverty reduction di Indonesia. Hal sama juga dikemukan oleh Balisacan, at. al. 2003, yang menyimpulkan kesejahteraan penduduk miskin yang diukur dengan pendapatan dari kaum miskin dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi Transfer pendapatan yang dilakukan pemerintah kepada kelompok rumahtangga perdesaan juga berdampak pada penurunan kemiskinan terutama terhadap intensitas kemiskinan. Rasio kemiskinan yang paling besar mengalami penurunan adalah kelompok rumahtangga pengusaha pertanian di desa, yaitu sebesar 1.024 persen Tabel 33. Tingkat kemiskinan yang paling besar menurun akibat transfer pendapatan kepada kelompok rumahtangga perdesaan adalah kelompok rumahtangga perdesaan itu sendiri. Hal ini lebih disebabkan karena transfer pendapatan yang dilakukan oleh pemerintah hanya diterima oleh kelompok rumahtangga perdesaan. Jika dibandingkan dampak investasi sumberdaya manusia lebih baik dalam menurunkan kemiskinan daripada pada transfer pendapatan. Dengan kata lain bahwa, kebijakan investasi sumberdaya manusia jauh lebih efektif dibandingkan dengan transfer pendapatan dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indoensia.

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN