3.3. Kerangka Pemikiran
Dalam model Solow 1956 dinyatakan bahwa setiap peningkatan GNP yang bukan berasal dari penyesuaian jangka pendek dalam tenaga kerja maupun
modal, dianggap bersumber dari kategori ketiga, yaitu yang disebut Solow residual. Teknologi dianggap sebagai sesuatu yang eksogen, sedangkan dalam
model pertumbuhan baru, faktor teknologi bersifat endogen.
Model pertumbuhan baru yang dipelopori oleh Romer 1986 dan Lucas 1988 pada dasarnya merupakan pengembangan dari model Solow 1956, yang
mengungkapkan bahwa peranan kapital, termasuk modal manusia human capital lebih besar daripada apa yang diukur oleh pertumbuhan Solow. Ide dasar dari
model pertumbuhan baru tersebut adalah bahwa investasi kapital, baik itu dalam mesin maupun dalam manusia, akan menciptakan eksternalitas positif positive
externalities yang membantu perekonomian menghindar dari diminishing return
to capital. Singkatnya, dalam model pertumbuhan baru, inovasi teknologi dan pembentukan modal manusia dilihat sebagai sumber utama dari pertumbuhan
produktivitas, dan pertumbuhan produktivitas itu sendiri pada gilirannya merupakan motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi engine of growth.
Salah satu hal yang ditekankan dalam model pertumbuhan baru adalah pentingnya peranan pemerintah, hal mana tidak ditekankan dalam model Solow.
Menurut model pertumbuhan baru, kebijakan pemerintah terutama dalam meningkatkan infrastruktur, membangun modal manusia human capital dan
mendorong penelitian dan pengembangan. Barro 1997 konsep modal di dalam model yang baku dapat diperluas meliputi human capital dalam wujud
pendidikan, pengalaman, dan kesehatan.
Persoalannya adalah bagaimana masyarakat miskin akan memperoleh pendidikan dan kesehatan yang baik, tentu saja hal ini diperlukan kebijakan
pemerintah seperti yang ditekankan dalam model pertumbuhan baru. Pada dasarnya pemerintah dapat mempengaruhi distribusi pendapatan dan kemiskinan
melalui instrumen kebijakan fiskal. Berikut akan diuraikan bagaimana kebijakan fiskal mempengaruhi distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.
3.3.1. Peranan Pemerintah dalam Menurunkan Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Ketimpangan dalam distribusi pendapatan dan kemiskinan merupakan persoalan yang krusial bagi setiap negara, sehingga pemerintah di masing-masing
negara berusaha untuk mengurangi persoalan tersebut melalui intrumen fiskal pemerintah. Skema instrumen fiskal yang terkait dengan penerimaan dan
pengeluaran pemerintah Indonesia ditampilkan pada Gambar 4. Dari sisi penerimaan, anggaran pemerintah untuk pembiayaan publik dapat
dihasilkan dari dua sumber, yaitu domestik dan pinjaman luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri, dapat diperoleh dari pajak pendapatan, pajak penjualan dan
pajak produksi, sedangkan dari luar negeri, pinjaman dapat dari berbagai bentuk, tetapi dalam hal ini hanya dibatasi pada pinjaman luar negeri untuk publik.
Sedangkan dari sisi pengeluaran, penurunan kemiskinan dan redistribusi pendapatan diimplementasikan melalui tiga instrumen alokasi anggaran
pemerintah, yaitu 1 subsidi langsung atau subsidi individu yang ditargetkan pada rumahtangga berpendapatan rendah, 2 subsidi harga, subsidi yang dialokasikan
untuk komoditi yang digunakan oleh rumahtangga menjadi lebih murah terutama untuk kebutuhan pokok, dan 3 pengeluaran langsung pemerintah terhadap
pelayanan publik dan infrastruktur, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan, yang diutamakan bagi kelompok rumahtangga yang
berpendapatan rendah.
Gambar 4.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Fiskal dalam Mempengaruhi Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Dengan mengacu pada konsep yang diajukan oleh Romer dan Lucas, maka fokus kajian ini lebih ditekankan pada pengeluaran pemerintah untuk pendidikan
dan kesehatan. Dalam penelitian ini, instrumen pengeluaran pemerintah untuk investasi pendidikan dan kesehatan yang akan mewakili investasi di dalam modal
manusia. Untuk mengetahui apakah investasi sumberdaya manusia efektif dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan, instrumen
transfer pendapatan ke rumahtangga oleh pemerintah juga akan dianalisis sebagai pembanding.
Pajak Pendapatan
Pajak Produksi
Pajak Penjualan
Pinjaman Luar
Transfer Susbsidi
Penyesuaian Pendapatan
Penyesuaian Harga
Penyesuaian di dalam Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga
Pengeluaran Pembangunan Terutama untuk
Kesehatan dan pendidikan
Æ Distribusi Pendapatan Æ Kemiskinan
Tekanan pada Inflasi
Growth lambat: penyesuaian
Work-leisure Preferences
switch
A A
n n
g g
g g
a a
r r
a a
n n
P P
e e
m m
e e
r r
i i
n n
t t
a a
h h
3.3.2. Kerangka Operasional
Untuk menjawab tujuan penelitian ini, digunakan sebuah model CGE yang diadopsi dari model INDOF Oktaviani, 2000, selanjutnya model INDOF
dimodifikasi dengan menambah persamaan fiskal yang diadopsi dari model CGE WAYANG Wittwer, 1999. Model CGE dikombinasikan dengan metode
pengukuran Beta Distribution Function Decaluwe, 1999; Agenor, et.al 2003 dan metode Foster-Greer-Thorbecke seperti yang dilakukan Cockburn 2001.
Karena di dalam model INDOF dan WAYANG, investasi sumberdaya manusia tidak dinyatakan secara eksplisit dan pengeluaran pemerintah tidak
didisagregasi berdasarkan sektor, maka digunakan pendekatan ekonometrik dengan tujuan untuk menduga pengaruh investasi sumberdaya manusia terhadap
peningkatan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja diproxy oleh output per effective labor. Secara ringkas, kerangka operasional penelitian
disajikan pada pada Gambar 5.
Gambar 5. Kerangkan Operasional Penelitian
Perubahan produktivitas Tenaga kerja sektoral
Model INDOF dan WAYANG
Model Ekonometrika Investasi Sumberdaya Manusia
Beta Distributin Function
Perubahan Pendapatan RT
Foster-Greer- Thorbecke FGT
Tingkat Kemiskinan Rumahtangga
Distribusi Pendapatan Rumahtangga
Hasil simulasi perubahan produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan dari model ekonometrik, selanjutnya akan dimasukkan ke dalam model CGE. Salah
satu yang dihasilkan dari model CGE adalah perubahan tingkat pendapatan rumahtangga. Perubahan tingkat pendapatan rumahtangga tersebut selanjutnya
dijadikan sebagai input untuk mengevaluasi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan dengan menggunakan metode Beta Distribution Function Foster-
Greer-Thorbecke .
Acuan dasar dalam memilih metode dan ukuran dari penelitian tersebut lebih berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan penelitian ini. Contoh seperti
Decaluwe 1999 dan Agenor, 2003 telah memasukkan unsur beta distribution atau beta density distribution function sebagai suatu proxy ketimpangan
pendapatan, Cockburn, 2001 memasukkan metode pengukuran FGT sebagai ukuran kemiskinan, model WAYANG telah memasukkan unsur persamaan fiskal,
sedangkan model INDOF telah mengembangkan model CGE menjadi yang bersifat semi dinamis.
IV. MODEL EKONOMI KESEIMBANGAN UMUM