Latar Belakang Ekobiologi kerang sepetang (Pharella acutidens Broderip & Sowerby, 1828) di Ekosistem Mangrove Pesisir Kota Dumai Riau

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pharella acutidens Broderip dan Sowerby, 1828 merupakan salah satu jenis bivalviakerang moluska yang hidup di ekosistem mangrove. Menurut Carpenter dan Niem 1998 bivalvia P. acutidens termasuk ke dalam Ordo Veneroida dan Famili Solenidae Cultellidae. Genus Pharella ini selain terdiri dari jenis P. acutidens atau dikenal Sharp razor clam, juga jenis P. javanica atau Javanese razor clam . Belum banyak laporan tentang penyebaran kerang Pharella ini, terutama di Indonesia. Salah satu lokasi yang memiliki sumberdaya P. acutidens adalah ekosistem mangrove di Dumai Barat Kota Dumai Provinsi Riau, dan oleh masyarakat pesisir Dumai disebut sipetangsepetang Tanjung et al. 2005; Disnakkanla Kota Dumai 2008. Kerang sepetang ini sudah lama menjadi bahan makanan bagi masyarakat pesisir Dumai. Menurut Tanjung 2005 kerang sepetang merupakan salah satu sumber protein hewani dan digemari penduduk pesisir Dumai Barat. Analisis proksimat kerang sepetang menunjukkan bahwa kerang ini mengandung protein relatif tinggi, yaitu 13.25. Kandungan protein ini lebih tinggi dibandingkan pada kerang lumpur Anodontia edentula yang diperoleh Natan 2008, yaitu sebesar 10.8, namun lebih rendah dibandingkan yang didapat Trisyani et al. 2007 pada kerang lorjuk Solen vaginalis, yaitu sebesar 18.67. Selain sebagai salah satu sumber protein bagi masyarakat, kerang sepetang juga mempunyai peran ekologis. Lubang-lubang yang dibangun kerang sepetang dapat membantu masuknya oksigen ke dalam substrat hutan mangrove yang sering mengalami kondisi anoksik. Cara makan sepetang yang bersifat filter feeder dapat menurunkan tingkat kekeruhan perairan karena mengabsorpsi partikel seston organik dan anorganik, sehingga cahaya yang mencapai dasar menjadi meningkat Newell 2007. Bivalvia juga memainkan peranan penting lainnya dalam ekosistem laut, yaitu mengontrol aliran material dan energi Dame 1996 ; Gosling 2003 diacu dalam Soares-Gomes dan Pires-Vanin 2005. 2 Populasi kerang sepetang di ekosistem mangrove Dumai Barat saat ini menunjukkan gejala penurunan. Berdasarkan informasi dari masyarakat yang sering menangkap kerang sepetang, kerang ini semakin sulit didapat. Untuk mendapatkan 2 kg kerang sepetang saja sekarang ini dibutuhkan waktu berjam-jam, sehingga jarang dijual di pasar. Hal ini diperkirakan terkait dengan tekanan pada ekosistem mangrove sebagai habitat kerang sepetang seperti penebangan hutan mangrove, pencemaran dan penangkapan oleh masyarakat yang intensif. Degradasi ekosistem mangrove berupa penurunan kerapatan vegetasi mangrove dan luasan hutan mangrove di pesisir Dumai terjadi akibat penebangan vegetasi mangrove dan konversi hutan mangrove menjadi peruntukan lainnya seperti untuk kawasan industri, pelabuhan dan pertanian. Perkembangan Kota Dumai sebagai kota industri dan pelabuhan telah menyebabkan bertambahnya limbah yang masuk ke perairan, termasuk ke ekosistem mangrove. Menurut Yayasan Laksana Samudera dan Bappeko Dumai 2003 hutan mangrove di wilayah pesisir Kota Dumai memiliki luas 5.330.56 ha dan telah mengalami penurunan luasan hutan mangrove sebesar 553.379 ha 9.39 dalam rentang waktu tahun 1998 - 2002. Perkembangan Dumai sebagai kota industri dan pelabuhan telah menyebabkan semakin beratnya tekanan terhadap lingkungan perairan pesisir Kota Dumai termasuk ekosistem mangrove dan biota yang hidup di dalamnya. Mengingat pentingnya peran ekologis kerang sepetang di ekosistem mangrove dan peran ekonomis kerang sepetang bagi masyarakat pesisir Dumai khususnya, masalah penurunan populasi kerang P. acutidens perlu segera diatasi, baik melalui tindakan konservasi maupun rehabilitasi. Upaya perbaikan populasi kerang sepetang telah dimulai oleh kelompok Pencinta Alam Bahari di kawasan Muara Sungai Dumai pada tahun 2007 Issfad 2009, namun belum menunjukkan hasil yang nyata. Hal ini terkait dengan terbatasnya informasi yang dapat dijadikan panduan pada kegiatan tersebut, terutama informasi ekologi dan biologi kerang sepetang itu sendiri. Sejauh ini publikasi tentang spesies kerang Pharella acutidens masih sangat terbatas. Davy dan Graham 1982 melaporkan kerang P. acutidens sebagai komoditi perdagangan di Philipina. Han et al. 2003 menginformasikan keberadaan P. 3 acutidens sebagai salah satu jenis bivalvia di ekosistem mangrove semenanjung Leizhou, China dan Tang et al. 2007 tentang keberadaan P. acutidens di hutan mangrove Zhanziang Teluk Yingluo Provinsi Guangdong, China. Tanjung 2005 mendeskripsikan tingkat kematangan gonad sepetang secara kualitatif serta beberapa aspek biologi lainnya. Febrita et al. 2006 mendapatkan kerang sipetang mengakumulasi logam Pb dan Cu dengan nilai faktor konsentrasi biologi secara berturut-turut 34.17-49.96 dan 455.17-4032.50. Sehubungan dengan masih sangat terbatasnya informasi tentang P. acutidens, maka perlu dilakukan kajian ekobiologi kerang sepetang pada ekosistem mangrove dengan berbagai kondisi. Karakter biologi kerang sepetang yang dikaji meliputi biologi populasi dan biologi reproduksi. Selanjutnya informasi ini dapat digunakan dalam konservasi dan rehabilitasi dalam upaya peningkatan populasi kerang sepetang, khususnya di pesisir Kota Dumai.

1.2 Perumusan Masalah