Plankton Faktor-faktor Lingkungan Ekobiologi kerang sepetang (Pharella acutidens Broderip & Sowerby, 1828) di Ekosistem Mangrove Pesisir Kota Dumai Riau

Salinitas perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai Effendi 2003. Dwiono 2003 menyatakan bahwa kemampuan mentoleransi salinitas dan temperatur Geloina expansa lebih sempit dibandingkan G. erosa . Kebanyakan moluska yang hidup di daerah estuari akan mengalami tekanan atau stress jika salinitas terlalu rendah Wells dan Lens 1977 diacu dalam Russel-Hunter 1983. Derajat keasaman pH perairan merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme. Setiap organisme mempunyai pH optimal, pH optimal untuk kehidupan moluska adalah 6.5-7.5 Russel-Hunter 1983. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH 7.0-8.5 Effendi 2003. Oksigen merupakan salah satu gas terlarut yang memegang peranan penting untuk menunjang kehidupan organisme dalam proses respirasi dan metabolisme sel. Kandungan oksigen terlarut optimum untuk moluska berkisar antara 4.1-6.6 ppm. A granosa tunduk terhadap tekanan oksigen yang rendah di habitat alami Bayne 1973 diacu dalam Broom 1985. Menurut Effendi 2003, kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mgl mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik Nitrat dan fosfat di perairan merupakan senyawa mikronutrien pengontrol produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Nitrat adalah hasil akhir dari proses oksidasi nitrogen. Plankton yang menjadi makanan bagi hewan penyaring seperti bivalvia akan dipengaruhi oleh konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan. Pada umumnya fosfat di perairan alami tidak lebih dari 0.1 mgl. Apabila kandungan fosfat cukup tinggi maka akan terjadi eutrofikasi Goldman Horne 1983. Ortofosfat PO 4 -P terlarut merupakan fosfor dalam bentuk anorganik yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya Lind 1979. Triatmodjo 1999 menyatakan bahwa pasang surut merupakan salah satu parameter penting dalam sirkulasi aliran air di estuari. Arus pasang surut mempengaruhi pergeseran salinitas dan kekeruhan di sepanjang estuari, yang bergerak ke arah hulu pada waktu pasang dan ke hilir waktu surut. Dwiono 2003 mengemukakan bahwa kegiatan makan kerang yang hidup di daerah pasang surut akan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut. Selama air pasang, kerang akan secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambulan makanan akan sangat menurun bahkan mungkin akan terhenti sama sekali. Sedimen di ekosistem mangrove adalah lumpur dan pasir berlumpur Bengen 2002. Vermeij 1974 diacu dalam Morton 1983 mencatat bahwa tanah mangrove sangat asam dan menunjukkan bahwa dalam jumlah persentase yang besar dari moluska mangrove mengalami resorpsi. Well dan Slack-Smith 1981 diacu dalam Morton 1983 menyatakan bahwa sedikit bivalvia yang membenamkan diri dalam hutan mangrove. Hal ini terkait sedimen yang mungkin terlalu halus untuk moluska membenamkan diri. Menurut Budiman 1991, moluska dari kelas bivalvia banyak ditemukan pada substrat dengan kandungan liat rendah dan pasir yang sedang. Seluruh spesies Anadara yang mempunyai nilai ekonomis penting membenamkan diri dalam substrat lunak. Anadara granosa dapat ditemukan pada substrat lumpur berpasir tetapi paling tinggi populasinya ditemukan pada lumpur lunak intertidal berbatasan dengan hutan mangrove Pathansali 1966 diacu dalam Broom 1985. Kandungan air dari lumpur tempat ditemukan populasi alami A. granosa adalah 55-65 Broom 1985.

2.5 Sistematika dan Morfologi Kerang Sepetang

Bivalvia yang termasuk ke dalam filum moluska terbagi ke dalam lima subklas, yaitu subklas Palaeotaxodonta, Palaeoheterodonta, Pteriomorpha, Anomalodesmata dan Heterodonta. Heterodonta memiliki superfamili Solenacea Arnold 1989. Sistematika kerang sepetang Pharella acutidens menurut Carpenter dan Niem 1998 adalah sebagai berikut. Phylum : Moluska Klas : Bivalvia Subklas : Heterodonta Ordo : Veneroida Superfamili : Solenacea Famili : Solenidae Cultellidae Genus : Pharella Tanjung 2005 mengelompokkan kerang Pharella acutidens ini ke dalam famili Pharidae. P. acutidens mempunyai cangkang yang sangat tipis dan memanjang, kira-kira lima kali lebarnya. Umbo yang rendah terletak di belakang anterior, sepertiga dari panjang cangkang, hinge dengan sedikitnya dua gigi cardinal tiap cangkup. P. acutidens mempunyai periostrakum coklat terang sampai kehijauan, sedangkan P. javanica mempunyai cangkang agak tipis dan memanjang, empat kali lebar ; periostrakum kecoklatan, sering gelap bagian tengah cangkang. Pharella acutidens dapat mencapai ukuran maksimum 8 cm dan pada umumnya berukuran 6 cm Carpenter Niem 1998. Sementara Tanjung 2005 mendapatkan ukuran P. acutidens ini mencapai lebih dari 9 cm. Morfologi kerang sepetang P. acutidens seperti pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Kerang sepetang Pharella acutidens Sumber : Dokumentasi penulis

2.6 Biologi Populasi Bivalvia

Morfometrik adalah bentuk-bentuk luar dari bagian-bagian tubuh tertentu yang dijadikan dasar untuk membandingkan, seperti lebar, panjang dan lainnya. Morfometrik ini merupakan salah satu cara yang digunakan dalam membedakan subpopulasi Effendie 1979. Panjang dan berat merupakan dua komponen dasar dalam biologi spesies pada tingkat individu dan populasi. Informasi hubungan panjang berat penting untuk manajemen dan perkiraan yang tepat dalam perikanan Park Oh 2002. Gimin et al. 2004 menyatakan bahwa panjang, tinggi, lebar dan volume cangkang menunjukkan korelasi yang kuat dengan berat. Hubungan allometrik antara panjang cangkang, lebar atau volume terhadap berat hidup dapat digunakan