Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove

sebagian SD yang vegetasi mangrovenya relatif tinggi dan besar. Naungan dari kanopi vegetasi mangrove menghalangi semaian yang ada untuk tumbuh menjadi anakan dan pohon, sehingga kalaupun ada propagul jenis vegetasi mangrove lain yang masuk dibawa arus ke kawasan tersebut akan sulit untuk berkembang. Dilihat dari distribusi dan keragaman jenis mangrove di perairan pesisir Dumai ini secara vertikal dari laut tidak menunjukkan adanya zonasi yang nyata. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan ketebalan mangrove yang relatif tipis dan kondisi lingkungan yang cenderung homogen, terutama pada stasiun PP yang ketebalan vegetasi mangrovenya sebagian kurang dari 100 m. Pada stasiun SM dan SD yang masing-masing berada pada muara sungai, yaitu Sungai Mesjid dan Sungai Dumai, juga tidak menunjukkan zonasi yang nyata. Hal ini juga terkait dengan ketebalan mangrove yang juga relatif tipis.Air pasang yang masuk ke kawasan hutan mangrove melalui saluran-saluran air yang berada di pinggir sungai dan adanya alur-alur air yang ada di dalam hutan mangrove membuat kondisi menjadi relatif homogen. Kerapatan vegetasi mangrove untuk setiap stasiun bervariasi Lampiran 6- 8. Untuk tingkat pohon dan semaian, kerapatan tertinggi diperoleh pada stasiun SM, sementara untuk tingkat anakan, kerapatan tertinggi didapatkan pada stasiun PP. Berdasarkan kerapatan vegetasi mangrove kategori pohon pada ketiga stasiun, maka kondisi mangrove di stasiun SM dan SD dalam kondisi baik, yaitu berturut-turut 3967 phnha dan 1500 phnha sedangkan pada stasiun PP dalam kondisi rusak, yaitu 856 phnha. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 2004, kondisi hutan mangrove dikatakan baik bila vegetasi mangrovenya memiliki persen tutupan 75 atau kerapatan vegetasi 1500 indha, kondisi sedang bila memiliki persen tutupan 50 sampai 75 atau kerapatan vegetasi 1000 indha sampai 1500 indha dan kondisi rusak bila memiliki persen tutupan 50 atau kerapatan vegetasi 1000 indha. Berdasarkan analisis struktur komunitas vegetasi mangrove yang ada di pesisir Kota Dumai pada ketiga stasiun, SM, PP dan SD, diperoleh bahwa X. granatum mempunyai indeks nilai penting tertinggi, yaitu secara berturut-turut 139.54, 116.83 dan 74.84 untuk pohon Lampiran 6 dan 182.76, 89.09 dan 84.58 untuk anakan Lampiran 7. Nilai indeks penting kedua terbesar untuk kelompok pohon, yang jauh lebih besar dari jenis lain adalah R. apiculata 121.47 pada stasiun SM, sementara pada stasiun PP dan SD indeks penting terbesar kedua berturut-turut adalah H. littoralis 39.42 dan S. alba 57.09. Rata-rata nilai indek penting setiap stasiun disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Indeks Nilai Penting vegetasi mangrove kelompok pohon pada setiap stasiun No. Nama Jenis INP Rata-rata SM PP SD 1 R. apiculata 121.47 38.27 49.34 70.38 2 R. mucronata - 9.58 - 3.33 3 X. granatum 139.54 116.83 74.84 113.79 4 A. alba 4.53 26.89 53.82 27.33 5 A. marina 4.59 6.68 12.80 7.78 6 H. littoralis - 39.42 - 12.19 7 B. gymnorrhiza 5.65 16.57 39.19 19.69 8 B. cylindra - 15.98 - 4.85 9 B. sexangula 14.58 - - 4.86 10 H. tiliaceus - 9.53 - 2.93 11 S. alba - 20.24 57.09 37.64 12 E. agallocha - - 8.84 2.95 13 L. littorea 9.64 - 4.08 6.86 Jumlah 300.00 300.00 300.00 300.00 Ket : SM: muara S. Mesjid, PP: Pantai Purnama, SD: muara S. Dumai Indeks nilai penting yang tinggi dari jenis X. granatum tidak saja untuk tingkat pohon tapi juga untuk anakan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini menguasai kawasan hutan mangrove pesisir Kota Dumai. Nilai penting yang tinggi untuk jenis X. granatum disumbangkan oleh ketiga komponen yaitu kerapatan, frekuensi dan penutupan relatif. Hal ini diperkirakan karena penebangan jenis lain, terutama Rhizophora oleh masyarakat untuk kayu bakar, bahan bangunan dan keperluan lainnya, terutama pada stasiun PP dan sebagian stasiun SD. Namun demikian tingginya penguasaan jenis X. granatum juga berkaitan dengan kondisi lingkungan yang cocok untuk jenis ini, yaitu substrat yang relatif keras dan input sedimen yang relatif kecil, terutama untuk stasiun Pantai Purnama PP yang tidak ada sungai bermuara pada kawasan tersebut. Hal ini juga ditunjukkan oleh tinggi nilai penting X. granatum di stasiun SM yang relatif terhindar dari penebangan. Tomlinson 1986 menyatakan bahwa X. granatum hidup pada hutan mangrove bagian ke darat dengan substrat berpasir. Sementara Taniguchi et al. 1999 mengemukakan bahwa X. granatum banyak dijumpai pada tempat yang salinitasnya relatif rendah dan permukaan tanahnya tinggi. Tabel 4 Indeks Nilai Penting vegetasi mangrove kelompok anakan pada setiap stasiun No. Nama Jenis INP Rata-rata SM PP SD 1 R. apiculata 88.88 51.13 81.84 74.33 2 X. granatum 182.76 89.09 84.58 117.61 3 A. alba 13.72 10.43 16.32 12.92 4 H. littoralis - 15.93 - 4.23 5 B. gymnorrhiza - 12.94 75.57 28.95 6 B.cylindra - 11.12 - 3.66 7 H. tiliaceus - 6.82 - 2.09 8 S. alba - 18.09 28.86 14.86 9 C. decandra - 6.05 - 1.66 10 C. tagal 11.93 - - 3.97 11 A. marina - 9.28 - 2.57 12 L. littorea - 23.22 12.83 18.33 13 S. hydrophyllacea 4.50 45.90 - 15.42 Jumlah 300.00 300.00 300.00 300.00 Ket : SM: muara S. Mesjid, PP: Pantai Purnama, SD: muara S. Dumai Berdasarkan data jenis dan kerapatan mangrove yang diperoleh, secara umum kondisi hutan mangrove di pesisir Dumai dapat digolongkan ke dalam kondisi rusak atau tidak alami lagi. Hanya pada stasiun SM yang berada di dalam kawasan Stasiun Kelautan Universitas Riau dan sebagian di stasiun SD yang berada dalam kawasan PT Pelindo Cabang Dumai serta di bawah pengawasan kelompok Pencinta Alam Bahari dalam kondisi baik. Hal ini disebabkan sebagian besar kawasan hutan mangrove yang terdapat di pesisir Dumai dimiliki oleh masyarakat.Pemiliknya dapat memanfaatkan lahan mangrove sesuai kebutuhan dan keinginannya, baik untuk memanfaatkan pohon mangrovenya atau mengkonversinya menjadi kawasan lain seperti lahan pertanian dan pemukiman, terutama pada stasiun PP dan sebagian stasiun SD. 4.2Jenis dan Kelimpahan Plankton Plankton menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai makanan dan jaring makanan. Keberadaan plankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena memegang peranan penting sebagai makanan bagi berbagai organisme laut. Kerang pada umumnya memakan dengan cara menyaring makanan filter feeder, sehinggaplankton di perairan menjadi makanan utama, selain bahan organik lainnya seperti detritus yang berada dalam kolom air. Untuk itu penting mengetahui jenis dan kelimpahan plankton di suatu perairan dalam kaitannya mengkaji kehidupan kerang di suatu perairan. Kelimpahan plankton rata-rata yang didapat di perairan pesisir Kota Dumai untuk masing-masing stasiun penelitian disajikan pada Gambar 7, sedangkan jenisnya disajikan pada Lampiran9. Pada Lampiran 9 dapat dilihat bahwa jumlah jenis plankton pada stasiun SM 18 jenis yang berada paling jauh dari pusat kota, kawasan industri dan pelabuhan, lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya, masing-masing 15 jenis jenis stasiun PP dan 11 stasiun SD. Kelimpahan plankton rata-rata tertinggi ditemukan pada stasiun SM 4167 sell dan terendah pada stasiun SD3 3073 sell Gambar 7. Kondisi perairan pada stasiun SM lebih mendukung untuk kehidupan plankton, dibandingkan stasiun PP dan SD, terutama stasiun SD yang berada dekat sekali dengan aktivitas pelabuhan, kawasan industri dan pusat perkotaan yang banyak menyumbangkan limbah. Limbah minyak dari unit pengolahan minyak milik PT. Pertamina UP II Dumai dan ceceran dari kapal- kapal pembawa minyak saat pemuatan, kapal kargo dan penumpang serta limpasan oli-oli bekas dari perkotaan tidak diukur pada penelitian ini, dapat mempengaruhi keberadaan plankton di perairan Dumai. Keberadaan lapisan minyak dapat menyebabkan gangguan pada plankton, seperti diketahui plankton sangat rentan terhadap kehadiran lapisan minyak di perairan. Walaupun kandungan hara berupa nitrat dan fosfat tinggi, namun kalau adanya lapisan minyak dapat menyebabkan plankton sulit berkembang. Selain itu kekeruhan yang tinggi secara visual, namun tidak diukur pada penelitian ini diperkirakan juga menyebabkan rendahnya kelimpahan plankton di perairan Dumai. Jumlah jenis dan kelimpahan plankton yang diperoleh di lokasi penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan yang diperoleh Hari 1999 di kawasan hutan mangrove Teluk Kulisusu Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, yaitu 28 takson dengan 95 696 indl. Kelimpahan plankton yang rendah di hutan mangrove Dumai ini diperkirakan turut berpengaruh terhadap kelimpahan kerang sepetang di lokasi penelitian, selain juga disebabkan parameter lingkungan lainnya. Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa jenis plankton yang banyak didapat adalah kelompok diatom yang berbentuk basil Bacillariophyceae Lampiran 9. Ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nontji 1993 bahwa di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata. Alga biru jarang dijumpai, tetapi sekali muncul sering dalam populasi sangat besar. Gambar7Kelimpahan rata-rata plankton sell pada setiap stasiun selama penelitian. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa jumlah jenis dan kelimpahan plankton yang terdapat di perairan Dumai relatif sangat rendah. Hal ini diperkirakan bukan karena konsentrasi unsur hara nitrat dan fosfat yang rendah di kolom air Tabel 5, namun lebih karena adanya masukan limbah seperti minyak di dalam air walaupun tidak diukur pada penelitian ini terutama stasiun SD yang relatif lebih dekat dengan pelabuhan dan unit pengolahan minyak PT. Pertamina. Sehubungan dengan itu dapat dinyatakan bahwa perairan Dumai telah mengalami tekanan dari aktivitas yang ada di Kota Dumai tersebut.

4.3 Karakteristik Fisik Kimia Lingkungan Ekosistem Mangrove

Karakteristik fisik kimia lingkungan ekosistem mangrove merupakan hal yang sangat penting bagi organisme yang hidup di dalamnya. Data curah hujan di 4531 4063 3073 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 SM PP SD K el im p ah an S el l Stasiun Kota Dumai selama penelitian dankisaran nilai dan rata-rata hasil pengukuran karakteristik fisik kimia air dan sedimen di ekosistem mangrove selama penelitian berturut-turut disajikan pada Lampiran 10 dan Tabel 5. Curah hujan Curah hujan di suatu kawasan akan mempengaruhi salinitas air di ekosistem mangrove, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kehidupan biota yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Selain itu selama musim hujan intensitas penyinaran matahari rendah dan lama penyinaran juga kurang. Hal ini menyebabkan suhu perairan juga rendah selama musim hujan. Fluktuasi suhu di daerah tropis lebih disebabkan musim hujan, karena selama musim hujan penyinaran matahari tidak maksimal. Pada bulan April di Kota Dumai terjadi hujan dengan curah yang tinggi 403.4 mm dengan jumlah hari hujan 16 hari Lampiran 10. Curah hujan yang tinggi pada bulan tersebut menyebabkan terjadi penurunan suhu perairan tersebut secara signifikan, yang diperkirakan berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi sepetang. Selama musim hujan, awan dan mendung menghalangi cahaya matahari menyinari perairan. Sementara pada musim kemarau intensitas cahaya matahari tinggi, sehingga suhu perairan juga relatif tinggi pada waktu tersebut. Nabuab dan Del Corte-Campos 2006 menyatakan bahwa aktivitas seksual kerang Gari elongata meningkat selama musim basah sementara perkembangan gamet terjadi selama musim kering sebelumnya. Suhu air Hasil pengukuran rata-rata suhu air pada setiap stasiun penelitian didapatkan nilai berkisar antara 28.4-29.6 o C Tabel 5. Suhu tertinggi tercatat di stasiun PP dan SD. Perbedaan nilai suhu tersebut itu diperkirakan karena pengaruh dari naungan kanopi vegetasi mangrove saat penyinaran matahari,selain aktivitas yang ada di sekitar lokasi tersebut, seperti aktivitas pelabuhan, lalu lintas kapal dan industri. Walaupun suhu pada stasiun PP dan SD relatif tinggi, secara umum nilai suhu masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh organisme perairan yaitu 25-32 o C Effendi 2003. Trisyani et al. 2007 mendapatkan suhu perairan yang merupakan habitat kerang lorjuk Solen vaginalis di perairan pantai timur Surabaya 28-30 o C. Natan 2008 mencatat rata-rata suhu perairan di ekosistem mangrove Teluk Ambon bagian dalam berkisar antara 27.86-28.20 o C. Menurut