112
Bagi perempuan Indonesia, penyelenggaraan konferensi ini membangkitkan semangat gerakan perlawanan terhadap rezim. Selain itu juga menggiatkan partisipasi
perempuan untuk terlibat dalam institusi pemerintahan atau sebagai representasi dari partai politik. Berikut penjelasan dari masing-masing resultan di atas.
1. Gerakan Perempuan
Keterlibatan delegasi Indonesia dalam penandatanganan CEDAW di Beijing membuka jaringan lebih luas antara aktivis perempuan lokal dan dunia. Secara
bersamaan, krisis multidimensional berkepanjangan membuat masyarakat geram sehingga memicu berbagai aksi. Setelah selama 32 tahun lamanya perempuan
dibekukan melalui ideologi ibuisme, di bulan Februari muncul sebuah aksi turun ke jalan dari Yayasan Jurnal Perempuan.
208
Aksi ini cenderung dianggap sebagai non- politik, namun tujuannya membuka keberanian bagi perempuan untuk terlibat dalam
perubahan politik melalui “demo susu” bernama Suara Ibu Peduli.
Suara Ibu Peduli bersama UNIFEM United Nations Development Fund for Women memulai aksinya dengan menggalang dana guna membeli susu untuk dijual
208
Yayasan Jurnal Perempuan merupakan organisasi non-profit yang digagas oleh Gadis Arivia pada tahun 1995 dengan dukungan dari Toety Heraty Noerhadi, Ida Dhanny,
dan Asikin Arif. Awalnya, penerbitan Jurnal Perempuan disebabkan oleh minimnya bacaan mengenai
feminisme bagi
mahasiswa Universitas
Indonesia. Namun
seiring perkembangannya, jumlah pembaca Jurnal Perempuan meningkat maka disusunlah sebuah
redaksi kecil yang berhasil mewujudkan jurnal feminis pertama di Indonesia dengan bermacam tema, seperti trafficking, kekerasan dan permasalahan perempuan nyangkut
ekonomi, sosial, hukum. Baca Profil Yayasan Jurnal Perempuan, diakses dari www.jurnalperempuan.org pada tanggal 13 Maret 2016 pukul 4:54 WIB.
113
kembali kepada masyarakat umum dalam bentuk kemasan yang baru.
209
Pada hari penjualan, tepatnya tanggal 20 Februari 1998, kantor Yayasan Jurnal Perempuan
penuh sesak oleh ibu-ibu dan bapak-bapak yang rela mengantri demi mendapatkan susu bayi dengan harga murah. Pasalnya, produk susu pada masa-masa itu mengalami
kelangkaan dan apabila tersedia harganya meningkat tajam hingga 400.
210
Selain susu bayi, para pengantri juga mengeluhkan harga-harga kebutuhan pokok
melambung tinggi sehingga khawatir akan masa depan yang suram.
211
Aksi penjualan
209
Bentuk kerja sama ini merupakan salah satu contoh feminisme transnasional. Menjelang tahun 1990, sebuah gerakan baru muncul yaitu post feminism; feminisme dalam
situasi sekarang, yang meliputi feminisme multikultural dan feminisme transnasional. Feminisme multikultural mengutamakan pertautan antara gender, ras dan kelas. Sementara
feminisme transnasional melihat isu perempuan secara global namun mengedepankan perbedaan tiap-tiap daerah atau individu. Namun kedua gerakan tersebut bersepakat, yaitu
melihat kebutuhan untuk membangun jembatan antara kelompok-kelompok feminis yang tidak membutuhkan pengalaman dan identitas sama namun bertujuan satu, seperti penegakan
HAM, pemberdayaan, solidaritas. Post feminism berbeda dengan feminisme gelombang kedua, disponsori oleh salah satunya Simone de Beauvoir, yang melihat perbedaan laki-laki
dan perempuan sehingga membebaskan laki-laki dari beban produksi dan hak istimewa laki- laki untuk mendefinisikan dirinya. Baca Gadis Arivia, 2016, op.cit, hlm. 4-6.
210
Sebelum krisis ekonomi menerjang di tahun 1997, beberapa produk mengalami kelangkaan di pasaran seperti semen dan bahan bakar minyak. Daniel Dhakidae memiliki
penjelasan menarik terkait kelangkaan tersebut, yang tidak lain merupakan keterkaitan antara bahasa dan ekonomi politik kekuasaan. Jika penguasa dapat diartikan negara menggunakan
bahasa untuk mengumumkan harga semen naik atau mengontrol jumlah produk keluar di pasar maka hal-hal demikian akan nyata terjadi. Pasalnya, yang menentukan harga suatu
produk adalah penguasa atau negara sehingga setiap saat bisa dan berhak menaikkan walaupun tidak berkuasa untuk menurunkan. Analogi ini dapat digunakan dalam kasus
kelangkaan susu. Berbagai produk tersebut menunjukkan kepada sesuatu yang disebut kekuasaan, baik berbentuk semen atau susu. Kekuasaan ini terus berupaya untuk
memperlihatkan dirinya sendiri dalam menjalankan praktik kekerasan. Baca Dhaniel Dhakidae, 2003, hlm. 403-409.
211
Gadis Arivia, 2007, makalah “Politik Representasi Suara Ibu Peduli”
dipresentasikan dalam acara Peringatan 9 Tahun Reformasi di Plaza Gedung Nusantara II DPR RI, hlm. 3. Diakses dari www.jurnalperempuan.org tanggal 6 April 2016 pukul 9:56
WIB. Bandingkan juga dengan Bagus Zidni Ilman Nafi, 2015, “Terlewat dalam Krisis: Aksi
114
susu ini merupakan strategi politik untuk menyamarkan tuntutan supaya Soeharto turun sebagai presiden. Perlu diketahui juga bahwa rombongan aksi “demo susu” juga
melibatkan laki-laki, mahasiswi, kelompok intelektual perguruan tinggi, dan ibu-ibu rumah tangga. Kejadian ini membuktikan bahwa perempuan Indonesia merasakan
hasrat dan tanggung jawab sama besarnya dengan laki-laki untuk menuntut reformasi. Gadis
Arivia menjelaskan bahwa pemilihan kata “ibu-ibu” dalam aksi Suara Ibu Peduli digunakan untuk menjungkirbalikkan konsep negara terhadap kontrol
perempuan.
212
Ibaratnya, senjata makan tuan. Soeharto, sebagai pencipta peran ganda perempuan memakan sendiri
perlawanan dari sosok “ibu-ibu” yang mengeksploitasi elemen tradisional, dalam hal ini adalah susu bayi sebagai simbol protes untuk
menuntut jalannya sebuah demokrasi. Keterlibatan perempuan dalam ruang publik menjadi kian gencar setelah
gerakan Suara Ibu Peduli bergema hingga dunia internasional.
213
Protes dari Suara Ibu Peduli menjadi tonggak penting dalam sejarah pergerakan di Indonesia karena
Unjuk Rasa Gerakan Suara Ibu Peduli pada 1998” dalam Jurnal Sejarah, Histma: Perempuan dan Negara, Yogyakarta: Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah FIB UGM, hlm. 46.
212
Gadis Arivia, 2007, op.cit, hlm. 2.
213
Ketiga aktivis dari Suara Ibu Peduli, Karlina, Wilasih dan Gadis Arivia mendekam dalam penjara karena dituduh membuat onar. Namun kejadian ini justru
menyedot perhatian pers internasional dan memupuk kelahiran gerakan-gerakan baru, bahkan melahirkan kemungkinan baru feminis laki-laki di Indonesia. Gadis Arivia, 2007, op.cit, hlm.
4-6.