Pasca Lengsernya Soeharto Perempuan dalam Ruang Publik

114 susu ini merupakan strategi politik untuk menyamarkan tuntutan supaya Soeharto turun sebagai presiden. Perlu diketahui juga bahwa rombongan aksi “demo susu” juga melibatkan laki-laki, mahasiswi, kelompok intelektual perguruan tinggi, dan ibu-ibu rumah tangga. Kejadian ini membuktikan bahwa perempuan Indonesia merasakan hasrat dan tanggung jawab sama besarnya dengan laki-laki untuk menuntut reformasi. Gadis Arivia menjelaskan bahwa pemilihan kata “ibu-ibu” dalam aksi Suara Ibu Peduli digunakan untuk menjungkirbalikkan konsep negara terhadap kontrol perempuan. 212 Ibaratnya, senjata makan tuan. Soeharto, sebagai pencipta peran ganda perempuan memakan sendiri perlawanan dari sosok “ibu-ibu” yang mengeksploitasi elemen tradisional, dalam hal ini adalah susu bayi sebagai simbol protes untuk menuntut jalannya sebuah demokrasi. Keterlibatan perempuan dalam ruang publik menjadi kian gencar setelah gerakan Suara Ibu Peduli bergema hingga dunia internasional. 213 Protes dari Suara Ibu Peduli menjadi tonggak penting dalam sejarah pergerakan di Indonesia karena Unjuk Rasa Gerakan Suara Ibu Peduli pada 1998” dalam Jurnal Sejarah, Histma: Perempuan dan Negara, Yogyakarta: Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah FIB UGM, hlm. 46. 212 Gadis Arivia, 2007, op.cit, hlm. 2. 213 Ketiga aktivis dari Suara Ibu Peduli, Karlina, Wilasih dan Gadis Arivia mendekam dalam penjara karena dituduh membuat onar. Namun kejadian ini justru menyedot perhatian pers internasional dan memupuk kelahiran gerakan-gerakan baru, bahkan melahirkan kemungkinan baru feminis laki-laki di Indonesia. Gadis Arivia, 2007, op.cit, hlm. 4-6. 115 memancing kelompok-kelompok lain turut maju. 214 Di bulan Mei 1998 ketika demonstran berhasil menduduki gedung DPRMPR demi menuntut reformasi, perempuan turut tampil di belakang layar dengan menyuplai kebutuhan logistik. 215 Di jalan-jalan menuju gedung DPRMPR, para perempuan bersiaga menyediakan nasi bungkus, telur, snacks, air mineral, dan buah-buahan untuk pendemo secara sukarela. Sayangnya, di pertengahan Mei 1998 negara justru kembali menodai perempuan dengan cara mensponsori teror kekerasan dan rasialis terhadap etnis Tionghoa. 216 Hal ini memicu terbentuknya Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi pada tanggal 20 Mei 1998 oleh para aktivis perempuan dan anggota parlemen. Agenda utama dari koalisi adalah menentang segala bentuk kekerasan dan mengungkapkan tindak pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa di bulan Mei 1998. 217 214 Julia Suryakusuma, 2012, Agama, Seks, dan Kekuasaan, Jakarta: Komunitas Bambu, hlm. 5. 215 Kathryn Robinson, 2000, “Indonesian Women: from Orde Baru to Reformasi” dalam Louise Edwards ed., op.cit, hlm. 140. 216 Belum ada penjelasan siapa sebenarnya pelaku utama dalam Tragedi Mei 1998 yang bukan hanya mengenai kerusuhan, yaitu penjarahan dan pembakaran rumah atau toko milik masyarakat Tionghoa, tetapi juga pelanggaran HAM terhadap para perempuan. Ariel Heryanto menyebutkan bahwa teror kekerasan bercorak rasialis Mei 1998 sesungguhnya disponsori oleh negara. Selama ini, masyarakat menganggapnya sebagai rangkaian kerusuhan massa yang rasis seperti dalam penjelasan M.C. Ricklefs dalam buku A History of Modern Indonesia since c.1200. Ariel Heryanto, 2015, Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia, Jakarta; Kepustakaan Populer Gramedia, hlm. 201-202. 217 Kathryn Robinson, 2000, op.cit, hlm. 140. 116

2. Perempuan Politisi

218 Sejak berlangsungnya Konferensi Perempuan Sedunia IV di Beijing, isu gender mulai masuk dalam institusi pemerintah dan disepakati menjadi agenda kampanye. Hal ini mempengaruhi jumlah partisipan perempuan yang duduk dalam lembaga pemerintah atau ikut tergabung di partai politik. Antara tahun 1994-2000 jumlah pegawai negeri perempuan di departemen atau lembaga pemerintah mengalami peningkatan sebanyak 57.875 orang. 219 Akan tetapi jabatan yang dipegang cenderung melekat dengan gambaran feminin. seperti bendahara atau sekretaris, Kehadiran mereka juga cenderung dekat dengan kepentingan suatu kelompok, bahkan tidak sedikit yang berasal dari kerabat pejabat negara. Menjelang pemilihan umum 1977, nama Siti Hardianti Rukmana Tutut mendapat sanjungan dan diprediksi mampu mengganti kedudukan ayahnya, Soeharto di kursi pemerintahan. Namun seiring banyaknya penolakan terhadap Soeharto pamor Tutut pun sekejap menurun. Lain halnya dengan Megawati Soekarnoputri dari PDI 218 Meminjam istilah dari Jurnal Perempuan untuk menyebut perempuan yang terlibat dalam dunia politik. Dewi Candraningrum menjelaskan bahwa istilah politisi perempuan adalah “any women without perspective”. Berbeda halnya dengan istilah perempuan politisi. Kata “perempuan” sebagai adjektif menjadi penjelas mengenai perempuan yang terlibat dalam dunia politik dan memiliki kemampuan memahami perspektif gender. Penjelasan disampaikan dalam seminar “Perempuan, Politik, dan Ruang Demokrasi” di PUSDEMA-LPPM, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada tanggal 22 April 2016. 219 Lihat perbandingan berikut: di tahun 1994 jumlah pegawai negeri perempuan di departemen atau lembaga pemerintah sebanyak 517.131 orang. Jumlah pegawai negeri perempuan terus meningkat meskipun perlahan di tahun 2000 menjadi 575.006 orang. Statistik Indonesia 1994, Jakarta: Badan Pusat Statistik, hlm. 74-75. Baca juga Statistik Indonesia 2000, Jakarta: Badan Pusat Statistik, hlm. 58-59. 117 Partai Demokrasi Indonesia. Pencalonannya sebagai kandidat presiden setelah pemilihan umum 1999 marak berkumandang, sayangnya beberapa kelompok Islam menolak keras. Hal ini mudah dipahami, seorang perempuan dalam tradisi Islam tidak diperkenankan memimpin apalagi lingkupnya adalah negara. 220 Gambaran di atas menyimpulkan bahwa meskipun partisipasi perempuan dalam ruang-ruang politik meningkat namun gambaran nya sebagai “seorang perempuan” masih mengikatnya. Selain itu, latar belakang perempuan politisi hanya berasal dari kelompok elite yang mengantongi kepentingan kelompok sehingga pemahaman mengenai isu perempuan dan gender menjadi terabaikan. 221 Akibatnya, mereka yang seharusnya mewakili aspirasi perempuan di seluruh Indonesia justru terjebak sebagai pemanis partai politik atau “anak bawang” dalam lembaga pemerintah. Posisi terkuat bagi perempuan masih berada sebagai sosok yang digambarkan bukan berdiri sendiri. Hal ini kembali ditemukan dalam iklan-iklan pembalut periode 1994-2000 berikut ini. 220 Dalam wawancaranya terhadap Forum Keadilan, Nurcholish Madjid memaparkan kelemahan-kelemahan Megawati. Sejak awal penerimaan masyarakat terhadap Megawati sudah terasa sulit karena dirinya adalah seorang perempuan yang kehidupan beragamanya dipertanyakan. Berbagai sumber melansir Megawati sebagai pemeluk agama Islam, namun lainnya mengungkapkan bahwa ia berdoa dengan cara Hindu. Hal ini kian diperburuk oleh penilaian media yang mengatakan bahwa Mega cenderung tidak bersikap tegas ketika memimpin. Misalnya, tidak mampu menghujat rezim Soeharto dan menjawab tegas pemberlakuan dwifungsi militer. Krishna Sen, 2002, “The Mega Factor in Indonesian Politics ” dalam Kathryn Robinson dan Sharon Bessell ed., op.cit, hlm. 14. 221 Kathryn Robinson, 2000, op.cit, hlm. 154-156.

Dokumen yang terkait

Konstruksi peran sosial perempuan dalam rubrik liputan khas sukses di mata kami pada majalah femina

1 21 144

PENDAHULUAN PERKEMBANGAN ESTETIKA FOTO DALAM IKLAN (Studi Dokumen Foto dalam Iklan Kosmetik Revlon di Majalah Femina Tahun 2000 - 2014).

0 2 45

PENUTUP PERKEMBANGAN ESTETIKA FOTO DALAM IKLAN (Studi Dokumen Foto dalam Iklan Kosmetik Revlon di Majalah Femina Tahun 2000 - 2014).

0 3 9

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

2 30 84

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” di Majalah Femina).

0 1 84

CITRA ENDORSER PEREMPUAN PADA IKLAN MEDIA CETAK (Analisis Perbedaan Peran Domestik &Publik Perempuan dalam Iklan pada Majalah Femina Indonesia Periode Tahun 2003 & Periode Tahun 2013).

0 0 8

Konstruksi Citra Perempuan dalam Majalah Femina

1 4 19

Konstruksi Nilai-nilai Perempuan Indonesia dalam Majalah Femina

0 0 14

this PDF file CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN DI MAJALAH FEMINA EDISI TAHUN ajian Semiotik Terhadap Nilainilai Gender Dalam Desain Iklan | Martadi | Nirmana DKV01030205

0 0 23

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN CLEAR SOFT AND SHINY VERSI “SANDRA DEWI” (Studi Semiotik Tentang Representasi Citra Perempuan Dalam iklan shampo Clear Soft and Shiny Versi “Sandra Dewi” Di Majalah Femina )

0 0 24