26
Pembangunan seyogyanya merupakan proses menyejahterakan, namun 40 penduduk Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan.
44
Di lingkungan pedesaan perempuan yang sebelumnya aktif bekerja dalam pertanian sebagai penanam benih
padi, pemanen, maupun penumbuk gabah harus berhenti seiring lahirnya kebijakan Revolusi Hijau. Sistem dan pengoperasian mesin pertanian lebih mengutamakan
keahlian dari laki-laki. Selain menghadapi masalah kemiskinan, perempuan desa juga harus menerima kenyataan mengenai minimnya peluang kerja dan upah yang
diterima akibat adanya mekanisasi teknologi pertanian. Pada masyarakat perkotaan, pembangunan membawa perubahan dengan
mengalirnya nilai-nilai Barat, misalnya melalui pendidikan dan bahasa asing yang disahkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib di bangku sekolah. Perempuan
golongan menengah atas mampu mengakses pendidikan sehingga memiliki kesadaran untuk mengembangkan diri dan berkesempatan mendapatkan pekerjaan dalam
berbagai bidang. Di Asia Tenggara laki-laki menguasai kantor-kantor pemerintahan dan militer namun perdagangan terbuka bagi perempuan, seperti isteri-isteri pejabat
pemerintah di Jakarta mengurusi pertokoan atau berbisnis batu mulia. Peningkatan pembangunan ekonomi yang didukung oleh curahan dana dari
IMF dan Bank Dunia memacu pertumbuhan dunia periklanan sebagai sarana promosi produk-produk industri . Di sisi lain, stabilitas nasional yang menggunakan tindakan
44
Irene Tinker, 1975, “Pengaruh Pembangunan yang Merugikan Kaum Wanita”, Prisma No. 5 terbitan Oktober 1975, hlm. 33.
27
represif dan kontrol berlebih juga berlaku untuk media massa. Berikut ini pemaparan perkembangan media massa pada era Soeharto.
3. Perkembangan Pers
Dengan menggunakan kata sakti “Pancasila” yang berlaku sebagai asas tunggal, pemerintah menyihir kehidupan pers nasional untuk tetap bertekuk lutut
patuh. Pasal 11 Undang-undang Pokok Pers No. 111966 menyebutkan bahwa penerbitan pers yang bertentangan dengan ideologi Pancasila seperti halnya paham
komunisme atau Marxisme-Leninisme dilarang. Usai tragedi 1 Oktober 1965 pemerintah melarang 43 dari 165 koran untuk terbit dalam waktu tidak ditentukan
karena dianggap berkaitan dengan PKI ataupun sekutu
45
, seperti Wanita Sedar dan Harian Rakjat. Sementara bagi pers yang siap sedia mendukung pemerintahan
Soeharto, seperti halnya Angkatan Bersenjata, Pikiran Rakyat Bandung, Berita Yudha Jakarta milik Angkatan Darat dan sejumlah pers berbasis kelompok
mahasiswa pro-rezim, misalnya Mahasiswa Bandung Bandung serta Harian Kami Jakarta masih dapat bertahan hidup.
Kasus-kasus pembredelan pers dan pelarangan terbit suatu artikel lebih kepada persoalan politis, misalnya Newsweek yang berani menurunkan liputan
mengenai korupsi dalam tubuh istana kepresidenan, bahkan secara khusus menyebut nama Soeharto, Ibu Tien, dan putra tertua mereka, Sigit Haryoyudanto terpaksa harus
45
David T. Hill, 2011, Jurnalisme dan Politik di Indonesia: Biografi Kritis Mochtar Lubis 1922-2004 sebagai Pemimpin Redaksi dan Pengarang, Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor, hlm. 125.
28
hilang dari peredaran di tahun 1976.
46
Bulan Mei 1984 pemerintah kembali membredel tiga majalah sekaligus sebagai akibat dari penurunan berita mengenai
orang-orang elite kaya Indonesia beserta para cukongnya.
47
Pada masa pemerintahan Soeharto terdapat dua elemen penting yang menopang perkembangan pers Indonesia, yaitu majalah perempuan dan iklan. Kedua
elemen tersebut menjadi fokus pembahasan dalam karya penelitian ini. Berikut penjelasan singkat mengenai majalah perempuan dan iklan yang beredar di Indonesia.
a. Majalah Perempuan
Menjelang dekade 70-an beberapa majalah perempuan mulai terbit, diantaranya Model, Matra, Pertiwi, Gadis, Femina dan Gadis. Majalah perempuan
Indonesia merupakan gejala urban kelas menengah atas, yang tidak mampu dicapai oleh petani atau buruh.
48
Meskipun demikian pada laporan BPS tahun 1983 menunjukkan bahwa jumlah buta huruf terbesar dialami oleh laki-laki, sebanyak 26
ribu orang sementara perempuan hanya 3.000 orang. Penelitian ini menggunakan dua majalah perempuan yang menjadi pelopor
dalam perkembangan pers perempuan pada tahun 1970-an, yaitu Femina dan Gadis. Baik Femina maupun Gadis mampu menyajikan informasi seputar gaya hidup atau
karir, yang dibutuhkan oleh perempuan sebagai penunjang keeksistensian dan juga
46
M.C. Ricklefs, op.cit, hlm. 628.
47
op.cit, hlm. 650.
48
Julia I. Suryakusuma, 1998, “Beban Muskil Majalah Wanita” dalam Idi Subandy
Ibrahim dan Hanif Suranto ed., Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 113.