Majalah Perempuan Sejarah iklan pembalut dalam majalah Femina dan Gadis: studi citra perempuan periode 1977-2000.
33 Antara tahun
1967-1972 menjadi pertanda modernisasi periklanan modern advertising.
62
Menurut Giaccardi, dikutip oleh Bedjo Riyanto dalam Mempermainkan Realitas dalam Realitas Main-main,
iklan merupakan suatu diskursus tentang realitas yang menggambarkan, menstimulasi dan memproyeksikan hiperealistik dari dunia
mimpi.
63
Setiap iklan pasti memiliki muatan kalimat persuasif dengan dilengkapi oleh figur idola yang memperagakan pose menarik serta berbagai pilihan warna untuk
memperindah. Namun faktor yang menjual bukanlah semata-mata nilai atau fungsi suatu produk melainkan peran sekundernya yakni citra, harapan, impian, prestis,
status atau bahkan eksploitasi ketakutan para konsumen mengenai kehidupan sosialnya.
64
B. Kemasan Pers Perempuan
Peran pers semestinya menjadi wadah untuk menunjukkan persoalan- persoalan perempuan yang tengah dihadapi.
65
Namun masa pembangunan justru
62
Femina No. 09XX 27 Februari – 9 Maret 1992, hlm. 12 memuat sebuah kolom
berjudul “Bisa-bisa konsumen malah stop membeli” karya Drs. Sartomo Mukadis mengenai komentarnya terhadap iklan-iklan televisi
termutakhir yang dianggap “semakin berani”, misalnya menampilkan tubuh mulus perempuan. Modern advertising merupakan revolusi
baru dalam periklanan karena dirancang dengan menggunakan objek dan strategi yang bertujuan menarik pikiran, perasaan, serta aksi dari konsumen meskipun tidak sesuai atas
esensi produk.
63
Bedjo Riyanto, op.cit, hlm. 23.
64
Ibid.
65
Pada tahun 1935 Cor Razoux Schultz-Metzer terpilih sebagai anggota Dewan Rakyat, yang spontan mengundang reaksi dari rakyat Hindia-Belanda. Beberapa jurnalis
bahkan mengkritik supaya perempuan pribumi pun dapat masuk sebagai nominasi pemilihan
34
memunculkan domestikasi terhadap pers perempuan, wujudnya bukan hanya mengenai tulisan yang membahas rumah tangga atau keluarga melainkan juga
merupakan ideologi dan sikap.
66
Isi majalah perempuan, terutama bersifat hiburan dan gaya hidup, terus-menerus memproduksi artikel mengenai panduan memilih
summer dress, ragam batu mulia, atau bagaimana menghadapi bos yang terkenal galak di kantor. Pembahasan mengenai gaya hidup dalam majalah perempuan secara
perlahan mempengaruhi dan membentuk pola pikir maupun persepsi pembacanya. Masyarakat menjadi pasif dan mengamini apa yang dianggap “ideal” untuk sosok
perempuan sesuai dengan gambaran dalam majalah. Majalah perempuan merekonstruksi kriteria perempuan cantik sebagai putih, tanpa jerawat ataupun tidak
menampakkan kerutan. Maka perempuan yang menampik keidealan-keidealan tersebut terkategori menjadi tidak cantik. Penelitian LP3Y Lembaga Penelitian
Pendidikan dan Penerbitan Yogya menyatakan bahwa banyak dari pers perempuan justru mengekalkan stereotype lama dan membentuk yang baru, seperti laki-laki
maskulin sementara perempuan feminin.
67
Dewan Rakyat. Lihat Elsbeth Locher-Scholten, 2000, Women and The Colonial State: Essays in Gender and Modernity in The Netherland Indies 1900-1942, Amsterdam: Amsterdam
University Press, hlm. 167.
66
Julia I. Suryakusuma, op.cit., hlm. 113.
67
Luviana, 2007, “Identitas Perempuan dalam Koran dan Majalah”, Jurnal Perempuan No. 52 terbitan Maret 2007, hlm. 54.
35