75
citanya.
150
Harapan ini seakan menemukan pintu terangnya ketika muncul dua figur perempuan yang menjadi perbincangan publik.
c. Perempuan dalam Ruang Publik
Seiring dengan perubahan zaman, penerimaan sosial akan keberadaan perempuan sebagai figur semakin meningkat meskipun berjalan lambat, terlebih jika
menyangkut politik. Kehadiran figur publik mampu memecah domestikasi perempuan yang selalu diragukan untuk tampil, baik sebagai tokoh maupun
pemimpin. Kedudukan perempuan dalam ruang publik cenderung diabaikan, kecuali jika melibatkan hubungannya bersama “pangeran”, terutama sebagai landasan
genealogis, misalnya Princess Diana dan Pangeran William. Pada periode 1986-1993 hadir dua figur perempuan yang berhasil mengukir prestasi dan tampil di publik
sebagai dirinya sendiri, yaitu astronot Pratiwi Pujilestari Sudarmono dan pebulu tangkis Susi Susanti.
151
Akan tetapi ketika negara mendesak perempuan supaya terlibat dalam proses pembangunan, pada kesempatan lain, melalui sebuah pidatonya di tahun 1993
Soeharto justru mengembalikan posisi subordinasi perempuan dengan berkata, “meningkatnya jumlah ibu-ibu yang bekerja juga menyebabkan kurangnya waktu
bagi mereka terhadap kehidupan keluarga... maka kaum pria perlu memperluas
150
Ibid.
151
Pratiwi Pujilestari Sudarmono merupakan salah satu calon awak satelit Palapa yang akan dilepaslandaskan pada tahun 1987. Sementara itu, Susi Susanti berhasil
memenangkan medali emas pada Olimpiade Barcelona.
76
k ehidupannya dalam keluarganya”.
152
Secara tersembunyi, Soeharto kembali memperjelas bahwa peran ataupun keberadaan perempuan hanya bernilai oleh adanya
laki-laki.
153
Selain itu, pada kenyataannya memperlihatkan ada banyak institusi sosial belum berfungsi optimal untuk mendukung proses tersebut.
154
Salah satunya dapat kembali kita amati melalui iklan pembalut dalam Gadis dan Femina yang terbit pada
periode 1986-1993. Bagian selanjutnya memaparkan visualisasi iklan pembalut berkaitan dengan rekonstruksi kehidupan perempuan, yang terpengaruh oleh
kebijakan negara dalam pembangunan.
B. Perubahan Iklan Pembalut Periode 1986 – 1993
Pemerintah menitahkan peran ganda perempuan sebagai bagian dari pembangunan. Selain menjadi ibu, yang mengasuh anak, perempuan hendaknya juga
bekerja di sektor-sektor publik. Akan tetapi dalam prosesnya, media massa yang memuat sosok perempuan, baik sebagai figur, obyek penulisan atau model iklan
justru mempertebal dinding stereotype dan gambaran perempuan berkaitan dengan
152
Julia I. Suryakusuma, 1998, op.cit, hlm. 149.
153
Meskipun ikut serta, kesadaran laki-laki memahami bahwa pekerjaan rumah tangga bukan hanya tanggung jawab perempuan semata masih minim. Laki-laki lebih
menyukai bahwa apa yang dilakukan dalam pengelolaan rumah tangga adalah membantu partner perempuan bukan sebagai tanggung jawab bersama. Lihat Angela Y. Davis, 1981,
“The Approaching Obsolescence of Housework: A Working Class Perspective” dalam Women, Race and Class, New York: Random House, hlm. 222-223.
154
Emmy Susanti, 1998, “Menggugat Bias Gender dalam Logika Pembangunan”
dalam ed. Idi Subandy Ibrahim dan Hanif Suranto, op.cit, hlm. 79.