Sebenarnya untuk memahami kasus kekerasan terhadap istri, ada tiga fase dalam sebuah siklus kekerasan dalam rumah tangga yang disebut
dengan teori lingkaran kekerasan Hamim, 2001. Disebut teori lingkaran karena ketiga fase ini terus berputar seperti siklus yang terus berulang.
Teori ini dapat membantu kita untuk mengerti mengapa perempuan yang dipukul seakan menyediakan diri untuk di”keras”i pasangannya. Ketiga
fase itu adalah:
a. Fase I: Tahap Munculnya Ketegangan
Dalam tahap ini ada ketegangan yang mungkin disebabkan percekcokan terus menerus atau sikap “cuek” masing-masing atau
perpaduan keduanya saling tidak perduli. Kadang-kadang juga muncul kekerasan kecil. Biasanya bagi pasangan fase ini dianggap sebagai
“bumbu” perkawinan. Ketegangan demi ketegangan selanjutnya berlalu begitu saja. Kemudian suami mulai mengintimidasi dan
mencari alasan untuk menyudutkan istri.
b. Fase II: Tahap Pemukulan Akut
Tahap inilah yang disebut juga tahap penganiayaan, penyiksaan oleh suami sehingga mengalami penderitaan. Tahap inilah yang biasa
kita baca di koran-koran atau saat berita kriminal tentang kekerasan suami terhadap istri. Kekerasan itu mungkin dengan meninju,
menendang, menampar, mendorong, mencekik, atau bahkan menyerang dengan senjata. Kekerasan itu bisa berhenti kalau si
perempuan pergi dari rumah atau si laki-laki sadar apa yang dia
lakukan, atau si perempuan perlu dibawa ke rumah sakit, atau bahkan meninggal. Setelah kekerasan itu terjadi, biasanya perempuan akan
merasakan ketegangan yang luar biasa. Yang pada awalnya akan mengalami shock, kaget, dan merasa tegang. Kemudian, ketika mulai
sadar bahwa ia telah dianiaya ia merasa takut, sedih, jengkel dan tak berdaya.
Beberapa perempuan akan merasa demikian tertekan hingga mungkin mulai berpikir untuk membela diri, bahkan ada beberapa
perempuan berpikir untuk melarikan diri tapi biasanya seringkali tidak punya keberanian dan kesempatan utuk melarikan diri, namun ada
beberapa punya keberanian dan kesempatan untuk melarikan diri. Jika pada tahap ini istri tidak bertindak apa-apa maka terjadilah fase bulan
madu.
c. Fase III: Bulan Madu
Dalam fase ini biasanya laki-laki sering kali menyesali tindakannya, bahkan sampai menyembah dan menangis untuk
dimaafkan. Bentuknya biasanya bermacam-macam, ada juga rayuan dan berjanji tidak akan melakukannya lagi dan berusaha mengubah
diri. Bahkan tak jarang laki-laki menunjukkan sikap mesra dan istimewanya, seperti menghadiahkan sesuatu. Kalau sudah begitu,
biasanya perempuan menjadi luluh hatinya dan memaafkannya. Biasanya perempuan masih sangat berharap hal itu tidak akan terjadi
lagi, itulah sebabnya “mengapa perempuan tetap memilih bertahan”.