Konsep Kolaboratif Governance Tinjauan Konsep 1. Governance Dan Pariwisata

mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapainya secara sendiri-sendiri”. Peter 1998 mengatakan bahwa dalam kerjasama yang kolaboratif hubungan prisipal-agen tidak berlaku karena kerjasama yang terjadi adalah kerjasama antara prinsipal dengan prinsipal. Fosler 2002 menjelaskan lebih rinci bahwa kerjasama yang bersifat kolaboratif melibatkan kerjasama antar pihak yang intensif, termasuk adanya upaya secara sadar untuk melakukan elignment dalam tujuan, strategi, agenda, sumberdaya dan aktivitas. Kedua institusi yang pada dasarnya memiliki tujuan yang berbeda membangun shared vision dan berusaha mewujudkannya secara bersama-sama. Dari konsep kolaboratif yang memungkinkan untuk terjadinya kerjasama diantara ketiga pilar governance maka semakin menumbuhkan partisipasi yang tinggi pada sektor non pemerintahan. Masyarakat dan pihak swasta memperoleh ruang yang luas untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam manajemen urusan-urusan publik. Partisipasi dapat menumbuhkan democratic governance yang melibatkan masyarakat luas dari segala lapisan untuk menentukan agenda-agenda publik Newman, 2004 dan dapat sebagai wujud dari transparansi dalam menumbuhkan good governance Kim, 2005. Pada perkembangan lebih lanjut menarik bagi sarjana lain Ansell Gash, 2007 untuk memahami secara komprehensif tentang kolaboratif governance ini. Dengan tujuan mengelaborasi model kontengensi kolaboratif governance dia melakukan studi meta-analisis terhadap 137 kasus governance yang ada tentang tata kelola kolaboratif. Dari hasil studi literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa kolaboratif governance merupakan suatu tata kelola yang mengatur satu atau lebih lembaga-lembaga publik yang secara langsung terlibat baik negara maupun non- negara, termasuk pemangku kepentingan, dalam proses pengambilan keputusan kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsensus dan musyawarah. Tujuan dari kolaborasi tersebut untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik dan mengelola program publik atau aset dengan berbasis jaringan agar dapat mengatasi permasalahan yang komplek secara lebih cepat didasarkan pada jaringan yang kuat. Sementara pakar lain menyebut kolaboratif dengan istilah kemitraan, Bovaird 2004 mendefinisikan kemitraan sebagai pengaturan pekerjaan berdasarkan komitmen timbal balik, melebihi dan di atas yang diatur dalam setiap kontrak, antara satu organisasi di sektor publik dengan organisasi di luar sektor publik. Demikian juga Munro 2008 melihat partnership sebagai bentuk kerjasama antara pemimpin masyarakat dengan manajer publik untuk efektivitas demokrasi. Dari kedua pendekatan tersebut collaborative dan partnership pada prakteknya sangat sulit untuk dibedakan sehingga secara umum Cooper 2006 menyebutnya sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pada warga negara citizens centered. Dari paparan tentang konsep kolaboratif governance tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kolaboratif governance secara konseptual menyangkut share vision dan mewujudkannya secara bersama-sama, partisipasi dari seluruh stakeholder, terjadinya jaringan yang luas diantara para pelaku pariwisata, dan menghasilkan kemitraan yang berlangsung secara terus menerus dalam waktu jangka panjang.

2.1.3. Konsep Pariwisata-Bencana

Pariwisata dan bencana merupakan dua konsep dasar yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebelum membahas tentang konsep pariwisata-bencana. Pemahaman awal tentang pariwisata bisa dimulai dari pemantapan akan terminologi dari kata wisata, pariwisata dan kepariwisataan Koeswara, 2008. Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, yang dilakukan secara sukarela dengan tujuan berlibur, atau tujuan lain selain mencari nafkah, bersifat sementara, mengunjungi tempat tertentu untuk keperluan pribadinya keluarga, belanja, kesehatan, atau tempat hiburan dan tempat untuk bersantai lainnya. Rumusan baku seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 9 tahun 2010 tentang Kepariwisataan adalah kegiatan yang dilakukan oleh sesorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan Pariwisata mempunyai makna berbagai macam kegiatan dan atau perjalanan wisata yang dilakukan oleh wisatawan selama bepergian dan tinggal di lingkungan di luar lingkungan kesehariannya untuk sementara, memenuhi berbagai keperluan liburan, bisnis, kesehatan, religi dan lain-lain; serta berbagai fasilitas dan pelayanan yang diciptakan oleh pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan berwisata. Pariwisata juga menujuk pada berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Kata berikutnya adalah Kepariwisataan, merupakan keseluruhan upaya yang dilakukan pemerintah, pengusaha dan masyarakat dalam membangun pariwisata dengan didasarkan pada nilai-nilai agama, pelestarian sumber daya alam, budaya; serta memperhatikan kepentingan politik, ekonomi, sosial dan budaya dan pertahanan keamanan. Kepariwisataan bersifat lebih komplek lagi karena menyangkut berbagai sektor lain, sehingga ada yang mengatakan sebagai suatu sistem. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Meskipun dalam bahasa asing penggunaan kata wisata, pariwisata dan kepariwisataan cukup dipakai dengan satu kata “tourism” namun di dalam bahasa Indonesia mempunyai makna yang berbeda-beda dan penggunaan yang tidak sama. Namun dari semua itu sebenarnya wisata mempunyai hakekat : Keunikan, Kekhasan, Perbedaan, Orisinalitas, Keaneka Ragaman, dan Kelokalan sehingga menarik orang untuk melakukan kegiatan wisata Inskeep, 1994. Secara umum pengertian pariwisata menurut Spillane sebagaimana dikutip oleh Suwena 2010:15 adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas dan berziarah; sedangkan menurut Suwantoro 1977 pariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan uang. Selanjutnya Meyers 2009 mengemukakan bahwa pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta tujuan-tujuan lainnya. Dari ketiga batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan perjalan dari seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan mencari sesuatu yang belum diketahuinya dengan motivasi untuk memuaskan diri dalam waktu sementara. Sebagai konsekuensi dari kegiatan pariwisata ini maka motivasi adanya kegiatan pariwisata menyangkut atraksi yang akan diketahui dan sarana serta prasarana

Dokumen yang terkait

Skripsi STRATEGI KOMUNIKASI PEMULIHAN CITRA PARIWISATA JOGJA PASKA BENCANA ERUPSI MERAPI (Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, dan Badan Promosi Pariw

0 2 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMULIHAN CITRA PARIWISATA JOGJA PASKA BENCANA ERUPSI MERAPI (Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, dan Badan Promosi P

3 13 46

KESIMPULAN DAN SARAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMULIHAN CITRA PARIWISATA JOGJA PASKA BENCANA ERUPSI MERAPI (Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, dan Badan

0 3 23

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BENCANA MERAPI TERHADAP CITRA PARIWISATA YOGYAKARTA PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BENCANA MERAPI TERHADAP CITRA PARIWISATA YOGYAKARTA PASCA BENCANA MERAPI 2010 (StudiEksplanasiKuantitatifterhadapWisatawanDomest

0 3 20

PENDAHULUAN PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BENCANA MERAPI TERHADAP CITRA PARIWISATA YOGYAKARTA PASCA BENCANA MERAPI 2010 (StudiEksplanasiKuantitatifterhadapWisatawanDomestik).

0 2 56

PENUTUP PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG BENCANA MERAPI TERHADAP CITRA PARIWISATA YOGYAKARTA PASCA BENCANA MERAPI 2010 (StudiEksplanasiKuantitatifterhadapWisatawanDomestik).

0 2 9

Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi Oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman.

2 8 197

Image Recovery Pariwisata- Bencana di Lereng Merapi Dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi

0 0 11

DAMPAK BENCANA MERAPI TERHADAP USAHA SAPI PERAH DI KABUPATEN SLEMAN

0 0 10

Pengurangan Risiko Bencana dalam Pengelolaan Pariwisata di Kota Sabang Propinsi Aceh

0 0 10