162
b. laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan, tanpa
persetujuan perempuan tersebut; Elemen penting dalam Pasal tersebut adalah: bertentangan dengan kehendak atau tanpa
persetujuan dari perempuan tersebut. Mengapa elemen ini merupakan elemen yang penting ? jika kita kembali melihat rumusan perkosaan dalam KUHP dan kita bandingkan maka
dirumuskannya elemen ini akan mengubah secara mendasar elemen perkosaan yang selama ini diterima dalam praktek-praktek pengadilan untuk kasus perkosaan. Lihat tabel
Rumusan elemennya KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan di di luar perkawinan, diancam
karena melakukan perkosaan R KUHP
laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan, bertentangan dengan kehendak perempuan tersebut;
laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan, tanpa persetujuan perempuan tersebut
Adanya elemen baru ini tentunya akan lebih membantu pembuktian dalam kejahatan perkosaan karena elemen ini lebih memudahkan dalam hal terpenuhinya elemen perkosaan
ketimbang elemen KUHP yang saat ini berlaku. Pengertian bertentangan dengan kehendak ini haruslah ditafsirkan secara luas yakni: pengertiannya mencakup apapun yang intinya
bertentangan dengan kehendak korban adalah termasuk pula perbuatan yang tidak di inginkan no consent dari korbannya.
Oleh karena itu bertentangan dengan kehendak tersebut bisa diartikan dengan menekan kehendak orang lain yang bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi
menerima kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya sendiri. Misalnya dengan cara penipuan, penyesatan, lebih-lebih lagi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan
cara-cara: perbuatan memaksa, perbuatan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan baik terhadap korban, maupun pada orang lainnya pihak ke 3 untuk menundukkan
korban. Problem yang timbul adalah karena penjelasan dalam R KUHP untuk elemen ini tidaklah
memadai sepanjang terkait dengan bertentangan dengan kehendak dan juga elemen tanpa persetujuan, karena dalam prakteknya mungkin ada kesulitan untuk membedakan antara
e te ta ga de ga kehe dak de ga ta pa pe setujua .
12.4. Elemen Situasi yang Tidak Cukup Memadai
Pasal perkosaan dalam R KUHP juga telah menentukan adanya suatu situasi tertentu yang dirincikan. Misalnya dalam Pasal 491 ayat 1 huruf c, d, f dinyatakan bahwa:
Dipidana karena melakukan tindak pidana perkosaan, laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, dengan persetujuan perempuan tersebut, tetapi
persetujuan tersebut dicapai melalui ancaman untuk dibunuh atau dilukai;
163
Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, dengan persetujuan perempuan tersebut karena perempuan tersebut percaya bahwa laki-laki tersebut adalah suaminya yang
sah; Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa
perempuan tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Situasi-situasi khusus yang ada tersebut sebenarnya di ambil dari KUHP yakni dalam Pasal 286- 289, oleh karena itu situasi khusus yang ada belumlah begitu memadai. KUHP belum
memasukkan situsi khusus seperti: 1 secara khusus rentan atau tidak dapat melawan karena ketidakmampuan fisik atau mental psikis, atau 2 dipancing melakukan kegiatan dengan
kejutan, atau misrepresentasi penyelewengan fakta 3 mengambil keuntungan dari situasi korban yang tidak berdaya.
Penekanan dari ketentuan-ketentuan tersebut semacam itu adalah bahwa korban karena tidak memiliki kapasitas yang bersifat permanen enduring atau kualitatif misalnya keterbatasan
mental, atau fisik atau masih anak - anak atau yang sementara dan bersifat situasional misalnya berada di bawah tekanan psikologis atau dalam keadaan tidak dapat melawan tidak
dapat menolak untuk dikenakan tindakan seksual.
12.5. Elemen Pihak Ketiga
Hal penting lainnya terkait dengan perkosaan yang belum dimasukkan dalam R KUHP adalah jika perkosaan menggunakan pihak ketiga dipaksa, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk melakukan perkosaan terhadap perempuan, bukan dengan persetubuhan tetapi menggunakan cara-cara lainnya seperti Pasal 491 ayat 2 R KUHP.
Misalnya seorang pelaku memaksa orang lain pihak ke3 baik laki-laki atau perempuan untuk memperkosa korban perempuan dengan cara-cara dalam Pasal 491 ayat 2 yakni memasukkan
alat kelaminnya ke mulut perempuan; atau memasukkan suatu benda yang bukan merupakan bagian tubuhnya ke dalam vagina atau anus perempuan lihat tabel
Pelaku Menggunakan
Pihak ketiga, atau bersama- sama
Melakukan perkosaan
Kepada korban perempuan Baik laki-laki ataupun
perempuan Baik
laki-laki maupun
perempuan dengan cara paksa, kekerasan, ancaman
kekerasan Alat lain ke vagina atau
anus
Bagian tubuh lainnya ke vagina atau anus
Bagaimana R KUHP menanggapi pola kejahatan perkosaan yang seperti ini ? Karena hal ini penting untuk dikemukakan karena bukan tidak mungkin pola-pola kejahatan perkosaan
semakin lama semakin berkembang dan motif perkosaan pun mengalami banyak variasi.
216 216
Walaupun dalam prakteknya konteks ini telah di jelaskan dalam berbagai doktrin yang ada namun R KUHP harus pula mampu menjawab masalah hal ini. Misalnya dalam konteks perkosaan yang dilakukan oleh beberapa orang
secara bersama-sama, atau dalam kasus perkosaan yang pelakunya bukanlah merupakan orang yang memasukkan
164
12.6. Pe e pata Perkosaa dala Bagian Kesusilaan