19
Dala hal tidak ada atu a huku te tulis u tuk e e tuka apakah pe uata terdakwa bersifat melawan hukum atau tidak antara lain dalam delik-delik culpoos di situ pula diperlukan
penentuan perbuatan melawan hukum. Meskipun ukuran melawan hukum itu tidak relatif dan tergantung kepada orang hakim yang menentukannya, namun harus diakui bahwa itu
pekerjaan yang tidak mudah.Untuk menentukan di mana persis letaknya garis pemisah antara yang tidak melawan hukum dan yang melawan hukum, baik niat terdakwa maupun perbuatan
yang dilakukan mempunyai pengaruh timbal balik, menurut keadaannya tiap-tiap perkara.Yang dimaksud ialah bahwa adakalanya perbuatan lahir karena sudah sangat dekatnya pada delik
tertentu, memberi pengaruh untuk adanya sifat melawan hukum.Adakalanya juga perbuatan lahir yang tampaknya tidak melawan hukum karena masih jauhnya dengan delik yang dituju,
dari adanya niat untuk itu yang dibuktikan dengan adanya keadaan-keadaan tertentu lalu
e jadi e sifat ela a huku .
28
De ga de ikia jelas ah a apa a g di aksud oleh P of. Moeljat o de ga ela a
huku se agai salah satu s a at pe ulaa pelaksa aa , a g ke udia e gi spi asi penyusun R KUHP, yaitu bukan semata-mata sebagai suatu perbuatan yang bertentangan
dengan perundang-undangan. Hal semacam ini kiranya perlu untuk ditegaskan setidaknya dalam penjelasan Pasal 18 ayat 2 R KUHP untuk menghindari adanya tafsir yang sempit bahwa
pe ge tia
ela a huku te se ut se ata-mata sebagai perbuatan yang telah bertentangan dengan perundang-undangan. Tafsir semacam ini dapat menimbulkan sempitnya
ruang untuk menjerat pelaku percobaan kejahatan.
3.3. Pemidanaan Percobaan
Dalam R KUHP, Penentuan dapat dipidananya percobaan dan lamanya pidana di tetapkan secara umum dalam Buku I kecuali di tentukan lain oleh Undang-Undang pidana pokoknya,
maksimumminimum dikurangi sepertiga.
29
Pemidanaan terhadap pembuat tindak pidana percobaan juga mengalami perubahan khususnya menyangkut maksimum sanksi pidana yang diancamkan seperti yang dirumuskan dalam Pasal 20
R KUHP, percobaan melakukan tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda Kategori I, tidak dipidana. Sedangkan dalam Pasal 21 RKUHP, maksimum pidana yang
diancamkan hanyalah ½ dari maksimum pidana yang dapat dijatuhkan dalam hal tindak pidana tersebut selesai dilakukan.
Dalam hal ini penyusun R KUHP telah bersikap lebih lunak terhadap pelaku tindak pidana percobaan, bila dibandingkan dengan apa yang diatur dalam Pasal 53 ayat 2 dan 3 KUHP, di
mana maksimum pidana yang diancamkan adalah 23 dari maksimum pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana terkait.
Pasal 21 R KUHP Pasal 53 KUHP
Pasal 21
1
Dalam hal tidak selesai atau tidak mungkin terjadinya
tindak pidana
disebabkan 2 Maksimum pidana pokok terhadap
kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi sepertiga.
28
Ibid, hal. 38.
29
Barda Nawawi, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, Citra Aditya Bakti , 2005, hal 270
20
ketidakmampuan alat yang digunakan atau ketidakmampuanobjek
yang dituju,
maka pembuat tetap dianggap telah melakukan
percobaan tindak pidana dengan ancaman pidana tidak lebih dari 12 satu perdua
maksimum pidana yang diancamkan untuk tindak pidana yang dituju.
2
Untuk tindak pidana yang diancam pidana mati atau
penjara seumur
hidup, maksimum
pidananya penjara
10 sepuluh
tahun. Ketidakmampuan alat yang digunakan atau
ketidakmampuan objek tindak pidana yang dituju dapat terjadi secara relatif atau secara mutlak.
penjelasan: Dalam hal ketidakmampuan alat atau ketidakmampuan objek secara relatif, percobaan itu
telah membahayakan kepentingan hukum, hanya karena sesuatu hal tindak pidana tidak terjadi. Dalam
hal ketidakmampuan alat atau ketidakmampuan objek secara mutlak, tidak akan ada bahaya terhadap
kepentingan hukum. Oleh karena itu berdasarkan hal tersebut maka yang dipergunakan adalah teori
percobaan subjektif. 3 Jika kejahatan diancam dengan
pidana mati dan penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Tidak diperoleh alasan yang melatarbelakangi perubahan ancaman maksimum pidana bagi pelaku tindak pidana percobaan, penjelasan Pasal 20 R KUHP tidak memberikan penjelasan
mengenai hal tersebut. Sekedar sebagai perbandingan, di Belanda sekalipun ancaman terhadap pelaku percobaan tindak pidana tidakbelum mengalami perubahan yaitu tetap mendapatkan
pengurangan 13 satu per tiga. Perubahan ancaman pidana ini, ternyata masih ditambah bila kita melihat pada Pasal 132 R KUHP tentang faktor yang meringankan pidana. Salah satu faktor
yang dikualifikasi sebagai faktor yang dapat meringankan pidana adalah percobaan melakukan tindak pidana yang kemudian dalam Pasal 133 R KUHP disebutkan bahwa dapat dikurangi 13
satu per tiga dari ancaman pidana maksimum maupun minimum khusus.
Pasal 139 Faktor yang memperingan pidana meliputi:
a.
percobaan melakukan tindak pidana;
b.
pembantuan terjadinya tindak pidana;
c.
penyerahan diri secara sukarela kepada yang berwajib setelah melakukan tindak pidana;
d.
tindak pidana yang dilakukan oleh wanita hamil;
e.
pemberian ganti kerugian yang layak atau perbaikan kerusakan secara sukarela sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan;
21
f.
tindak pidana yang dilakukan karena kegoncangan jiwa yang sangat hebat;
g.
tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40; atau
h.
faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat. Beberapa perubahan sebagaimana telah diidentifikasi di atas, dua diantaranya dipandang akan
membawa implikasi yang memerlukan perhatian. Kedua perubahan itu, yaitu mengenai: pe ta a, i plikasi s a at
ela a huku dala e e tuka pe uata a g dapat
dik ualifikasi se agai pe ulaa pelaksa aa . De ga pe a
aha s a at ela a huku
terhadap perbuatan yang dapat dikualifikasi sebagai permulaan pelaksanaan dapat e pe se pit
ak a pe ulaa pelaksa aa khusus a apa ila ela a huku
ditafsirkan se agai e te ta ga de ga pe atu a pe u da g-u da ga .
Keadaan semacam ini sangat mungkin terjadi ditengah cara pandang yang sangat legalistik di kalangan penegak hukum. Berkaitan dengan hal ini, karenanya menjadi sangat penting untuk
menghapuskan atau setidak- tidak a e jelaska ah a a g di aksud de ga
ela a huku dala Pasal 18 ayat 2 RUU KUHP adalah bertentangan dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat. apabila yang dimaksud dengan melawan hukum tersebut sebagai bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, maka ketentuan tersebut tidaklah
diperlukan mengingat persyaratan melawan hukum tersebut telah dengan sendirinya melekat dalam setiap tindak pidana dengan dianut ajaran melawan hukum secara materil dalam
fungsinya secara negatif sebagaimana telah dirumuskan dalam Pasal 12 ayat 2 R KUHP.
Kedua, adanya Implikasi pengurangan ancaman pidana terhadap sanksi terhadap pembuat delik percobaan yang hanya diancam dengan maksimum setengah 12 dari maksimum pidana yang
dituju. Berkaitan dengan pengurangan ancaman pidana terhadap pelaku tindak pidana percobaan dengan maksimum setengah 12 dari maksimum ancaman pidana yang dituju, Sikap
pe usu ‘ KUHP tidak e e i ka ada a upa a extraordinary dala pe
e a tasa tindak pidana tertentu.
30
Sangat boleh jadi sikap ini didasarkan pada pandangan penyusun R KUHP yang meragukan manfaat dari kualifikasi suatu kejahatantindak pidana sebagai
extraordinary crime se agai a a di ataka dala askah akade ik ‘ KUHP se agai e ikut:
….., aka tetapi te hadap kejahata -kejahatan yang dinamakan seperti kriminal extraordinary sering digunakan oleh penguasa untuk memanfaatkan hukum pidana secara sewenang-wenang,
… , da juga pe di ia pe usu ‘ KUHP a g e a da g extraordinary measures sebagai bentuk penyimpangan.
Pengambilalihan norma hukum pidana yang dimuat dalam Pasal-Pasal KUHP ke dalam hukum pidana dalam undang-undang di luar KUHP yang diikuti dengan pemberatan ancaman pidana
tersebut secara normatif telah mengubah konstruksi pengancaman pidana dalam hukum pidana sebagai parameter keadilan dalam hukum pidana dan tidak menyimpang dari sistem
pemidanaan dalam KUHP dapat menimbulkan perasaan tidak adil bagi tersangka, terdakwa atau terpidana.
31
Keadaan ini sangat tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan yang bertolak dari
30
Secara khusus contoh implikasi terkait tindak pidana korupsi
31
Tim Naskah Akademik RUU KUHP, Op. Cit., hal. 151.
22
kesei a ga dua sasa a pokok aitu pe li du ga
as a akat da pe li du ga pe
i aa i di idu pelaku ti dak pida a .
32
Pemidanaan perlu untuk secara proporsional memperhatikan kepentingan masyarakat. Sepanjang tindak pidan khusus tertentu masih dipandang sebagai extraordinary crime, maka
pe lu da ha us dihadapi de ga extraordinary measures a g dia ta a a de ga a a pemberatan pidana.
Sesungguhnya pengecualian prinsip pemidanaan masih dikenal di dalam R KUHP, termasuk dalam hal pemidanaan terhadap percobaan dan pembantuan, hal ini dapat kita lihat dalam Pasal
254 tentang terorisme, 400 ayat 2 tentang genosida, Pasal 401 ayat 2 tentang tindak pidana kemanusiaan, Pasal 569 tentang tindak pidana pengangkutan orang untuk diperdagangkan
dengan menggunakan kapal, 582 penyeludupan manusia dan Pasal 767 R KUHP tentang tindak pidana pencucian uang, di mana dirumuskan sebagai berikut:
“etiap O a g a g e ada di dala atau di lua ila ah Nega a Kesatua ‘epu lik I donesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk
melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 760, Pasal 761, dan Pasal
. Percobaan melakukan tindak pidana terorisme, pecobaan melakukan tindak pidana genosida,
percobaan melakukan tindak pidana kemanusiaan, percobaan melakukan tindak pidana pengangkutan orang untuk diperdagangkan, dan percobaan melakukan tindak pidana pencucian
uang diancam dengan pidana yang sama sebagaimana diancamkan terhadap tindak pidana yang selesai namun pengecualian seperti di atas tidak diberlakukan dalam kejahatan korupsi. R KUHP
hanya memberikan perlakuan khusus terhadap tindak pidana pencucian uang.
32
Ibid, hal. 54.
23
Bagian Ke 3 Pidana Mati
4.1. Pengantar