164
12.6. Pe e pata Perkosaa dala Bagian Kesusilaan
Dalam KUHP dan R KUHP, delik perkosaan ditempatkan dalam Delik Kesusilaan. Secara umum dinyatakan bahwa delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan masalah kesusilaan
etika. Pernyataan ini menunjukkan bahwa, menentukan batasan dan pengertian mengenai kesusilaan tidaklah sederhana. Karena itu batasan-batasan kesusilaan etika sangat tergantung
dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat.
217
Hal i i juga diakui oleh “oesilo a g e ataka ah a sifat e usak kesusilaa pe uata - perbuatan tersebut kadang-kadang amat bergantung pada pendapat umum pada waktu dan
dite pat itu .
218
Meskipun demikian, Soesilo merumuskan contoh-contoh perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai delik kesopanan
219
disini dalam arti kata kesusilaan, suatu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin misalnya bersetubuh, meraba buah dada perempuan,
meraba tempat kemaluan perempuan atau laki-laki, mencium dsb. Yang semuanya dilakukan de ga pe uata .
Meski pengertian dan batasan kesusilaan tidak sederhana, namun jelas terlihat bahwa penekanan kesusilaan adalah untuk melindungi nilai-nilai yang ada di masyarakat. Dengan
menempatkan delik Perkosaan dalam Bab Kesopanan, maka delik ini menjadi terlihat lebih menekankan untuk melindungi nilai-nilai kesusilaan di masyarakat, bukan untuk melindungi
perempuan atau pihak lain yang rentan menjadi korban perkosaan atau kekerasan seksual lainnya. Selain itu, R KUHP belum mengakomodir adanya perkosaan yang dilakukan di antara
laki-laki atau di antara perempuan. Menunjukkan masih kuatnya nilai-nilai di masyarakat yang menganggap bahwa perkosaan hanya terjadi dalam hubungan heteroseksual.
Dengan berkembangnya definisi perkosaan yang semakin mengarah pada pengakuan bahwa perkosaan sebagai bentuk kejahatan seksual dan kejahatan yang menyerang integritas tubuh
seseorang. Maka, sudah selayaknya R KUHP menekankan delik perkosaan sebagai tindak kejahatan pada integritas tubuh individu, bukan terbatas pada penodaan nilai-nilai di
masyarakat dengan cara menempatkan perkosaan sebagai delik pidana tersendiri.
12.7. Belum Mengatur Marital Rape
Dalam R KUHP konsep marital rape bisa dikatakan belum ada. Jika kita perhatikan elemen- elemen Pasal 491 tak satupun yang secara eksplisit bisa digunakan untuk mengatur masalah
penis ke dalam vagina korban, namun telah memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan telah melakukan hubungan kelamin. Atau dalam kondisi perkosaan dimana dalam pelaksanaannya hanya menghasilkan suatu
percobaan untuk melakukan perkosaan yang dilakukan beberapa orang. Menurut Hoge Raad 9 April 1934, NJ 1934 halaman 1058 W 12756 telah memutuskan bahwa: jika tindakan-tindakan
dari setiap terdakwa ataupun dari salah seorang dari para terdakwa-tidak dengan sendirinya dianggap, melainkan jika dihubungkan dengan tindakan-tindakan orang lain-menghasilkan suatu perkosaan, maka perbuatan dari mereka yang
tidak melakukan sendiri semua perbuatan, agar yang dilakukan tersebut sebagai perkosaan, maka harus diberikan kualifikasi sebagai turut melakukan kejahatan ini khususnya turut melakukan percobaan kejahatan perkosaan.
217
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, 1996
218
R. Soesilo, KUHP , serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor, 1996.
219
Be e apa efe e si huku tidak e ggu aka istilah Kesusilaa elai ka e gga ti a de ga Kesopa a , salah satu o toh efe e si huku a g e ggu aka kata Kesopa a adalah KUHP, serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi Pasal yang ditulis oleh R. Soesilo.
165
marital rape. Kalau pun ada konsep marital rape itu pun sangatlah terbatas yang ada dalam Pasal 491 1 huruf f dimana korbannya adalah perempuan yang pingsan atau tidak berdaya.
lihat tabel Aturan
Korban Keterangan
491 1 huruf a Perempuan di luar kawin
491 1 huruf b Perempuan di luar kawin
491 1 huruf c Perempuan
Dengan persetujuan melalui ancaman 491 1 huruf d
Perempuan Percaya bahwa pelaku adalah suaminya
491 1 huruf e Perempuan
Berusia di bawah 14 tahun dengan persetujuan 491 1 huruf f
Perempuan Pingsan atau tidak berdaya
Minimnya konsep marital rape yang ada dalam R KUHP tentunya akan menimbulkan problem karena kejahatan perkosaan terhadap istri saat ini kerap terjadi dan telah menimbulkan banyak
korban. Lagi pula R KUHP pun telah berupaya memasukkan kejahatan domestik kekerasan dalam rumah tangga, KDRT dalam BAB II, yang salah satu Pasalnya adalah mengenai kekerasan
seksual dalam rumah tangga.
220
Sebaiknya R KUHP memasukkan marital rape sebagai salah satu bentuk perkosaan, dengan mengakomodir substansi pemaksaan hubungan seksual dalam UU
PKDRT tanpa mengurangi esensinya. Sehingga lebih memiliki konsistensi yang sama dengan aturan lainnya dalam BAB II R KUHP.
12.8. Konsep Perkosaan bagi Anak yang Masih Minim