Hidung dan Saluran Napas Bagian Atas

8 Seperti pada beberapa studi yang mengemukakan bahwa pasien dengan rinitis alergi akan memiliki respon bronkus yang hiperreaktif dan dapat berlanjut menjadi asma, atau bergitu pula sebaliknya. Pasien dengan rinitis alergi akan memiliki kadar eosinofil, leukotrien dan produk hasil proses respon hipersensitivitas di dalam tubuh meningkat. Dengan peningkatan kadar mediator alergi dalam tubuh akan menyebabkan bronkus tersensitasi juga sehingga dapat menimbulkan hiperresponsive bronkus yang berakhir kepada asma. 10,11

2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Masuknya benda asing ke dalam tubuh manusia dapat memicu sistem pertahanan atau imun untuk melindungi tubuh. Respon tersebut akan menguntungkan dan dapat berupa respon spesifik ataupun non spesifik. Tetapi pada beberapa orang, respon imun tubuh yang berlebihan terhadap benda asing tersebut tidak selalu menguntungkan, hal inilah yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan sensitivitas sistem pertahanan tubuh terhadap antigen yang pernah dikenal atau terpajan sebelumnya. Reaksi hipersesitivitas menurut Gell dan Coombs dibagi kedalam 4 klasifikasi, yaitu: 12  Hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi  Hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksiksitolitik  Hipersensitivitas tipe III atau reaksi komplek imun  Hipersensitivitas tipe IV atau reaksi seluler lambat

2.2.1 Hipersensitivitas Tipe I atau Reaksi Alergi

Reaksi hipersesitivitas tipe 1 memiliki beberapa tahapan sebelum menimbulkan manifestasi. Adapun tahapan atau fase tersebut yaitu fase sensitisasi, fase aktifasi dan fase efektor. 12 Fase sensitisasi merupakan fase awal dalam reaksi hpersensitivitas tipe satu. Dalam fase ini alergen yang masuk baik berupa serbuk bunga, tungau atau jenis alergen lainnya akan mensensitisasi sistem imun tubuh 9 host sehingga membentuk antibodi IgE. Ikatan silang akan terjadi antara IgE, sel mast dan basofil. 12 Setelah terjadi fase sensitisasi, jika host mengalami pajanan ulang dengan antigen atau alergen spesifik maka akan terjadi fase aktifasi. Maksud dari fase aktifasi adalah teraktifasinya sel mast dan basofil oleh alergen spesifik tadi sehingga menimbulkan sebuah reaksi. Fase dimana sel mast dan basofil mengeluarkan mediator-mediator yang terkandung didalamnya disebut fase efektor. 12 Mediator dalam reaksi alergi Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pada fase efektor akan terjadi pelepasan mediator yang berasal dari sel mast ataupun basofil yang telah teraktifasi. Sel mast yang teraktifasi akan mengeluarkan mediator berupa histamin, faktor kemotaktik netrofil NCF dan faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis ECF-A yang akan mengumpulkan dan menahan eosinofil ditempat radang melalui perantara IgE. 13 Sedangkan mediator-mediator lain yang akan terbentuk kemudian adalah produk hasil jalur siklooksigenasi COX dan jalur lipooksigenasi. Produk hasil jalur siklooksigenasi adalah prostaglandin PGD2, PGE2, PGF2 dan tromboksan A2 TxA2. Setiap sel memiliki produk spesifik, seperti sel mast yang akan memproduksi prostaglandin PGD2 dan tromboksan A2, dimana TxA2 akan menyebabkan agregrasi trombosit. Untuk jalur lipooksigenasi, produk-produk yang dihasilkan adalah leukotrien. Jenis-jenis leukotrien yang dihasilkan dari jalur ini adalah leukotrien LTE4, LTD4 dan LTC4 yang merupakan zat pembentuk slow reacting substance of anaphylaxis SRS-A serta leukotrien LTB4 yang bersifat kemotaktik eosinofil dan netrofil. 13

2.2.2 Hipersensitivitas tipe II

Reaksi hipersensitivitas tipe II sering disebut juga dengan istilah reaksi sitotoksik. Reaksi ini melibatkan antibodi selain IgE, yaitu IgM dan IgG serta komplemen. Penyakit yang disebabkan oleh keterlibatan