12
Gambar 2.5 Mekanisme kerusakan jaringan akibat hipersensitivitas tipe IV
16
2.3 RINITIS ALERGI
2.3.1 Pendahuluan
Proses inflamasi yang terjadi di mukosa hidung disebut rinitis. Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien rinitis adalah gatal di
hidung, produksi mukus berlebih, hidung tersumbat, bersin-bersin, mata berair serta gatal pada mata dan bersifat kronik. Rinitis dapat
diklasifikasikan menjadi rinitis alergi dan non alergi. Rinitis alergi merupakan rinitis yang paling banyak dijumpai. Alergi hidung pada rinitis
alergi dapat bersifat musiman atau bisa menetap.
3,17,18
Penyebab tersering rinitis non alergi adalah infeksi virus. Penyebab
rinitis alergi atau alergen dapat masuk ketubuh melalui berbagai macam cara, yaitu secara inhalasi, injeksi, tertelan atau kontak langsung dengan
permukaan kulit.
3
2.3.2 Patofisiologi Rinitis Alergi
Tahapan inflamasi yang terjadi pada rinitis alergi adalah tahap sensitisasi yang diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi
alergi yang terjadi terdiri dari 2 fase:
3
Inflamasi yang dimediasi oleh sitokin Melalui CD4
+
Sitotoksik yang dimediasi Sel T CD8
+
Sel dibunuh dan kerusakan jaringan
Inflamasi kerusakan
jaringan Sitokin
APC atau Ag
Jaringan Jaringan Normal
13
Reaksi alergi fase cepat RAFC atau Immediate Phase Allergic Reaction yang berlangsung sejak kontak dengan alergen hingga 1
jam. Reaksi alergi fase lambat RAFL atau Late Phase Allergic
Reaction, berlangsung 2-4 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48 jam paska kontak dengan alergen. Fase hiperaktif atau masa
puncaknya berlangsung pada 6-8 jam setelah kontak dengan alergen.
Pada tahap sensitisasi alergen berupa tungau, cat or dog dander, serbuk bunga dan lainnya akan masuk ke saluran pernapasan atas dan
melewati lapisan mukosa hidung. Alergen yang masuk akan ditangkap oleh antigen precenting cells APC. Fragmen peptide yang terbentuk dari
antigen akan membentuk komplek peptide MHC kelas II setelah bergabung dengan molekul HLA kelas II. MHC kelas II ini dihantarkan ke
sel T limfosit. Sel penyaji atau APC akan melepaskan sitokin IL1 yang akan mengaktifkan Th0 menjadi Th1 dan Th2. Sel T limfosit 2 Th2 yang
teraktifasi akan menghasilkan sitokin IL3, IL4, IL5 dan IL13. Sitokin IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan ini akan berikatan dengan reseptor di
permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B teraktifasi. Sel limfosit B yang
diaktifkan akan
memproduksi immunoglobulin
E IgE.
Immunoglobulin E IgE yang berada di sirkulasi akan ditangkap oleh reseptornya di permukaan basofil atau sel mastosit sehingga kedua sel ini
akan menjadi aktif.
3,19
Jika saat mukosa hidung yang sudah tersensitisasi terkena alergen yang sama, maka alergen tersebut akan diikat oleh kedua rantai IgE
sehingga terjadi degranulasi mastosit dan basofil yang mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang telah terbentuk, yaitu histamin. Selain
histamin, ada beberapa mediator kimia lain yang dikeluarkan, yaitu prostaglandin D2 PGD2, leukotrien D4 LTD4, leukotrien C4 LTC4,
bradikinin, platelet activating factor PAF dan sitokin-sitokin lainnya. Fase inilah yang disebut dengan fase reaksi alergi cepat.
3,19