PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN

44 frekuensi penggunaan parasetamol yang jarang sehingga belum cukup untuk meningkatkan risiko perkembangan rinitis alergi, karena penelitian ini tidak menganalisis seberapa sering responden menggunakan parasetamol dalam 12 bulan terakhir. 30

4.3 KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:  Teknik pengambilan sampel yang berupa cluster random sampling yang memiliki tingkat validitas yang kurang jika dibandingkan dengan teknik simple random sampling.  Jenis penelitian cross sectional yang kurang menggambarkan hubungan sebab akibat antara kejadian rinitis alergi dan faktor risikonya.  Waktu yang singkat dalam pengumpulan data, sehingga kurang maksimal.  Mengandalkan kemampuan siswa dalam mengingat riwayat yang pernah dialaminya dalam 12 bulan terakhir, baik berupa keluhan maupun pengisian kuesioner lingkungan dalam menganalisis faktor risiko.  Jumlah sampel yang sedikit dan distribusi yang tidak merata membuat banyak faktor risiko yang tidak bermakna. 45

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

a. Prevalensi curiga rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 adalah 25,20. b. Faktor risiko yang memiliki hubungan dengan kejadian rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 adalah memelihara kucing dalam 12 bulan terakhir p=0,03. Sedangkan untuk faktor risiko lainnya, yaitu jenis kelamin, riwayat asma, eksim, asap rokok, asap kendaraan bermotor, asap dapur dan riwayat konsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir tidak memliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 p0,05.

5.2 SARAN

a. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi rinitis alergi dalam jumlah sampel yang lebih besar serta populasi yang berbeda. b. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menganlisis masing-masing faktor risiko dengan jumlah sampel yang lebih besar dan populasi yang berbeda. c. Penghindaran terhadap alergen yang berasal dari kucing perlu dilakukan bagi yang menderita rinitis alergi. 45 46 DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization, GA 2 LEN, Allergen. ARIA Allergic Rhinitis and its Impact to Asthma 2008 update. Diunduh dari http:www.whiar.orgdocsARIA_PG_08_View_WM.pdf pada 16 Februari 2013. 2. Abong JM, Kwong SL, Alava HDA, Castor MAR, Leon JCD. Prevalence of Allergic Rhinitis in Filipino Adults Based on National Nutrition and Health Survey 2008. Asia Pac Allergy. 2012 Feb: p129-135. 3. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 128-134 4. ISAAC Steering Committee. Manual International Study of Asthma and Allegies in Chilhood. ISAAC phase one. 1993: p 3-8. 5. ISAAC Steering Committee. ISAAC Phase Three Data. Diakses dari http:isaac.auckland.ac.nzphasesphasethreeresultsresults.php pada 28 Februari 2013. 6. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita C, Suprihati, Sundaru H, dkk. Allergy and Asthma: The Scenario in Indonesia. Dalam: Shaikh WA ed. Principles and Practice of Tropical Allergy and Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers. 2006; 707-736. 7. Nugraha PY. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada Siswa Sekolah Umur 16-19 Tahun di Kodya Semarang. 2011. Diunduh dari http:eprints.undip.ac.id370811Prasetya_Yulian.pdf 15 Februari 2013. 8. ISAAC Steering Committee. Phase Three Manual International Study of Asthma and Allergies of Childhood. ISAAC phase three. 2000: p 15-37. 9. Tortora GJ, Derickson BH. The Respiratory System. In: Principle of Anatomy and Physiology.12 th ed. USA: Jhon Wiley and Son. 2009. P877- 884 10. Ciprandi G, Caimmi D, Giudice MMd, Rosa ML, Salpietro C, Marseglia GL. Recent Developments in United Airways Disease. A review. Allergy Asthma Immunol Res. 2012 July; 44: p 171-177. 11. Rimmer J, Ruhmor JW. Rhinitis and Asthma: United Airway Disease. MJA Practice Essentials-Allergy. 2006 Nov; 185 10: p 565-571. 47 12. Baratawidjaja KG, Rengganis, I. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Imunologi Dasar ed 10. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. Hal 369-398. 13. Munasir Z, Suyoko EMD. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Buku Ajar Alergi dan Imunologi Anak ed 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. 14. Virella G. Immune Complex Diseases. In: Medical Immunology 6 th ed.. New York: CRC Press. 2007. 15. Burmester GR, Pezzutto A, Aicher A, Wirth J. Pathological Immune Mechanisms and Tolerance: Type of Hypersensitivity Reactions. In: Color Atlas of Immunology. New York: Thieme. 2002. p 66-67 16. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Hipersensitivity. In: Cellular and Mollecular Immunology 6 th ed. USA: Saunders Elsevier. 2007. p 426 17. Highler PA. Penyakit Hidung. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. ed 6. Jakarta: EGC. 2012. Hal 210-217. 18. Quillen DM, Feller DB. Diagnosting Rhinitis: Allergic vs non Allergic. Am Fam Physician. 2006 May; 739: p 1583-1590. 19. Pawankar R, Mori S, Ozu C, Kimura S. Overview on Pathomechanisms of Allergic Rhinitis. Asia Pac Allergy. 2011 Sept; 1 3: p 157-167 20. Fauci AS, Braundwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, et al. Allergies, Anaphylaxis, and Systemic Mastocytosis: Introduction Allergic Rhinitis. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine 18 th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2012. 21. Navarro BEDR, Pech JAL, Berber A, Ortega BZ, Castanon LA, Chivardi JMDR, et al. Factors Associated With Allergic Rhinitis in Children From Northern Mexico City. J Investig Allergol Clin Immunol. 2007; 172: p 77-84. 22. Piau JP, Massot C, Moreau D, Khaled NA, Bouayad Z, Mohammad Y, et al. Assesing allaergic rhinitis in developing countries. Int J Tuberc Lung Dis. 2009 July; 144:506 –512. 23. Nency YM. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada anak Usia 6-7 Tahun di Semarang. Diunduh dari http:eprints.undip.ac.id1255212005PPDS3640.pdf pada September 2013. 24. ISAAC Steering Commmitte. Environmental Hypothesis ISAAC Phase III. Diakses pada Juli 2013 tersedia di http:isaac.auckland.ac.nzphasesphasethreeenvironmentalquestionnairei nstructions13_14.html .